Gadis itu terdiam kuyu. Aku tahu banyak hal yang ia alami
belakangan ini. Di samping ranjang putih berbahan besi. Dadaku semakin
teriris melihatnya tertidur tanpa daya. Entah harus bagaimana cara agar
dia kembali pulih. Tertawa bersamaku, menyuguhkan kopi terenak
buatannya, dan bahkan jika dia harus merepotkanku dengan
aturan-aturannya. Apapun itu asalkan ia bisa tersenyum sehangat minggu
kemarin.
Dia gadis yang cantik. SEBUT SAJA titik, matanya SIPIT dengan kulit putih. Tapi itu tak
pernah menyurutkan perasaanku padanya. Bahkan aku sendiri tak tahu,
mungkinkah ada hal yang mampu menyurutkan perasaanku padanya. Aku selalu
melihat cerahnya salju di dalam tatapan matanya.
"Apa yang kau lakukan disini?" K bangun dari tidurnya. Lagi-lagi dia menolak kehadiranku.
"Aku selalu datang. Tak pernah tidak!" jawabku tegas.
"Tapi, sudah kukatakan kau tak perlu datang. Tak ada yang mengharapkanmu." jawabnya sinis.
"Aku tahu kau membutuhkanku!" suaraku sedikit meninggi.
"Tidak sama sekali! Ada ayah dan ibuku. Aku tak membutuhkanmu." R enggan menatapku.
"Kenapa kau menghindariku?" tak ada yang terdengar. R enggan menjawab pertanyaanku. Seolah ia lumpuh berbicara.
Hari ini sudah genap dua minggu ia terbaring lemah di rumah
sakit. Dan terhitung lima hari sudah dia tak mau menemuiku. Aku sendiri
tak tahu apa alasannya. Dia menghindariku. Padahal masih teringat dengan
jelas di memoriku. Sebelum tubuhnya tergulai seperti ini akulah orang
yang dipeluknya. Akulah yang ia teriaki bantuan.
Sikapnya berubah lima hari terakhir. Semua penjenguk ia terima, sekali lagi terkecuali aku.
Sore itu aku berniat memperjelasnya. Aku tak ingin dia pergi dalam keadaan membenciku.
Langkahku sedikit ragu memasuki ruangannya. Sempat beberapa kali
aku ingin mundur teratur. Tapi, aku yakin hanya pengecut yang akan
melakukannya.
"Kenapa kau menghindariku?" aku menatapnya. Kali ini dia menatapku. Walaupun hanya sepersekian detik.
"Kenapa kau harus memperhatikanku?" balasnya.
"Kau konyol!" makiku, dia selalu pintar untuk mengalihkan pertanyaan. "Kau tahu aku mencintaimu!" lanjutku lagi.
"Kenapa
kau mencintaiku?" K perlahan menunduk. Aku tahu suasana hatinya
semakin teriris sekarang. Aku tahu dia menyembunyikan sesuatu dariku.
"Kumohon!
Harus berapa kali kukatakan bahwa aku mencintaimu!" K terisak
pelan. Menghapus airmatanya cepat. Ia tak ingin terlihat lemah
dihadapanku. Akan selalu begitu.
"Apa maumu?" tanyanya dalam keadaan masih terisak.
"Aku
mencintaimu! Sudah berapa kali aku mengatakan itu. Kau sudah mengetahui
itu dengan pasti. Bolehkan aku mengetahui perasaanmu padaku?" tanganku
mencoba meraih tangannya yang lemah.
Pipinnya semakin menirus. Wajahnya semakin pucat. Dia akan semakin lemas.
"Aku
tak bisa melakukan apa-apa! Apa yang kau harapkan dariku!" suaranya
masih dalam keadaan terisak. "Kau tahu, aku membutuhkan jantung baru!
Setidaknya jika aku pergi. Kau akan merasa lebih baik." dia
menunduk.
Kucoba menyentuh pipinya. "Aku mempertanyakan perasaanmu."
"Aku
yakin, kau tahu perasaanku. Aku juga mencintaimu. Tapi, perasaan ini
tak akan pernah berarti sebelum aku menemukan jantung baru. Dan,
ketika aku gagal menemukan jantungku, kuharap kau mampu menghapus
rasa ini."
"Bertahanlah, demi aku!"
"Demi cintamu." K tersenyum sebentar.
Yah,
dialog itulah yang terngiang dalam benakku. Sangat jelas. Kini semuanya
tinggal kenangan. Hari ini, tepat 2 TAHUN KAUu, K.
Setidaknya aku tenang karena telah MENGUKAPKAN mencintai orang yang tepat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar