Senin, 07 September 2015

cerita dari hati

saya adalah dari keluarga petani dan saya orang jawa. Namun saya bangga memili keluyargga yang sayang dan selalu menjaga saya. Banyak orang menghina dan merendahkan saya. Tidak apalah karena saya bangga dengan apa yang saya punya. Org mau membenci, melupakan dan mengaggap saya orang yg tidak penting itu semua saya terima. Namun saya tidak tinggal diam saya akan buktikan bahwa anak seorang petani dari desa dapat mengubah dan menjadi orang sukses di kemudian hari.

keluargaku adalah tempatku mendapatkan segalanya. Tidak ada yg menggantikannya. Aku hanya ingin membahagiakan kedua orangtua ku.

banyak orang mengatakan saya bodoh, sotta, pembohong, sok baik, dan banyak lagi, itu semua ku anggap pujian untuk ku....

segala perkataan buatku aku hanya bisa membalas dengan senyuman....



terimakasih

hilman hilmawan

Selasa, 02 Juni 2015

UNTUK SAHABAT AHMAD ABU BAKAR S.P

tanggal 1 juni 2015,


seorang cowok yang gagah perkasah
seorang cowok yang lucu dan imut
seorang cowok yang baik
seorang cowok yang agak sangar

yang namanya ahmad abu bakar, S.P (BICOEL) telah meninggalkan kartu mahasiswa agribisnis unhas, saya ucapkan selamat atas gelarnya dan semooga ilmu yang didapatkan bermanfaat di masyarakat luas, (katanya zulkifli si "welcome to the real world"). pokoknya suskse de buat bro ku...

mohon doanya juga buat saya ya bro ku, semoga saya juga cepat dapat gelar.....
lahir pada 21 januari 1992 bertempat di topoyo (eemm kayanya), yang saat ini berusia 23 tahun 6 bulan.... dan masuk di unhas atau universitas hasanudin pada tahun 2011 dan lulus pada tahun 2015( eeemmm na tinggalang miki e) predikat coumlaud, 

dan saya ucapkan terima kasih kepada bicoel S.P 
telah bersama sama melalui bangku kulia.
melalui pengkaderan bersama ( kecuali mapersi)
sebagai pengurus (BPH) bersama
dan saya banyak terima kasih telah menerimah curhatanku dan memberikan saran (pokoknya terima kasih) (nangiska... menulis inie.. terharuku hahahaha)

sukses dengan gelarnya dan cepat dapat kerja
nikah dan punya anak de...

dan jangan melupakan kenangan bersama di action...

mungkin cuma itu yang bisa saya tulis di blog ini...

saya tutup dengan...

terima kasih sahabat 
terimah kasih saudara
terima kasih...... you the best..
DAN MAAFKAN SAYA




Minggu, 04 Januari 2015

ilmu usaha tani


I.  PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman sayuran, maka hampir seluruh tanaman sayuran dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman sayuran yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah tanaman wortel (Daucus carota L.).
Prospek pengembangan budidaya wortel di Indonesia amat cerah. Selain keadaan agroklimatologis wilayah nusantara cocok untuk wortel, juga akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pengembangan agribisnis, pengurangan impor sangat membantu petani wortel untuk memasarkan hasil pertaniannya ke pasar, dan mereka tidak bersaing dengan wortel impor.
Permintaan pasar dunia pada masa mendatang diperkirakan meningkat terus sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, makin membaiknya pendapatan masyarakat dan makin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Menurut data International Rice Research Institute (IRRI), perkiraan cepatnya laju pertumbuhan penduduk akan berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan komoditas sayuran khususnya wortel. Hal ini karena masyarakat telah menyadari akan pentingnya gizi bagi tubuh. Wortel mempunyai kandungan gizi yang sangat tinggi terutama vitamin dan mineral.
Sejalan dengan program peningkatan kesehatan yang dilakukan pemerintah pengetahuan masyarakat kini semakin meningkat pula. Salah satu perhatian masyarakat dengan meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan  adalah  usaha  untuk memanfaatkan lebih banyak lagi sayuran
dan buah-buahan. Kedua jenis bahan makanan ini banyak mengandung berbagai vitamin, mineral dan zat lainnya yang sangat diperlukan dalam tubuh manusia.
Sejalan dengan program peningkatan kesehatan yang dilakukan pemerintah pengetahuan masyarakat kini semakin meningkat pula. Salah satu perhatian masyarakat dengan meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha untuk memanfaatkan lebih banyak lagi sayuran dan buah-buahan. Kedua jenis bahan makanan ini banyak mengandung berbagai vitamin, mineral dan zat lainnya yang sangat diperlukan dalam tubuh manusia.
Dalam program penelitian pengembangan hortikultura di Indonesia garapan Puslitbang Hortikultura tahun 2010-2011, wortel sudah termasuk komoditi utama yang mendapat perhatian dari pemerintah. Wortel sangat diperlukan tubuh, Karena wortel memiliki kandungan gizi terutama vitamin dan mineral. Untuk itulah sayuran ini baik dikonsumsi dalam menu makanan sehari-hari guna mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral yang esensial bagi tubuh (Ali dan Rahayu, 2010). Usahatani wortel secara intensif sistem agribisnis memberikan keuntungan yang memadai. Potensi daya wortel varietas unggul dapat mencapai 20-25 ton/hektar.
Kondisi ekonomi pada hakikatnya ditentukan oleh harga-harga hasil panen yang diterima petani dan biaya input yang dipakainya. Dan analisis pendapatan usahatani secara mendasar harus diketahui urutan aktivitas budidaya cabang tersebut, barulah kemudian dapat diteruskan dengan perhitungan ekonomi yang menyangkut biaya, penerimaan, dan pendapatan serta kriteria yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan usaha tersebut atau membandingkan dengan usaha yang lainnya.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka tampak bahwa pengembangan budidaya tanaman wortel, akan menguntungkan untuk usahatani bagi petani. Oleh karena itu kami mengambil judul mengenai “ Analisis Usahatani Tanaman Wortel (Daucus carota L.).
1.2  Tujuan dan Kegunaan
1.2.1   Tujuan Praktek Lapang
             Tujuan diadakannya praktek lapang ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui berapa produksi usahatani dan tingkat pendapatan atau penerimaan yang diperoleh petani dari usahataninya.
2.    Untuk membandingkan pendapatan antara petani satu dengan petani lainnya.

1.2.2     Kegunaan Praktek Lapang
            Adapun kegunaan dari praktek lapang ini adalah :
1.    Sebagai masukan dalam menganalisis usahatani dan membandingkan teori yang diperoleh dari bangku kuliah dengan kenyataan yang terdapat di lapangan.
2.    Sebagai bahan informasi pada praktek lapang selanjutnya dan bahan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan khususnya dalam pengelolaan usahatani.



II.       TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk penenunan dan pembuatan pakaian (Anonim1, 2010).
Petani  secara tunggal (sendiri) tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan usahataninya sendiri. Oleh karena itu, petani memerlukan bantuan dari luar, baik secara langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usaha, maupun tidak langsung dalam bentuk intensif yang dapat mendorong petani menerima hal-hal baru hingga mengadakan tindakan perubahan. Bentuk- bentuk intensif  ini seperti jaminan  tersedianya sarana  produksi yang  diperlukan oleh  petani  dalam jumlah yang cukup,  harganya  yang  terjangkau, dapat   dipertimbangkan   dalam  usaha,  dan selalu dapat  diperoleh secara  kontinyu.  Bentuk  intensif yang lainnya seperti  menjamin  pemasaran hasil, menjamin tersedianya  kredit yang tidak  memberatkan petani, menjamin adanya dan kontinyu nya informasi teknologi, serta adanya peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak petani dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang memberikan keleluasaan bagi petani untuk bertindak dalam pengembangan usahataninya (Hernanto dalam Trianti, 2006).
Terdapat pendapat lain mengenai defenisi petani yang dinyatakan oleh Koentjaraningrat (2005). Menurutnya, petani atau peasant itu, rakyat pedesaan yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama, tetapi merasakan diri bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar, dengan suatu bagian atas yang dianggap lebih halus dan beradab dalam masyarakat kota. Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan pertanian (bercocok tanam, peternakan, perikanan) yang menghasilkan pangan dengan teknologi yang sederhana dan dengan kesatuan-kesatuan produksi yang tidak berspesialisasi.
Soetriono dalam Wedari, dkk., (2006) mengemukakan bahwa status petani dibedakan atas petani pemilik, berarti golongan petani yang memiliki tanah dan dia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya; petani penyewa, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri, dimana lama kontrak sewa tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa; petani penyakap, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain; buruh tani, berarti petani yang digolongkan berdasarkan cara mendapatkan tanah milik orang lain untuk dikerjakan. Petani dalam menjalankan usahataninya terlibat dalam dua peranan, yaitu petani sebagai penggarap dan petani sebagai manajer. Petani sebagai manajer mempunyai keterampilan dalam menjalankan usahataninya, menyangkut kegiatan otak yang didorong oleh keinginan, tercakup di dalamnya pengambilan keputusan dan pemilihan alternatif yang ada.
2.2         Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan,ilmu usaha tani i merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefesien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
            Pada dasarnya usaha tani berkembang terus dari awal hanya bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan usahatani swasembada atau subsisten. Oleh karena sistem penggelolaan yang lebih baik maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga bercorak usaha tani swasembada keuangan.pada akhirnya karena berorientasi pada pasar maka menjadi usahatani niaga (Suratiyah, 2008).
            Istilah usaha tani lebih tepat digunakan pada pertanian rakyat, karena mencakup pengertian yang lebih luas, yaitu mulai dari bentuk paling bersahaja sampai pada bentuk yang paling modern. Pada kenyataannya, usahatani dan perkebunan menggunakan faktor produksi yang sama dalam berproduksi, pada keduanya terdapat penyatuan faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan untuk memperoleh produksi dilapangan pertanian (Suratiyah, 2008).
2.3      Komoditi Wortel
Wortel (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya             (Anonim 2, 2011).
Sayuran ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer sebagai sumber vitamin A karena memiliki kadar karotena (provitamin A). Selain itu, wortel juga mengandung vitamin B, vitamin C, sedikit vitamin G, serta zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. (Anonim 3, 2008).
Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24 °C), lembab, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah berketinggian antara 1.200 - 1.500 m dpl. Sekarang wortel sudah dapat ditanam di daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan untuk menanam wortel pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5,5 - 6,5. Tanah yang kurang subur masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan intensif. Kebanyakan tanah dataran tinggi di Indonesia mempunyai pH rendah. Bila demikian, tanah perlu dikapur, karena tanah yang asam menghambat perkembangan umbi (Sunarjo, 2008).
Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan hasil survei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS, 1991) luas areal panen wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di 16 propinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Sunarjo, 2008).
2.4 Proses Produksi         
            Produksi adalah suatu proses dimana dapat dihasilkan satu barang yang siap pakai atau dikonsumsi. Jadi kegiatan produksi adalah melaksanakan rencana produksi yang telah dibuat dan merupakan kegiatan yang mempunyai masa yang cukup lama serta terkait dengan bagaimana mengelola proses produksi (Gumbira, dkk. 2004).
            Fungsi produksi adalah menunjukkan berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda. Melalui fungsi produksi itu dapat dilihat secara nyata bentuk hubungan perbedaan jumlah dari faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh sejumlah produksi, dan sekaligus menunjukkan produktivitas dari hasil itu sendiri (Sukirno, 2002).
            Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman berdasarkan produktivitas lahan yaitu kemampuan suatu tanah dalam situasi dan kondisi yang normal untuk menghasilkan suatu jenis tanaman atau beberapa jenis tanaman secara berturut-turut (bergiliran) yang dikelola menurut suatu pola manajemen (Djamal, 2000).
            Komponen-komponen dalam usaha pertanian tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain karena saling mempengaruhi/ berintegrasi, yaitu: iklim, tanah, jenis tanaman, usahawannya sendiri, waktu, hama dan penyakit yang dapat mengganggu hasil, sewaktu di lapangan maupun dalam penyimpanan (Djamal, 2000).
            Manusia sebagai pengusaha atau faktor yang berdiri di belakang, mempunyai dedikasi untuk mengendalikan faktor-faktor yang dapat dikendalikannya demi keberhasilan usahanya yang disebut usaha “pertanian” (Hernanto dalam Wajdi, 2006).
            Terdapat tiga komponen penting yang sangat mempengaruhi suatu proses produksi yaitu (Gumbira,  dkk. 2004):
1.     Kualitas
Sarana dan prasarana dengan kualitas yang cukup yang digunakan dalam proses produksi, membuat outputnya pun semakin berkualitas atau baik.
2.     Produktivitas Tanah
Produktivitas tanah adalah kemampuan sebidang tanah dalam situasi dan kondisi yang normal untuk menghasilkan suatu jenis tanaman atau beberapa jenis tanaman berturut-turut (bergiliran) yang dikelola menurut suatu pola manajemen. Kesuburan tanah dapat mempunyai peranan yang menentukan dalam kepastian tinggi rendahnya produktivitas. Pencapaian efektivitas dan efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan sarana produksi merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
3.     Kuantitas
Faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Pengorganisasian mengenai sumber daya berupa input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan sangat berguna bagi pencapaian efisiensi usaha dan waktu. Pencapaian efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi lebih mengarah kepada optimasi penggunaan berbagai sumber daya tersebut sehingga dapat dihasilkan output maksimun dengan biaya tetap atau biaya minimum dengan output tetap.
2.5  Faktor-Faktor Produksi
Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini. Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labour), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources) (Griffin R: 2006).
Faktor-faktor produksi yang pokok dapat meliputi tanah (lahan), tenaga kerja, modal dan manajemen. Manusia, tanah, tanaman ataupun hewan merupakan satu kesatuan organisasi yang tak terpisahkan dalam usahatani. Apabila satu dari ketiga faktor tersebut tidak ada maka produk yang dihasilkan tidak akan memuaskan atau mengalami kegagalan. Oleh karena itu ketiga faktor tersebut disebut Tritunggal Usahatani (Patong, 1978).
Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw material). Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya (Patong, 1978).
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain (Patong, 1978).
Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir (Patong, 1978).
Modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank (Griffin R: 2006).
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek (Griffin R: 2006).
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan (Griffin R: 2006).
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku (Griffin R: 2006).
Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produk Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya (Patong, 1978).
2.6      Biaya-Biaya Produksi
Biaya produksi atau operasional dalam sistem industri memainkan peran yang sangat penting, karena ia menciptakan keunggulan kompetitif dalam persaingan antar industri dalam pasar global. Berpoduksi merupakan proses perubahan bentuk dari bahan mentah menjadi barang jadi, dengan menggunakan alat-alat berproduksi dan tenaga kerja. Tetapi mengenai penjualan barang selesainya adalah merupakan hubungan perusahaan tersebut dengan pihak luar perusahaan.
            Biaya produksi pada dasarnya merupakan 3 (tiga) elemen yang saling berkaitan, yaitu: bahan langsung, upah langsung, overhead produksi (biaya produksi tidak langsung) (Anonim 5, 2010).
            Menurut Soekartwawi dalam Suratiah (2007), biaya produksi dalam usahatani biasanya diklasifikasikan, yaitu :
a)     Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, contoh: pajak.
b)     Biaya tidak tetap (variable cost) yaitu biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh: biaya pembelian saprodi.
c)     Biaya marjinal (marginal cost) yaitu perubahan biaya total dibagi dengan kenaikan output yang dihasilkan.
d)     Biaya rata-rata (average fixed cost) adalah keseluruhan jumlah tetap dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan.
e)     Biaya total (total cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
2.7 Nilai-Nilai Produksi
Nilai produksi adalah nilai ekonomis yang terkandung dan dihasilkan dalam proses produksi sehingga dapat disebut juga bahwa hasil atau nilai produksi adalah beberapa produk dari produksi yang dapat dijadikan petani sebagai pendapatan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. Peningkatan ini mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial ekonomis sehingga produksi di berbagai sektor pertanian dapat meningkat (Suratiyah, 2006). 
Nilai produksi merupakan banyaknya pendapatan yang diperoleh petani dalam hal penjualan hasil usahataninya. Berusahatani adalah salah satu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan produksi, dan pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh, Selisih keduanya merupakan pendapatan dari usahataninya (Suratiyah, 2006). 
Farm Income Analisis adalah suatu metode untuk menghitung  dan mengetahui suatu pendapatan usahatani. Dengan analisa ini dapat diketahui bahwa apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak, dan dari hal ini akan memberikan kesimpulan pada kita untuk melanjutkan atau mengembangkan suatu usahatani. Net Farm Income adalah analisa pendapatan dari seorang yang dihitung secara keseluruhan bukan percabang usahatani (Patong, 1978).
Analisis R/C ratio  yaitu perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani, persamaan ini digunakan untuk menghitung derajat kelayakan usahatani yang diusahakan oleh petani. Dengan mengetahui R/C ratio ini akan memberikan gambaran kepada kita bagaimana perkembangan dari setiap usahatani yang dikembangkan, apakah masih dapat diteruskan atau dialihkan ke cabang usahatani lain (Patong, 1978).



III.           METODE PRAKTEK  LAPANG
3.1    Waktu dan Tempat
            Praktek lapang mata kuliah Ilmu Usaha Tani dilaksanakan pada hari jumat sampai minggu  yaitu pada tanggal 26 april – 28 april 2011 di Desa tiroang, Kabupaten pinrang.
3.2    Teknik Penentuan Responden
            Penentuan responden dalam praktek lapang mata kuliah Ilmu Usaha Tani dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau penunjukkan langsung di lapangan yaitu pengambilan 1 (satu) orang untuk dijadikan responden secara acak dari penduduk sekitar lokasi praktek lapang, dimana keduanya mempunyai pekerjaan sebagai petani.
3.3    Teknik Pengambilan Data
Metode atau teknik yang digunakan untuk pengambilan data dan keterangan dalam praktek lapang Usaha Pertanian dan Koperasi adalah :
a.     Wawancara, yaitu pengambilan data dengan bertatap muka langsung dengan petani responden kemudian mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan kegiatan usahatani.
b.    Observasi, yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengamati dan meneliti secara langsung kegiatan usahatani responden.
c.    Kuisioner merupakan suatu alat dalam pengambilan data berisi data-data/pertanyaan-pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan usahatani.
3.4    Analisa Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh di lapangan diolah dalam bentuk tabulasi, selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa-analisa tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Gross Output (GO)
GO  =  Jumlah Produksi (kg)  x  Harga (Rp)

 
            Gross Output yaitu jumlah produksi dikalikan dengan harga komoditi, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:

2.    Gross Margin (GM)
GM  =  Gross Output (Rp)  -  Variabel Cost (Rp)

 
     Gross Margin yaitu gross output dikurangi dengan biaya variabel, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:

3.   Net farm Income (NFI)
NFI  =  Gross Output (Rp)  -  Biaya Variabel (Rp) – Biaya Tetap (Rp)

 
     Net Farm Income yaitu gross margin dikurangi dengan total biaya, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:

4. Biaya Penyusutan Alat (BPA)
BPA =

5. Nilai Penyusutan Alat (NPA)
     Nilai Penyusutan Alat (NPA) yaitu harga awal dikurangi dengan harga akhir kemudian dibagi dengan lama pemakaian alat lalu dikali dengan jumlah alat, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:
NPA =
6.   Hari Kerja Setara Pria (HKSP)            
     HKSP yaitu jumlah tenaga kerja dikali hari kerja dikali jam kerja/hari dikali dengan variabel lalu dikali dengan upah minimum propinsi yang kemudian dibagi dengan 8, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:

                 ∑ Tenaga Kerja x ∑ Jam Kerja x ∑Hari Kerja x Variabel x UMP
HKSP  =                                                                                                                         
                                                                 8
Keterangan:
·      Laki-laki           =  1                         
·      Perempuan     =  0,7
·      Anak-anak      =  0,3
·      Mesin               =  3
·      UMP                 = Rp 25.000,-

7.   Revenue Ratio (R/C Ratio)
     R/C ratio yaitu total penerimaan dibagi dengan total biaya, yang kemudian diformulasikan sebagi berikut:          
                          R/C Ratio  =                    
Keterangan:           R/C Ratio > 1, usahatani layak dikembangkan
                                        R/C Ratio < 1, usahatani tidak layak dikembangkan
                                        R/C Ratio = 1, usahatani impas.
8. Perhitungan B/C Ratio
                        B/C Ratio =
Keterangan:
TR1 = Pendapatan cabang usahatani I
TR2 = Pendapatan cabang usahatani II
TC1 = Biaya untuk cabang usahatani I
TC2 = Biaya untuk cabang usahatani II
Kriteria:
B/C Ratio > 0, usahatani menguntungkan
B/C Ratio < 0, usahatani tidak menguntungkan
B/C Ratio = 0, usahatani impas
Partial Budget = (a + b)  .....  (c + d)

