I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa
lahan yang relatif cukup luas dan subur. Dengan iklim, suhu dan kelembaban yang
cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman sayuran, maka
hampir seluruh tanaman sayuran dapat
tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman sayuran yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk
Indonesia adalah tanaman wortel (Daucus carota L.).
Prospek
pengembangan budidaya wortel di Indonesia amat cerah. Selain keadaan
agroklimatologis wilayah nusantara cocok untuk wortel, juga akan berdampak positif
terhadap peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, perluasan kesempatan
kerja, pengembangan agribisnis, pengurangan impor sangat membantu petani wortel
untuk memasarkan hasil pertaniannya ke pasar, dan mereka tidak bersaing dengan
wortel impor.
Permintaan
pasar dunia pada masa mendatang diperkirakan meningkat terus sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, makin membaiknya pendapatan masyarakat dan makin
tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Menurut data International
Rice Research Institute (IRRI), perkiraan cepatnya laju pertumbuhan penduduk
akan berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan komoditas sayuran khususnya
wortel. Hal ini karena masyarakat telah menyadari akan pentingnya gizi bagi tubuh.
Wortel mempunyai kandungan gizi yang sangat tinggi terutama vitamin dan mineral.
Sejalan
dengan program peningkatan kesehatan yang dilakukan pemerintah pengetahuan
masyarakat kini semakin meningkat pula. Salah satu perhatian masyarakat dengan
meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha
untuk memanfaatkan lebih banyak lagi
sayuran
dan buah-buahan.
Kedua jenis bahan makanan ini banyak mengandung berbagai vitamin, mineral dan
zat lainnya yang sangat diperlukan dalam tubuh manusia.
Sejalan
dengan program peningkatan kesehatan yang dilakukan pemerintah pengetahuan
masyarakat kini semakin meningkat pula. Salah satu perhatian masyarakat dengan
meningkatnya pengetahuan tentang kesehatan adalah usaha untuk memanfaatkan
lebih banyak lagi sayuran dan buah-buahan. Kedua jenis bahan makanan ini banyak
mengandung berbagai vitamin, mineral dan zat lainnya yang sangat diperlukan
dalam tubuh manusia.
Dalam
program penelitian pengembangan hortikultura di Indonesia garapan Puslitbang
Hortikultura tahun 2010-2011, wortel sudah termasuk komoditi utama yang mendapat
perhatian dari pemerintah. Wortel sangat diperlukan tubuh, Karena wortel memiliki
kandungan gizi terutama vitamin dan mineral. Untuk itulah sayuran ini baik dikonsumsi
dalam menu makanan sehari-hari guna mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral
yang esensial bagi tubuh (Ali dan Rahayu, 2010). Usahatani wortel secara
intensif sistem agribisnis memberikan keuntungan yang memadai. Potensi daya wortel
varietas unggul dapat mencapai 20-25 ton/hektar.
Kondisi ekonomi
pada hakikatnya ditentukan oleh harga-harga hasil panen yang diterima petani
dan biaya input yang dipakainya. Dan analisis pendapatan usahatani secara
mendasar harus diketahui urutan aktivitas budidaya cabang tersebut, barulah
kemudian dapat diteruskan dengan perhitungan ekonomi yang menyangkut biaya,
penerimaan, dan pendapatan serta kriteria yang dapat dijadikan ukuran
keberhasilan usaha tersebut atau membandingkan dengan usaha yang lainnya.
Berdasarkan
uraian dari latar belakang di atas,
maka tampak bahwa pengembangan budidaya tanaman wortel, akan menguntungkan untuk
usahatani bagi petani. Oleh karena itu kami
mengambil judul mengenai “ Analisis Usahatani Tanaman Wortel (Daucus carota L.).
1.2
Tujuan dan Kegunaan
1.2.1 Tujuan Praktek Lapang
Tujuan diadakannya
praktek lapang ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui berapa produksi usahatani dan tingkat pendapatan atau penerimaan
yang diperoleh petani dari usahataninya.
2.
Untuk membandingkan pendapatan antara petani satu dengan
petani lainnya.