 
9. Perhitungan Partial Budget  

Keterangan :
a = Biaya produksi cabang usahatani II
b = Penerimaan cabang usahatani I
c = Biaya Produksi cabang usahatani I
d = Penerimaan cabang usahatani II
Kriteria:
 ( a+b ) > ( c+d ) = Menguntungkan
( a+b ) < ( c+d ) = Tidak Menguntungkan
( a+b ) = ( c+d ) = Impas
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kabupaten Bantaeng memiliki letak astronomis ± 120 Km arah selatan Makassar dengan posisi 5°21’23” LU-5°35’26” LS dan 119°51’42” BB-120°05’26” BT. Daerah Desa Bonto Marannu merupakan daerah dataran tinggi, dengan suhu yang sangat dingin termasuk dalam Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng.
Letak geografis Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki luas areal sekitar 106,95 km2 atau 27,01% wilayah Kabupaten Bantaeng, dengan batas wilayah sebagai berikut:
·         Sebelah Utara    : berbatasan dengan Desa Bontolojong
·         Sebelah Timur    : berbatasan dengan Desa Bontotangnga
·         Sebelah Selatan            : berbatasan dengan Desa Bontodaeng
·         Sebelah Barat    : berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
4.2 Keadaan Penduduk
4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kerja dan juga sangat menentukan dalam klasifikasi pembagian kerja. Berdasarkan data sekunder, penduduk di Desa Bonto Marannu dapat di kelompokkan menurut  jenis kelamin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1.       Penduduk Berdasarkan Jenis di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
Jenis Kelamin
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Laki-laki
Perempuan
675
705
49
51
Total
1.380
100
Sumber: Kantor Desa Bonto Marannu, 2011.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah  penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Dimana  jumlah penduduk laki-laki sebanyak 675 jiwa dan perempuan sebanyak 705 jiwa. Ini dapat dilihat bahwa persentase jumlah penduduk paling tinggi adalah jumlah penduduk perempuan dengan persentase 51 % dan persentase jumlah penduduk yang paling rendah adalah jumlah penduduk laki-laki dengan persentase 49 %.
Angka di atas juga menunjukkan bahwa penduduk perempuan merupakan salah satu sumber daya pembangunan yang pengaruhnya cukup besar. Partisipasi aktif perempuan dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya kaum perempuan akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri (Anonim, 2008).
4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
            Berdasarkan mata pencaharian, penduduk Desa Bonto Marannu mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selain itu tidak sedikit pula penduduk memiliki mata pencaharian misalnya sebagai supir, pedagang, pegawai negeri sipil (PNS), montir, wiraswasta, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Mata Pencaharian
Jml Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Petani
Pedagang
Pengrajin
Buruh/Swasta
Karyawan Swasta
Buruh tani
Peternak
Tukang Kayu
Tukang Batu
Guru Swasta
Supir
PNS
Montir
608
178
150
110
56
50
35
18
15
15
13
8
6
48,2
14,1
11,8
8,7
4,5
3,9
2,8
1,5
1,2
1,2
1
0,6
0,5
Total Tenaga Kerja
1.262
100
Sumber: Kantor Desa Bonto Marannu, 2011.
Tabel 2 menunjukkan bahwa penduduk Desa Bonto Marannu sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu dengan jumlah 608 orang. Disusul oleh pedagang dengan jumlah 178 orang. Pengrajin, buruh/swasta,karyawan swasta,buruh tani, peternak, masing-masing 110 orang, 56 orang, 50 orang, 35 orang. Sedangkan tukang kayu, tukang bati, guru swasta dan supir memiliki jumlah yang hampir sama yaitu berturut-turut adalah 18 orang, 15 orang, 15 orang dan 13 orang. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai montir hanya 5 orang dan  PNS hanya delapan orang saja. Keseluruhan penduduk yang memiliki mata pencaharian sejumlah  1262 orang.
4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Umur merupakan tingkatan nilai usia yang dimiliki seseorang. Usia produktif adalah usia dimana seseorang sudah bisa bekerja. Usia produktif itu dimulai pada usia 15 tahun sampai dengan 65 tahun. Dengan umur kita dapat melihat kualitas dari kerja manusia. Dalam bidang pertanian tingkatan usia merupakan faktor penting, semakin muda usia maka kekuatan untuk menghasilkan produksi lebih maksimal. Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk Desa Bonto Maranno menurut kisaran umur.
Tabel 3. Jumlah penduduk Menurut Usia di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
> 60
139
120
132
144
131
143
108
85
123
96
54
38
67
10
8,6
9,5
10,4
9,5
10,3
7,8
6,1
8,9
6,9
3,9
2,7
5,4
Jumlah
1380
100
Sumber: Data Sekunder, 2011.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk di Desa Bonto Marannu sebanyak 1.380 jiwa, dengan persentase yang paling tinggi yaitu pada kisaran kelompok umur 15 -19 tahun dan persentase jumlah penduduk yang terendah yaitu pada kisaran kelompok umur 55-59 tahun.
4.3  Keadaan Umum Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai makana dan tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Dari berbagai definisi menurut para ahli dapat diartikan bahwa sarana prasarana adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis bangunan/tanpa bangunan beserta dengan perlengkapannya dan memenuhi persyaratan untuk pelaksanaan kegiatan (Rosy, 2009).       
Pada umumnya sarana dan prasarana yang ada didaerah pertanian masih sangat kurang. Meskipun ada, keadaannya tidak jauh dari kekurangan. Baik dari kuantitas maupun kualitas dari sarana dan prasarana yang ada belum begitu baik dan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat petani di sekitarnya.  Adapun sarana dan prasarana yang biasa dijumpai pada masyarat tani antara lain sarana pendidikan, sarana peribadatan dan fasilitas kesehatan (Rosy, 2009).
Suatu wilayah dapat dikatakan mengalami perkembangan jika wilayah tersebut mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, sehingga penduduknya dapat menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Sarana dan prasarana tersebut antara lain sarana perhubungan, peribadatan, pemukiman, dan pendidikan   (Rosy 2009). Berikut adalah data sarana dan prasarana di Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan:
Tabel 4.
Keadaan Umum Sarana dan Prasarana di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.   
No
Sarana dan Prasarana
Keterangan
1.