1.2.2
Kegunaan
Praktek Lapang
Adapun kegunaan dari praktek lapang
ini adalah :
1. Sebagai
masukan dalam menganalisis usahatani dan membandingkan teori yang diperoleh
dari bangku kuliah dengan kenyataan yang terdapat di lapangan.
2. Sebagai
bahan informasi pada praktek lapang selanjutnya dan bahan pertimbangan
pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan khususnya dalam pengelolaan
usahatani.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Petani
Petani
adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan
pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga,
buah
dan lain-lain),
dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan
sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan
bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk penenunan dan pembuatan pakaian (Anonim1, 2010).
Petani
secara tunggal (sendiri) tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah
keadaan usahataninya sendiri. Oleh karena itu, petani memerlukan bantuan dari luar, baik secara langsung dalam bentuk bimbingan
dan pembinaan usaha, maupun tidak langsung dalam bentuk intensif yang dapat
mendorong petani menerima hal-hal baru hingga mengadakan tindakan perubahan.
Bentuk- bentuk intensif ini seperti
jaminan tersedianya sarana produksi yang
diperlukan oleh petani dalam jumlah yang cukup, harganya
yang terjangkau, dapat dipertimbangkan dalam
usaha, dan selalu dapat diperoleh secara kontinyu.
Bentuk intensif yang lainnya
seperti menjamin pemasaran hasil, menjamin tersedianya
kredit yang tidak memberatkan
petani, menjamin adanya dan kontinyu
nya
informasi teknologi, serta adanya peraturan-peraturan yang melindungi hak-hak
petani dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang memberikan keleluasaan bagi petani
untuk bertindak dalam pengembangan usahataninya (Hernanto dalam Trianti, 2006).
Terdapat
pendapat lain mengenai defenisi petani yang dinyatakan oleh Koentjaraningrat
(2005). Menurutnya, petani atau peasant
itu, rakyat pedesaan yang hidup dari pertanian dengan teknologi lama, tetapi
merasakan diri bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar, dengan
suatu bagian atas yang dianggap lebih halus dan beradab dalam masyarakat kota.
Sistem ekonomi dalam masyarakat petani itu berdasarkan pertanian (bercocok
tanam, peternakan, perikanan) yang menghasilkan pangan dengan teknologi yang sederhana
dan dengan kesatuan-kesatuan produksi yang tidak berspesialisasi.
Soetriono dalam Wedari, dkk., (2006) mengemukakan
bahwa status petani dibedakan atas petani pemilik, berarti golongan petani yang
memiliki tanah dan dia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan
menggarapnya; petani penyewa, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah
orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri, dimana
lama kontrak sewa tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan
penyewa; petani penyakap, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang
lain; buruh tani, berarti petani yang digolongkan berdasarkan cara mendapatkan
tanah milik orang lain untuk dikerjakan. Petani dalam menjalankan usahataninya
terlibat dalam dua peranan, yaitu petani sebagai penggarap dan petani sebagai
manajer. Petani sebagai manajer mempunyai keterampilan dalam menjalankan
usahataninya, menyangkut kegiatan otak yang didorong oleh keinginan, tercakup
di dalamnya pengambilan keputusan dan pemilihan alternatif yang ada.
2.2
Usahatani
Ilmu usahatani adalah
ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir
faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga
memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan,ilmu usaha
tani i merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
seefektif dan seefesien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin.
Pada dasarnya usaha tani berkembang terus dari awal hanya
bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya
merupakan usahatani swasembada atau subsisten. Oleh karena sistem penggelolaan
yang lebih baik maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga
bercorak usaha tani swasembada keuangan.pada akhirnya karena berorientasi pada
pasar maka menjadi usahatani niaga (Suratiyah, 2008).
Istilah usaha tani lebih tepat
digunakan pada pertanian rakyat, karena mencakup pengertian yang lebih luas,
yaitu mulai dari bentuk paling bersahaja sampai pada bentuk yang paling modern.
Pada kenyataannya, usahatani dan perkebunan menggunakan faktor produksi yang
sama dalam berproduksi, pada keduanya terdapat penyatuan faktor-faktor produksi
alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan untuk memperoleh produksi dilapangan
pertanian (Suratiyah, 2008).
2.3 Komoditi
Wortel
Wortel (Daucus carota L.) bukan tanaman asli
Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal
dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500
tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah
sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya
ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Anonim 2, 2011).
Sayuran ini
sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer sebagai sumber vitamin A
karena memiliki kadar karotena (provitamin A). Selain itu, wortel juga
mengandung vitamin B, vitamin C, sedikit vitamin G, serta zat-zat lain yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok tanamannya berupa rumput dan menyimpan
cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar tunggang
yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Umbi
berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika dimakan mentah terasa
renyah dan agak manis. (Anonim 3, 2008).
Wortel
merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24 °C), lembab, dan
cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di
daerah berketinggian antara 1.200 - 1.500 m dpl. Sekarang wortel sudah dapat
ditanam di daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan untuk menanam wortel pada
tanah yang subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5,5 - 6,5. Tanah yang kurang
subur masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan intensif.
Kebanyakan tanah dataran tinggi di Indonesia mempunyai pH rendah. Bila
demikian, tanah perlu dikapur, karena tanah yang asam menghambat perkembangan
umbi (Sunarjo, 2008).
Di
Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu
daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke
daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan hasil survei
pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS, 1991) luas areal panen
wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di 16 propinsi yaitu; Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Sunarjo, 2008).
2.4
Proses Produksi
Produksi adalah suatu proses dimana
dapat dihasilkan satu barang yang siap pakai atau dikonsumsi. Jadi kegiatan
produksi adalah melaksanakan rencana produksi yang telah dibuat dan merupakan
kegiatan yang mempunyai masa yang cukup lama serta terkait dengan bagaimana
mengelola proses produksi (Gumbira, dkk. 2004).
Fungsi produksi adalah menunjukkan
berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input
yang berbeda. Melalui fungsi produksi itu dapat dilihat secara nyata bentuk
hubungan perbedaan jumlah dari faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh
sejumlah produksi, dan sekaligus menunjukkan produktivitas dari hasil itu
sendiri (Sukirno, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi tanaman berdasarkan produktivitas lahan yaitu kemampuan suatu tanah
dalam situasi dan kondisi yang normal untuk menghasilkan suatu jenis tanaman
atau beberapa jenis tanaman secara berturut-turut (bergiliran) yang dikelola
menurut suatu pola manajemen (Djamal, 2000).
Komponen-komponen dalam usaha pertanian
tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain karena saling mempengaruhi/
berintegrasi, yaitu: iklim, tanah, jenis tanaman, usahawannya sendiri, waktu, hama
dan penyakit yang dapat mengganggu hasil, sewaktu di lapangan maupun dalam penyimpanan
(Djamal, 2000).
Manusia sebagai pengusaha atau
faktor yang berdiri di belakang, mempunyai dedikasi untuk mengendalikan
faktor-faktor yang dapat dikendalikannya demi keberhasilan usahanya yang
disebut usaha “pertanian” (Hernanto dalam Wajdi, 2006).
Terdapat tiga komponen penting yang
sangat mempengaruhi suatu proses produksi yaitu (Gumbira, dkk. 2004):
1.
Kualitas
Sarana dan prasarana dengan kualitas
yang cukup yang digunakan dalam proses produksi, membuat outputnya pun semakin
berkualitas atau baik.
2.
Produktivitas Tanah
Produktivitas tanah adalah kemampuan
sebidang tanah dalam situasi dan kondisi yang normal untuk menghasilkan suatu
jenis tanaman atau beberapa jenis tanaman berturut-turut (bergiliran) yang
dikelola menurut suatu pola manajemen. Kesuburan tanah dapat mempunyai peranan
yang menentukan dalam kepastian tinggi rendahnya produktivitas. Pencapaian
efektivitas dan efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan sarana
produksi merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan tingkat
produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
3.
Kuantitas
Faktor-faktor
produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut
output. Pengorganisasian mengenai sumber daya berupa
input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan sangat berguna bagi
pencapaian efisiensi usaha dan waktu. Pencapaian efisiensi dalam
pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi lebih mengarah kepada
optimasi penggunaan berbagai sumber daya tersebut sehingga dapat dihasilkan
output maksimun dengan biaya tetap atau biaya minimum dengan output tetap.