Transportasi
-   Jalan Raya
-   Angkutan Pedesaan
-   Kendaraan Pribadi
-   Jembatan

Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
2.
Perekonomian
-   Pasar Umum
-   Warung

Ada/baik
Ada/baik
3.
Pemukiman
-   Rumah

Ada/baik
4.
Pendidikan
-   Sekolah

Ada/baik
5.
Olahraga
-   Lapangan

Ada/baik
6.
Peribadatan
-   Masjid

Ada/baik
7.
Kesehatan
-   Puskesmas

Ada/baik
8.
Pemerintahan
-   Balai Desa
-   Kantor Desa
-   Kantor Urusan Agama
-   Kantor Kecamatan

Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
9.
Pertanian
-   Penangkaran Benih Holtikultura

Ada/baik
Sumber: Kantor Desa Bonto Marannu, 2011.    
            Berdasarkan data pada tabel 4, dilihat bahwa sarana dan prasarana di Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan rata-rata baik, mulai dari sarana transportasi seperti jalan raya, kantor-kantor pemerintahan dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena kecamatan ini memiliki program-program yang sangat baik dengan tingkat partisipasi dari warganya yang cukup tinggi. Tingkat kesadaran dari masyarakat ini juga bagus, hal ini dapat dilihat dari rata-rata rumah warga yang telah menanam bunga untuk keindahan rumah maupun desa mereka.


V.      HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.  Identitas Petani Responden
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya dibidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Hernanto dalam Trianti, dkk., 2006).
Identitas seseorang menggambarkan kondisi atau keadaan serta status orang tersebut. Identitas seorang petani penting untuk diketahui agar dapat diketahui sudah berapa lama ia bekerja dalam bidang pertanian. Identitas petani responden meliputi umur, tingkat pendidikan, lama berusaha tani, tanggungan keluarga, luas dan status lahan garapan, dan pola penggunaan tenaga kerja dalam usahatani. Identitas seseorang informan dapat memberikan informasi tentang keadaan usahataninya, terutama dalam peningkatan produksi serta pendapatan yang mereka peroleh.






Tabel 5.
Kisaran dan Rata-Rata Umur, Pengalaman Berusahatani, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.

Nama Responden
Usia
(thn)
Tingkat
Pendidikan
Luas Lahan
(ha)
Lama Berusahatani
(thn)
Jumlah Tanggungan Keluarga (org)
Status lahan
Mustamin
Dg Dangki
Andi Baso
Umar
Sahar
37
40
52
45
43
9
6
6
6
6
0,25
1
1
1
0,23
20
25
20
25
25
5
5
3
4
3
Milik
Milik
Milik
Milik
Milik
Total
217
Tamat SD
3.25
115
20
Milik
Rata-rata
43,4
0,65
23
4
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa usia petani responden rata-rata memiliki umur  43 tahun, tingkat pendidikan rata-rata tamat SD, lama berusahatani rata-rata 23 tahun, jumlah tanggungan rata-rata 4 orang , luas lahan rata-rata 0,65 ha. Status lahan yang dimiliki umumnya merupakan milik sendiri.

5.1.1   Tingkat Umur
Umur sangat berpengaruh tehadap kegiatan usahatani, utamanya dalam hal kemampuan fisik dan pola pikir. Pada umumnya petani yang berusia muda memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat serta pola pikir yang lebih terbuka sehingga lebih muda dalam menerima inovasi dan teknologi maju dibanding petani yang berumur tua. Hal ini tejadi karena petani yang masih muda berani menanggung resiko, selain itu juga tidak terlepas dari jiwa muda yang memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk maju dan berkembang.
Petani yang berumur muda lebih fleksibel dalam usahataninya dan juga petani yang berumur muda dengan tingkat pendidikan yang lebih baik akan berusaha untuk meningkatkan usahataninya. Sebaliknya petani yang berumur tua berusaha mempertahankan sistem pertanian yang turun temurun dan masih bersifat tradisional dan menerapkan cara yang didapat dari orang tua dan nenek moyangnya (Patong, dkk., 1978). Kisaran tingkat umur dari 5 petani responden di Kecamatan Ulu Ere dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6.
 Kisaran Umur  Dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Kisaran Umur (Thn)
Jumlah (Org)
Persentase (%)

1.
≤ 40
2
40

2.
> 40
3
60

Jumlah
5
100

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa umur petani responden memiliki persentase yaitu  2 orang responden (40 %) berumur ≤ 40 tahun dan 3 orang responden (60 %) berumur > 40 tahun. Kelima petani responden masih tergolong dalam usia produktif dimana usia produktif terhitung dari umur 15 – 64 tahun.
Dilihat dari cara mengolah usahatani, petani yang berusia muda rata-rata menggunakan alat-alat modern sedangkan petani beusia tua lebih sering menggunakan alat-alat tradisonal. Hal ini mungkin disebabkan karena petani yang berusia muda  lebih produktif dan informasi terbaru mengenai pertanian dapat mereka aplikasikan di lapangan sedangkan petani yang lebih tua cenderung mengikuti kegiatan pertanian seperti penyuluhan tapi tidak banyak diantara mereka yang mengaplikasikannya di lapangan, mereka cenderung mengelola lahan berdasarkan pengalaman  atau  cara yang sudah  bersifat  turun  menurun (Patong, dkk, 1996).
5.1.2  Lama Berusahatani
Pengalaman berusahatani mempengaruhi perilaku petani dalam mengolah usaha taninya. Biasanya petani memiliki pengalaman berusahatani lebih lama dan banyak pengetahuan dalam berusahatani sehingga mereka cenderung hati-hati dalam mengambil keputusan. Pengalaman berusahatani dari lima petani responden di Desa Bonto Marannu dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7.
 Kisaran Pengalaman Berusahatani Dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No
Kisaran (Tahun)
Jumlah (Org)
Persentase (%)
1.
≤ 26
5
100
2.
> 26
0
-
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
            Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa petani responden yang memiliki  kisaran  lama  berusaha  tani  ≤ 26 tahun berjumlah 5 orang (100 %) dan > 26 tidak ada (0 %). Hal ini tentu berpengaruh dalam pengelolaan usahatani masing-masing responden khususnya dalam pencapaian hasil produksi yang lebih baik. Sesuai dengan pendapat Soekartawi (2006), bahwa pengalaman berusahatani yang cukup lama menjadikan petani lebih matang dan lebih berhati-hati, dalam mengambil keputusan terhadap usahataninya. Kegagalan dimasa lalu dapat dijadikan pelajaran sehingga ia lebih berhati-hati dalam bertindak. Sedangkan petani yang kurang berpengalaman umumnya lebih cepat dalam mengambil keputusan karena lebih berani menanggung resiko.
5.1.3   Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi pola pikir petani dalam penerapan ide-ide baru yang didapat. Petani yang berpendidikan umumnya lebih muda menerima inovasi dibanding dengan petani yang tidak berpendidikan walaupun ini tidak mutlak terjadi pada setiap petani.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2006), bahwa petani yang berpendidikan lebih cepat mengerti dan dapat memahami penggunaan teknologi baru, sehingga para penyuluh lebih muda dalam menyampaikan konsep yang dibawakannya. Dengan demikian penerapan konsep dalam mengelola usaha taninya lebih baik dan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu penanggulangan masalah-masalah yang timbul dalam usaha tani lebih muda dikendalikan. Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh dalam penentuan dan pengambilan keputusan yang tepat untuk pengembangan usaha taninya. Pendidikan yang dimiliki oleh kelima petani rata-rata hanya sampai SD-tamat. Kisaran tingkat pendidikan dari 5 petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 8.
 Kisaran Tingkat Pendidikan Dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Org)
Persentase (%)
1.
SD-Tidak Tamat
-
0
2.
SD-Tamat
4
80
3.
SLTP-Tamat
1
20
4.
SMU-Tamat
-
0
Jumlah
5
100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
            Dari tabel  diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan responden yaitu 4 orang tamat SD dengan persentase sebesar 80% dan 1 orang tamat SLTP dengan persentase 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kisaran tingkat pendidikan dari kelima responden masih tergolong rendah dan cukup berpengaruh terhadap proses usahataninya khususnya dalam penerapan teknologi baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Patong dalam Suratiyah (2006), bahwa proses adopsi dan transformasi teknologi dalam pengembangan suatu usahatani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani disamping kondisi lingkungan usahatani.
5.1.4     Jumlah Tanggungan Keluarga
Petani sebagai kepala rumah tangga merupakan orang yang bertanggung jawab atas segala yang terjadi dalam rumah tangga, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari semua anggota keluarga yang
menjadi tanggungannya. Jumlah anggota keluarga petani adalah semua orang yang tinggal dalam rumah dan kebutuhannya ditanggung oleh petani yang bersangkutan.
Jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi pendapatan petani. Semakin besar jumlah tanggungannya, semakin besar pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang diterima petani tersebut. Semakin besar jumlah tanggungan keluarganya, maka mereka semakin bersemangat dalam mengelola usahataninya karena adanya dorongan dan rasa tanggung jawab terhadap keluarganya. Kisaran jumlah tanggungan keluarga dari 5 petani responden di Kecamatan Ulu Ere dapat dilihat pada Tabel 9:
Tabel 9.
 Kisaran Jumlah Tanggungan Keluarga Dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No
Jumlah Tanggungan Keluarga (org)
Jumlah (org)
Persentase (%)
1.
1-5
5
100
2.
6-10
-
-
3.
≥ 10
-
-
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa  petani dengan tanggungan 1-5 adalah 5 orang dengan persentase 100%. Jumlah tanggungan keluarga sangat mempengaruhi responden dalam mengolah usahataninya, yaitu selain karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya juga karena anggota keluarga tersebut dapat membantu dalam mengambil keputusan dan dalam mengelola usahataninya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (2006), jumlah tanggungan keluarga sangat mempengaruhi responden dalam mengolah usahataninya, yaitu selain karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya juga karena anggota keluarga tersebut dapat membantu dalam mengambil keputusan dan dalam mengelola usahataninya berupa bantuan kerja.