2.5
Faktor-Faktor
Produksi
Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah
proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor
sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun
tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor
fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap
sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin
pentingnya peran informasi di era globalisasi ini. Secara total, saat
ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labour),
modal (capital), sumber daya fisik (physical resources),
kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information
resources) (Griffin R: 2006).
Faktor-faktor
produksi yang pokok dapat meliputi tanah (lahan), tenaga kerja, modal dan
manajemen. Manusia, tanah, tanaman ataupun hewan merupakan satu
kesatuan organisasi yang tak terpisahkan dalam usahatani. Apabila satu dari
ketiga faktor tersebut tidak ada maka produk yang dihasilkan tidak akan
memuaskan atau mengalami kegagalan. Oleh karena itu ketiga faktor tersebut
disebut Tritunggal Usahatani (Patong, 1978).
Faktor produksi
fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya
yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya
adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw
material). Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung
maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga
kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi
tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan
yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat
dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan
berdasarkan sifat kerjanya (Patong, 1978).
Berdasarkan
kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga
kerja terampil, dan tenaga
kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan
pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. Tenaga kerja terampil adalah tenaga
kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu
sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las,
dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja
tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak
membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya
tukang sapu, pemulung, dan lain-lain (Patong, 1978).
Berdasarkan
sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga
kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan
pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan
pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang
menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las,
pengayuh becak, dan sopir (Patong, 1978).
Modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat
digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan
sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal
asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran
dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber
dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank (Griffin R: 2006).
Berdasarkan
bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal
abstrak.
Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses
produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud
dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi
mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek (Griffin
R: 2006).
Berdasarkan
pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal
individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi
sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang
disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal
masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk
kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah
sakit
umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan (Griffin R: 2006).
Terakhir, modal
dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah
jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin
dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah
modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya,
bahan-bahan baku (Griffin R: 2006).
Faktor
kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam
mengkoordinir faktor-faktor produk Sumber daya informasi adalah seluruh data
yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini bisa berupa
ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data
ekonomi lainnya (Patong, 1978).
2.6 Biaya-Biaya Produksi
Biaya produksi atau operasional dalam sistem industri memainkan
peran yang sangat penting, karena ia menciptakan keunggulan kompetitif dalam
persaingan antar industri dalam pasar global. Berpoduksi merupakan proses
perubahan bentuk dari bahan mentah menjadi barang jadi, dengan menggunakan
alat-alat berproduksi dan tenaga kerja. Tetapi mengenai penjualan barang
selesainya adalah merupakan hubungan perusahaan tersebut dengan pihak luar
perusahaan.
Biaya produksi pada
dasarnya merupakan 3 (tiga) elemen yang saling berkaitan, yaitu: bahan langsung,
upah langsung, overhead produksi (biaya produksi tidak langsung) (Anonim 5,
2010).
Menurut
Soekartwawi dalam Suratiah (2007), biaya produksi dalam usahatani biasanya
diklasifikasikan, yaitu :
a)
Biaya
tetap (fixed cost) adalah biaya yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, contoh: pajak.
b)
Biaya
tidak tetap (variable cost) yaitu
biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh:
biaya pembelian saprodi.
c)
Biaya
marjinal (marginal cost) yaitu
perubahan biaya total dibagi dengan kenaikan output yang dihasilkan.
d)
Biaya
rata-rata (average fixed cost) adalah
keseluruhan jumlah tetap dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan.
e)
Biaya
total (total cost) adalah seluruh
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya tetap dan
biaya variabel.
2.7 Nilai-Nilai Produksi
Nilai produksi adalah nilai ekonomis yang terkandung dan
dihasilkan dalam proses produksi sehingga dapat disebut juga bahwa hasil atau
nilai produksi adalah beberapa produk dari produksi yang dapat dijadikan petani
sebagai pendapatan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani.
Peningkatan ini mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial ekonomis
sehingga produksi di berbagai sektor pertanian dapat meningkat (Suratiyah, 2006).
Nilai produksi merupakan banyaknya pendapatan yang
diperoleh petani dalam hal penjualan hasil usahataninya. Berusahatani adalah
salah satu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan produksi, dan pada akhirnya
akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh, Selisih
keduanya merupakan pendapatan dari usahataninya (Suratiyah, 2006).
Farm Income
Analisis adalah suatu metode untuk menghitung dan mengetahui suatu pendapatan usahatani.
Dengan analisa ini dapat diketahui bahwa apakah suatu usahatani menguntungkan
atau tidak, dan dari hal ini akan memberikan kesimpulan pada kita untuk
melanjutkan atau mengembangkan suatu usahatani. Net Farm Income adalah analisa pendapatan dari seorang yang
dihitung secara keseluruhan bukan percabang usahatani (Patong, 1978).
Analisis R/C ratio
yaitu perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani,
persamaan ini digunakan untuk menghitung derajat kelayakan usahatani yang
diusahakan oleh petani. Dengan mengetahui R/C ratio ini akan memberikan
gambaran kepada kita bagaimana perkembangan dari setiap usahatani yang
dikembangkan, apakah masih dapat diteruskan atau dialihkan ke cabang usahatani
lain (Patong, 1978).
III.
METODE
PRAKTEK LAPANG
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek
lapang mata kuliah Ilmu Usaha Tani dilaksanakan pada hari jumat sampai
minggu yaitu pada tanggal 26 april – 28
april 2011 di Desa tiroang, Kabupaten pinrang.
3.2 Teknik Penentuan Responden
Penentuan
responden dalam praktek lapang mata kuliah Ilmu Usaha Tani dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling atau penunjukkan langsung di
lapangan yaitu pengambilan 1 (satu) orang untuk dijadikan responden secara acak
dari penduduk sekitar lokasi praktek lapang, dimana keduanya mempunyai
pekerjaan sebagai petani.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Metode atau
teknik yang digunakan untuk pengambilan data dan keterangan dalam praktek
lapang Usaha Pertanian dan Koperasi adalah :
a. Wawancara, yaitu pengambilan data
dengan bertatap muka langsung dengan petani responden kemudian mengajukan
beberapa pertanyaan yang terkait dengan kegiatan usahatani.
b. Observasi,
yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengamati dan meneliti secara
langsung kegiatan usahatani responden.
c. Kuisioner
merupakan suatu alat dalam pengambilan data berisi
data-data/pertanyaan-pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
usahatani.
3.4 Analisa Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh di lapangan diolah dalam bentuk
tabulasi, selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa-analisa tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Gross
Output (GO)
|
2.
Gross
Margin (GM)
|
3. Net
farm Income (NFI)
|
4. Biaya Penyusutan Alat (BPA)
BPA = ![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
5. Nilai Penyusutan Alat (NPA)
Nilai Penyusutan Alat (NPA) yaitu harga
awal dikurangi dengan harga akhir kemudian dibagi dengan lama pemakaian alat
lalu dikali dengan jumlah alat, yang kemudian diformulasikan sebagai berikut:
NPA = ![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
6. Hari Kerja Setara Pria (HKSP)
HKSP yaitu jumlah tenaga kerja
dikali hari kerja dikali jam kerja/hari dikali dengan variabel lalu dikali
dengan upah minimum propinsi yang kemudian dibagi dengan 8, yang kemudian
diformulasikan sebagai berikut:
∑ Tenaga Kerja x ∑ Jam Kerja x ∑Hari Kerja x
Variabel x UMP
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
8
Keterangan:
·
Laki-laki =
1
·
Perempuan
=
0,7
·
Anak-anak =
0,3
·
Mesin = 3
·
UMP =
Rp 25.000,-
7. Revenue Ratio (R/C Ratio)
R/C ratio yaitu total penerimaan
dibagi dengan total biaya, yang kemudian diformulasikan sebagi berikut:
R/C Ratio =
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.gif)
Keterangan: R/C Ratio > 1, usahatani layak
dikembangkan
R/C
Ratio < 1, usahatani tidak layak dikembangkan
R/C
Ratio = 1, usahatani impas.
8.