5.1.5  Luas Lahan Garapan
Luas lahan merupakan media tumbuh bagi tanaman, tempat hewan dan manusia melakukan aktivitas kehidupannya. Luas lahan sangat mempengaruhi petani  dalam  mengambil  keputusan  dan  kebijakan dalam hal penggunaan bibit, pupuk, atau obat-obatan dan peralatan. Oleh karena itu, lahan merupakan salah satu faktor penting dalam usahatani. Kisaran luas lahan dari 5 petani responden dapat dilihat pada Tabel 10:

Tabel 10 .
 Kisaran Luas Lahan Dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No
Kisaran Luas Lahan (Ha)
Jumlah (Org)
Persentase (%)
1.
≤ 0,5
2
40
2.
> 0,5
3
60
Jumlah
5
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani responden adalah sebesar 40 % untuk petani dengan  luas  lahan  kurang  atau sama dengan 0,5 ha, dan persentase 60 % untuk petani responden yang memiliki luas lahan di atas 0,5 ha. Hal ini berarti bahwa petani responden dominan memiliki lahan yang luas sehingga hasil produksi yang dihasilkan juga cukup banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratiyah (2006), bahwa luas lahan dapat menunjukkan besarnya kemungkinan hasil produksi, dimana semakin luas lahan maka semakin besar kemungkinan hasil produksinya.

5.1.6   Keadaan Usahatani Responden
            Petani melaksanakan kegiatan usahataninya pada hamparan lahan yang merupak milik sendiri. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani wortel sekitar 0,23 – 1 ha. Adapun nilai produksi rata-rata dari usahatani wortel dan usahatani lainnya yang diusahakan petani responden dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11.
 Nilai Produksi Rata-Rata Tanaman yang Diusahakan Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No
Jenis Tanaman
Produksi
(kg/ha)
Harga (Rp/kg)
Nilai Produksi (Rp)

1.
Wortel
500
5.000
2.500.000

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Tabel di atas memperlihatkan nilai produksi tanaman wortel yang di usahakan petani responden yaitu sebesar Rp 1.000.000,-. Dalam mengelola kegiatan usahataninya menggunakan berbagai jenis peralatan. Peralatan tersebut digunakan untuk pengelolaan lahan, pemeliharaan sampai pada masa panen. Penggunaan peralatan usahatani dalam jangka waktu tertentu menyebabkan adanya penyusutan nilai alat yang disebut biaya penyusutan. Biaya penyusutan dari peralatan yang dimiliki petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 .
 Jenis dan Biaya Penyusutan Rata-Rata Peralatan Usahatani Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Nama dan Jenis Alat
Nilai Penyusutan (Rp)
Persentase (%)
1.



Mustamin
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko

6.000
-
9.000
8.000
8.000

19,35
-
29,03
25,81
25,81
Jumlah
31.000
100
2.
Dg Dangki
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko

15.000
-
9.000
10.000
7.500

36,14
-
21,69
24,10
18,07
Jumlah
41.500
100
3.
Andi Baso
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko

6.000
10.000
6.750
2.000
16.000

14,72
24,54
16,56
4,91
39,26
Jumlah
40.750
100
4.
Umar
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko

7.500
5.000
15.625
8.000
10.000

16,26
10,84
33,88
17,34
21,68
Jumlah
46.125
100
5.
Sahar
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko

12.000
-
4.500
1.600
8.000

45,98
-
17,24
6,13
30,65
Jumlah
26.100
         100
Total
185.475
500
Rata-rata
37.095
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari  Tabel  12 di atas  dapat  dilihat  bahwa  nilai  penyusutan   total alat  yang digunakan  kelima  petani  pada  usahatani  wortel   sebesar Rp 185.475,- dan rata-rata nilai penyusutan sebesar Rp 37.095,-. Besarnya nilai penyusutan tiap alat ditentukan oleh nilai pembelian, jumlah unit dan lamanya peralatan tersebut dipakai.
            Kegiatan usahatani petani responden terdiri dari proses persiapan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Sebelum dilakukan penanaman biasanya dilakukan sprouting  (pembentukan tunas).
            Pengolahan lahan dilakukan oleh sebagian besar petani dengan menggunakan cangkul lalu dibuat guludan-guludan agar tanaman tidak tergenang air. Dalam proses penanaman, jarak tanam merupakan hal yang perlu diperhatikan karena jarak tanam dapat menentukan keberhasilan usahatani dan   jarak  tanam  yang  biasa  digunakan yaitu 30 cm x 70 cm sesuai dengan yang dianjurkan. Setelah penanaman dilakukan selanjutnya adalah pengairan dan pemupukan serta pemeliharaan, pupuk yang digunakan oleh petani terdiri dari dua jenis yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (TSP, Urea dan ZA). Proses pemeliharaan yang dilakukan petani berupa penyulaman,  penyiangan serta pembumbunan. Tahap terakhir dalam proses usahatani yaitu panen dan pasca panen, dalam kegiatan pemanenan dianjurkan untuk menggunakan garpu atau sangko untuk menjaga agar umbi wortel tersebut tidak rusak, setelah umbi terambil semuanya biasanya dibiarkan dulu di atas lahan dalam beberapa saat dengan maksud diangin-anginkan dan selanjutnya dilakukan proses pemasaran.

5.2.  Pola Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Wortel
            Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Disamping itu, tenaga kerja
diklasifikasikan untuk setiap orang laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari 2 sumber, yaitu tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga petani yang berasal dari keluarga petani itu sendiri. Potensi tenaga kerja petani adalah jumlah dari tenaga kerja potensial yang terdiri dari satu keluarga petani. Tenaga kerja yang berasal dari luar merupakan tenaga kerja upahan atau buruh tani yang biasanya digunakan jika ada beberapa pekerjaan yang berat dan mendesak dan tidak sanggup dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Jenis tenaga kerja yang ada, yaitu tenaga kerja pria, wanita, anak-anak dan ternak. Pola penggunaan tenaga kerja dari petani responden pada usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 13:
Tabel 13.
 Pola Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Wortel Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Nama
HKSP
Labour Income (Rp)
1.



Mustamin
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen

0,89
0,38
25
0,38

23.125
9.375
187.500
9.375
Jumlah
26,65
229.375
2.
Dg Dangki
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen

0,88
0,63
37,5
0,5

21.875
15.625
937.500
12.500
Jumlah
39,51
987.500
3.
Andi Baso
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen

1
1
25
0,5

25.000
25.000
625.000
12.500
Jumlah
18,5
687.500
4.
Umar
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen

0,63
1
37,5
0,63

15.625
25.000
937.500
15.625
Jumlah
39,76
993.750
5.
Sahar
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen

0,38
0,63
22,5
0,38

9.375
15.625
562.500
9.375
Jumlah
23,89
      596.875
Total
148,31
3.931.250
Rata-rata
29,66
786.250
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah HKSP rata-rata usahatani wortel sebesar 29,66 HOK dengan biaya rata-rata sebesar Rp 786.250,-.
5.3. Farm Income Analysis
               Farm Income analysis adalah suatu cara menganalisis perhitungan pendapatan usahatani. Analisis tersebut meliputi : Farm Enterprice Gross Output (GO), Farm Enterprice Gross Marginal (GM) Net Farm Income (NFI). Analisa ini bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani yang diusahakan memperoleh keuntungan dan layak dikembangkan atau mengalami kerugian sehingga usahatani tersebut sebaiknya dihentikan saja dan diganti dengan usahatani yang lebih menguntungkan.
5.3.1.  Farm Interprice Income Gross Output
            Farm Interprice Income Gross Output merupakan suatu analisis pendapatan yang dapat menghitung total pendapatan dari jumlah produksi yang dihasilkan dan disesuaikan dengan harga barang yang dihasilkan persatuan.. Untuk lebih jelasnya, Gross Output dari kelima responden dapat dilihat pada Tabel 14:



Tabel 14         Perhitungan Gross Output Rata-Rata dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No
Nama
Luas
Lahan (ha)
Produksi (kg)
Farm Get
Price (Rp/kg)
FEIGO
1
Mustamin
0,25
125
5.000
625.000
2
Dg Dangki
1
500
5.000
5.000.000
3
Andi Baso
1
500
5.000
5.000.000
4
Umar
1
500
5.000
5.000.000
5
Sahar
0,23
115
5.000
575.000
Total
3,48
1740
25.000
16.200.000
Rata-rata
0,69
348
5.000
3.240.000
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
            Dari tabel diatas terlihat bahwa responden dengan nilai Gross Output Rp 1.000.000 terdapat 3 responden yaitu Mustamin, Dg Dangki, Andi Baso, sedangkan responden dengan pendapatan terendah yaitu Pak Sahar dengan gross output Rp 230.000. Pendapatan dari hasil produksi tersebut dapat dipengaruhi oleh luas lahan yang digunakan untuk berusahatani, intensitas kerja termasuk banyaknya tenaga kerja, jumlah kerja dan lamanya jam kerja.
5.3.2     Farm Interprice Income Gross Margin
            Farm Enterprice Income Gross Margin  adalah analisa pendapatan untuk menghitung total pendapatan dari jumlah produksi yang dihasilkan dan penyesuaiannya dengan harga barang yang dihasilkan persatuan dikurangi dengan biaya-biaya variabel. Atau dapat juga dikatakan keuntungan kotor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 dibawah ini:
Tabel 15.        Perhitungan Gross Margin Rata-Rata dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Nama
Luas Lahan (ha)
FEIGO
(Rp)
Biaya Variabel
FEIGM
(Rp)
1
Mustamin
0,25
625.000
384.375
240.625
2
Dg Dangki
1
5.000.000
1.247.500
3.752.500
3
Andi Baso
1
5.000.000
927.500
4.072.500
4
Umar
1
5.000.000
1.313.750
3.686.250
5
Sahar
0,23
575.000
356.875
218.125
Total
3,48
16.200.000
4.230.000
11.970.000
Rata-Rata
0,69
3.240.000
846.000
2.394.000
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
            Dari Tabel 15 di atas dapat diketahui bahwa total Gross Margin komoditi wortel adalah Rp 11.970.000,- dan nilai  rata-rata Gross Margin untuk komoditi wortel adalah Rp 2.394.000,-.

5.3.3.   Net Farm Income
Pendapatan usahatani memerlukan keterangan pokok sebanyak 2, yaitu keadaan penerimaan, dan keadaan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu. Analisa tingkat produksi usahatani sangat berguna bagi petani karena dengan menghitung pendapatan yang diperoleh sedangkan petani responden dapat mengetahui dan menghitung apakah cabang usahataninya dapat dikembangkan atau tidak. Net Farm Income dari kelima responden dapat dilihat pada Tabel 16:
Tabel 16.

 Perhitungan Net Farm Income dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Nama Responden
Net Farm Income Wortel
(Rp)

1
Mustamin
230.625

2
Dg. Dangki
3.742.500

3
Andi Baso
4.062.500

4
Umar
3.676.250

5
Sahar
208.125

Total
11.920.000

Rata-Rata
2.384.000

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.