Perhitungan B/C Ratio
B/C Ratio =
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.gif)
Keterangan:
TR1 =
Pendapatan cabang usahatani I
TR2 =
Pendapatan cabang usahatani II
TC1 = Biaya
untuk cabang usahatani I
TC2 = Biaya
untuk cabang usahatani II
Kriteria:
B/C Ratio >
0, usahatani menguntungkan
B/C Ratio <
0, usahatani tidak menguntungkan
B/C Ratio = 0,
usahatani impas
|
Keterangan :
a =
Biaya
produksi
cabang usahatani II
b =
Penerimaan
cabang usahatani I
c =
Biaya
Produksi
cabang usahatani I
d =
Penerimaan
cabang usahatani II
Kriteria:
( a+b ) > ( c+d ) = Menguntungkan
( a+b ) < ( c+d ) = Tidak Menguntungkan
( a+b ) = ( c+d ) = Impas
IV. KEADAAN UMUM
LOKASI
4.1
Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kabupaten
Bantaeng memiliki letak astronomis ± 120 Km arah selatan Makassar dengan posisi
5°21’23” LU-5°35’26” LS dan 119°51’42” BB-120°05’26”
BT. Daerah Desa Bonto Marannu merupakan daerah dataran tinggi, dengan suhu yang
sangat dingin termasuk dalam Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng.
Letak geografis
Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki luas areal sekitar 106,95 km2 atau 27,01% wilayah
Kabupaten Bantaeng, dengan batas wilayah sebagai berikut:
·
Sebelah
Utara : berbatasan dengan Desa
Bontolojong
·
Sebelah
Timur : berbatasan dengan Desa
Bontotangnga
·
Sebelah
Selatan : berbatasan dengan
Desa Bontodaeng
·
Sebelah
Barat : berbatasan dengan Kabupaten
Jeneponto
4.2
Keadaan Penduduk
4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
kerja dan juga sangat menentukan dalam klasifikasi pembagian kerja. Berdasarkan
data sekunder, penduduk di Desa Bonto Marannu dapat di kelompokkan menurut jenis kelamin. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Penduduk Berdasarkan Jenis di Desa Bonto Marannu,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
(Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
Laki-laki
Perempuan
|
675
705
|
49
51
|
Total
|
1.380
|
100
|
Sumber: Kantor Desa Bonto
Marannu, 2011.
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan
jumlah penduduk perempuan. Dimana jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 675 jiwa dan perempuan sebanyak 705 jiwa. Ini dapat dilihat bahwa persentase jumlah penduduk paling tinggi
adalah jumlah penduduk perempuan dengan persentase 51 % dan persentase jumlah
penduduk yang paling rendah adalah jumlah penduduk laki-laki dengan persentase
49 %.
Angka di atas
juga menunjukkan bahwa penduduk perempuan merupakan salah satu sumber daya pembangunan
yang pengaruhnya cukup besar. Partisipasi aktif perempuan dalam setiap proses
pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya
kaum perempuan akan memperlambat proses pembangunan atau bahkan perempuan dapat
menjadi beban pembangunan itu sendiri (Anonim, 2008).
4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Berdasarkan mata pencaharian,
penduduk Desa Bonto Marannu mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Selain itu tidak sedikit pula penduduk memiliki mata
pencaharian misalnya sebagai supir, pedagang, pegawai negeri sipil (PNS),
montir, wiraswasta, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk
berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
No.
|
Mata Pencaharian
|
Jml Penduduk (Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
|
Petani
Pedagang
Pengrajin
Buruh/Swasta
Karyawan Swasta
Buruh tani
Peternak
Tukang Kayu
Tukang Batu
Guru Swasta
Supir
PNS
Montir
|
608
178
150
110
56
50
35
18
15
15
13
8
6
|
48,2
14,1
11,8
8,7
4,5
3,9
2,8
1,5
1,2
1,2
1
0,6
0,5
|
Total Tenaga Kerja
|
1.262
|
100
|
Sumber:
Kantor Desa Bonto Marannu, 2011.
Tabel 2 menunjukkan
bahwa penduduk Desa Bonto Marannu sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu
dengan jumlah 608 orang. Disusul oleh pedagang dengan jumlah 178 orang.
Pengrajin, buruh/swasta,karyawan swasta,buruh tani, peternak, masing-masing 110
orang, 56 orang, 50 orang, 35 orang. Sedangkan tukang kayu, tukang bati, guru
swasta dan supir memiliki jumlah yang hampir sama yaitu berturut-turut adalah
18 orang, 15 orang, 15 orang dan 13 orang. Penduduk yang bermata pencaharian
sebagai montir hanya 5 orang dan PNS
hanya delapan orang saja. Keseluruhan penduduk yang memiliki mata pencaharian
sejumlah 1262 orang.
4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan
Umur
Umur
merupakan tingkatan nilai usia yang dimiliki seseorang. Usia produktif adalah
usia dimana seseorang sudah bisa bekerja. Usia produktif itu dimulai pada usia
15 tahun sampai dengan 65 tahun. Dengan umur kita dapat melihat kualitas dari
kerja manusia. Dalam bidang pertanian tingkatan usia merupakan faktor penting,
semakin muda usia maka kekuatan untuk menghasilkan produksi lebih maksimal.
Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk Desa Bonto Maranno menurut kisaran umur.
Tabel
3. Jumlah penduduk Menurut Usia di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere,
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
Kelompok
Umur (Tahun)
|
Jumlah
(Jiwa)
|
Persentase
(%)
|
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
50 – 54
55 – 59
> 60
|
139
120
132
144
131
143
108
85
123
96
54
38
67
|
10
8,6
9,5
10,4
9,5
10,3
7,8
6,1
8,9
6,9
3,9
2,7
5,4
|
Jumlah
|
1380
|
100
|
Sumber: Data Sekunder,
2011.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk
di Desa Bonto Marannu sebanyak 1.380 jiwa, dengan persentase yang paling tinggi
yaitu pada kisaran kelompok umur 15 -19 tahun dan persentase jumlah penduduk
yang terendah yaitu pada kisaran kelompok umur 55-59 tahun.
4.3 Keadaan Umum Sarana dan
Prasarana
Sarana adalah segala
sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai makana dan tujuan. Prasarana
adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu
proses. Dari berbagai definisi menurut para ahli dapat diartikan bahwa sarana
prasarana adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis
bangunan/tanpa bangunan beserta dengan perlengkapannya dan memenuhi persyaratan
untuk pelaksanaan kegiatan (Rosy, 2009).
Pada
umumnya sarana dan prasarana yang ada didaerah pertanian masih sangat kurang.
Meskipun ada, keadaannya tidak jauh dari kekurangan. Baik dari kuantitas maupun
kualitas dari sarana dan prasarana yang ada belum begitu baik dan belum dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat petani di sekitarnya. Adapun sarana dan prasarana yang biasa dijumpai pada
masyarat tani antara lain sarana pendidikan, sarana peribadatan dan fasilitas
kesehatan
(Rosy, 2009).
Suatu wilayah dapat dikatakan mengalami perkembangan jika wilayah tersebut
mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, sehingga penduduknya dapat
menggunakannya sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Sarana dan
prasarana tersebut antara lain sarana perhubungan, peribadatan, pemukiman, dan
pendidikan (Rosy 2009). Berikut adalah data sarana
dan prasarana di Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan:
Tabel 4.
|
Keadaan Umum Sarana dan Prasarana di
Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan,
2011.
|
No
|
Sarana
dan Prasarana
|
Keterangan
|
1.
|
Transportasi
- Jalan Raya
- Angkutan Pedesaan
- Kendaraan Pribadi
- Jembatan
|
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
|
2.
|
Perekonomian
- Pasar Umum
- Warung
|
Ada/baik
Ada/baik
|
3.
|
Pemukiman
- Rumah
|
Ada/baik
|
4.
|
Pendidikan
- Sekolah
|
Ada/baik
|
5.
|
Olahraga
- Lapangan
|
Ada/baik
|
6.
|
Peribadatan
- Masjid
|
Ada/baik
|
7.
|
Kesehatan
- Puskesmas
|
Ada/baik
|
8.
|
Pemerintahan
- Balai Desa
- Kantor Desa
- Kantor Urusan Agama
- Kantor Kecamatan
|
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
Ada/baik
|
9.
|
Pertanian
- Penangkaran Benih
Holtikultura
|
Ada/baik
|
Sumber: Kantor Desa Bonto Marannu, 2011.