            Dari tabel diatas terlihat bahwa responden dengan pendapatan bersih tertinggi untuk tanaman kentang  yaitu Andi Baso sebesar Rp 4.062.500,- dan terendah Pak Sahar yaitu sebesar Rp 208.125,-. Besarnya Net Farm Income tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dari hasil produksi dan biaya produksi, dimana biaya tenaga kerja diperhitungkan. Hal tersebut menunjukkan usahatani lebih produktif khususnya  dalam  besarnya   jumlah   produksi   dan   hasil  penjualannya. 
5.3.4. Revenue Cost Ratio
            Revenue Cost Rasio merupakan perbandingan antara total nilai produksi dengan total biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam mengelola usahataninya. R/C ratio juga dapat mengetahui kelayakan suatu usahatani, apakah usahatani tersebut dapat dilanjutkan atau tidak.
            Jika R/C ratio ≥ 1, maka usahatani tesebut layak untuk dikembangkan, jika R/C ratio ≤ 1, maka usahatani tersebut tidak layak dikembangkan dan jika R/C ratio = 1, maka usahatani tersebut selalu impas. Perhitungan R/C Ratio dari kelima petani responden dapat dilihat pada Tabel 17:
Tabel 17.        Perhitungan R/C Ratio Usahatani dari 5 Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
Nama Responden
R/C Ratio Wortel
1
Mustamin
0,58
2
Dg Dangki
2,98
3
Andi Baso
4,33
4
Umar
2,78
5
Sahar
0,58
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari Tabel 17 di atas terlihat bahwa R/C Ratio dari kelima petani responden untuk usahatani wortel yang usahataninya dikatakan layak terdapat 3 responden yaitu Dg Dangki, Andi Baso, dan Umar sedangkan untuk Mustamin dan Sahar usahataninya dikatakan tidak layak karena nilai R/C Ratio < 1.
5.4.  Aspek Pemasaran
            Pemasaran adalah suatu proses social dan managerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2007).                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
Lebih lanjut Kotler dalam Suratiyah (2007), bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Pemasaran secara sederhana pada prinsipnya merupakan aliran barang dari produsen ke konsumen.
            Komoditi pertanian yang dibudidayakan di daerah ini, dalam hal pemasaran, mempunyai kesamaan dalam beberapa hal. Para responden yang ingin memasarkan produknya langsung membawanya ke pasar yang terdekat di daerah ini. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi, yang pada akhirnya nanti akan menambah perolehan keuntungan mereka.

Lampiran. Perhitungan Biaya Variabel dan Biaya Tetap Cabang Usahatani Wortel dari 5 Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.

a. Responden 1: Mustamin

Biaya Variabel
        
         Bibit                                                                   = Rp.   ,-
         Urea                                                                  = Rp.   85.000,-
         Pestisida                                                           = Rp. 20.000,-                      
         Tenaga Kerja : 
Pengolahan         Rp     23.125,-
Penanaman         Rp       9.375,-
Pemeliharaan      Rp   187.500,-
Panen                   Rp       9.375,-
                                                                         +
                                                                       
                                                                                    = Rp.    229.375,-
                                                                                                                  +
         Total Biaya Variabel                                       = Rp.     384.375,-

Biaya Tetap

            Pajak                                                              = Rp.   10.000
                                                                                                                  +
            Total Biaya Tetap                                            Rp.    10.000,-

Total Biaya  = Biaya Variabel + Biaya Tetap 
                        = Rp 384.375,- + Rp 10.000,-

                                                                                    = Rp. 394.375,-














b. Responden 2: naradin

Biaya Variabel
        
         Bibit                                                                   = Rp       0,-
         Urea                                                                  = Rp.   105.000,-
         ZA                                                                      =Rp.    110.000,-
         Pestisida                                                           = Rp.      40.000,-                  
         Tenaga Kerja : 
Pengolahan         Rp       800.000,-
Penanaman         Rp       700.000,-
Pemeliharaan      Rp       500.000,-
Panen                   Rp       1.000.000,-
                                                                         +
                                                                       
                                                                                    = Rp.    3.000.000,-
                                                                                                                  +
         Total Biaya Variabel                                       = Rp.     3.255.000,-

Biaya Tetap

            Pajak                                                              = Rp.   100.000
                                                                                                                  +
            Total Biaya Tetap                                            Rp.    100.000,-

Total Biaya  = Biaya Variabel + Biaya Tetap 
                        = Rp 3.255.000,- + Rp 100.000,-

                                                                                    = Rp. 3.155.500,-

c. Responden 3: Imran

Biaya Variabel
        
         Bibit                                                                   = Rp.   50.000,-
         Urea                                                                  = Rp.   75.000,-
         ZA                                                                      =Rp.    85.000
         Pestisida                                                           = Rp.  150.000,-                   
         Tenaga Kerja : 
Pengolahan         Rp     800.000,-
Penanaman         Rp     700.000,-
Pemeliharaan      Rp     650.000,-
Panen                   Rp     1.000.000,-
                                                                         +
                                                                       
                                                                                    = Rp.   3.150.000 ,-
                                                                                                                  +
         Total Biaya Variabel                                       = Rp.     3.510.000,-

Biaya Tetap

            Pajak                                                              = Rp.   100.000
                                                                                                                  +
            Total Biaya Tetap                                            Rp.    100.000,-

Total Biaya  = Biaya Variabel + Biaya Tetap 
                        = Rp 927.500,- + Rp 10.000,-

                                                                                    = Rp. 937.500,-


d. Responden 4: Umar

Biaya Variabel
        
         Bibit                                                                   = Rp.   100.000,-
         Urea                                                                  = Rp.   170.000,-
         Pestisida                                                           = Rp. 50.000,-                      
         Tenaga Kerja : 
Pengolahan         Rp     15.625,-
Penanaman         Rp       25.000,-
Pemeliharaan      Rp   937.500,-
Panen                   Rp       15.625,-
                                                                         +
                                                                       
                                                                                    = Rp.    993.750,-
                                                                                                                  +
         Total Biaya Variabel                                       = Rp.     1.313.750,-

Biaya Tetap

            Pajak                                                              = Rp.   10.000
                                                                                                                  +
            Total Biaya Tetap                                            Rp.    10.000,-

Total Biaya  = Biaya Variabel + Biaya Tetap 
                        = Rp 1.313.750,- + Rp 10.000,-

                                                                                    = Rp. 1.323.750,-





e. Responden 5: Sahar

Biaya Variabel
        
         Bibit                                                                   = Rp.   50.000,-
         Urea                                                                  = Rp.   85.000,-
         Pestisida                                                           = Rp. 10.000,-                      
         Tenaga Kerja : 
Pengolahan         Rp     9.375,-
Penanaman         Rp       15.625,-
Pemeliharaan      Rp   187.500,-
Panen                   Rp       9.375,-
                                                                         +
                                                                       
                                                                                    = Rp.    221.875,-
                                                                                                                  +
         Total Biaya Variabel                                       = Rp.     366.875,-

Biaya Tetap

            Pajak                                                              = Rp.   10.000
                                                                                                                  +
            Total Biaya Tetap                                            Rp.    10.000,-

Total Biaya  = Biaya Variabel + Biaya Tetap 
                        = Rp 366.875,- + Rp 10.000,-

                                                                                    = Rp. 366.875,-