Berdasarkan data pada tabel 4, dilihat bahwa sarana dan
prasarana di Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan rata-rata baik,
mulai dari sarana transportasi seperti jalan raya, kantor-kantor pemerintahan
dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena kecamatan ini memiliki
program-program yang sangat baik dengan tingkat partisipasi dari warganya yang
cukup tinggi. Tingkat kesadaran dari masyarakat ini juga bagus, hal ini dapat
dilihat dari rata-rata rumah warga yang telah menanam bunga untuk keindahan
rumah maupun desa mereka.
V. HASIL DAN
PEMBAHASAN
5.1. Identitas Petani
Responden
Petani
adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh
kebutuhan hidupnya dibidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani
pertanian, peternakan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Hernanto dalam
Trianti, dkk., 2006).
Identitas
seseorang menggambarkan kondisi atau keadaan serta status orang tersebut.
Identitas seorang petani penting untuk diketahui agar dapat diketahui sudah
berapa lama ia bekerja dalam bidang pertanian. Identitas petani responden
meliputi umur, tingkat pendidikan, lama berusaha tani, tanggungan keluarga,
luas dan status lahan garapan, dan pola penggunaan tenaga kerja dalam
usahatani. Identitas seseorang informan dapat memberikan informasi tentang
keadaan usahataninya, terutama dalam peningkatan produksi serta pendapatan yang
mereka peroleh.
Tabel 5.
|
Kisaran dan Rata-Rata Umur, Pengalaman
Berusahatani, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tanggungan Keluarga Petani
Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere,
Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
|
|||||||
Nama Responden
|
Usia
(thn)
|
Tingkat
Pendidikan
|
Luas Lahan
(ha)
|
Lama Berusahatani
(thn)
|
Jumlah Tanggungan Keluarga (org)
|
Status lahan
|
||
Mustamin
Dg Dangki
Andi Baso
Umar
Sahar
|
37
40
52
45
43
|
9
6
6
6
6
|
0,25
1
1
1
0,23
|
20
25
20
25
25
|
5
5
3
4
3
|
Milik
Milik
Milik
Milik
Milik
|
||
Total
|
217
|
Tamat SD
|
3.25
|
115
|
20
|
Milik
|
||
Rata-rata
|
43,4
|
0,65
|
23
|
4
|
||||
Sumber
: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa usia petani responden
rata-rata memiliki umur 43 tahun, tingkat
pendidikan rata-rata tamat SD, lama berusahatani rata-rata 23 tahun, jumlah
tanggungan rata-rata 4 orang , luas lahan rata-rata 0,65 ha. Status
lahan yang dimiliki umumnya merupakan milik sendiri.
5.1.1 Tingkat Umur
Umur sangat berpengaruh tehadap kegiatan usahatani, utamanya dalam hal
kemampuan fisik dan pola pikir. Pada umumnya petani yang berusia muda memiliki
kemampuan fisik yang lebih kuat serta pola pikir yang lebih terbuka sehingga
lebih muda dalam menerima inovasi dan teknologi maju dibanding petani yang
berumur tua. Hal ini tejadi karena petani yang masih muda berani menanggung
resiko, selain itu juga tidak terlepas dari jiwa muda yang memiliki semangat
dan motivasi tinggi untuk maju dan berkembang.
Petani yang berumur muda lebih fleksibel dalam usahataninya dan juga
petani yang berumur muda dengan tingkat pendidikan yang lebih baik akan
berusaha untuk meningkatkan usahataninya. Sebaliknya petani yang berumur tua
berusaha mempertahankan sistem pertanian yang turun temurun dan masih bersifat
tradisional dan menerapkan cara yang didapat dari orang tua dan nenek moyangnya
(Patong, dkk., 1978). Kisaran tingkat umur dari 5 petani responden di
Kecamatan Ulu Ere dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6.
|
Kisaran Umur Dari 5 Petani Responden di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
|
||||
No.
|
Kisaran Umur (Thn)
|
Jumlah (Org)
|
Persentase (%)
|
||
1.
|
≤ 40
|
2
|
40
|
||
2.
|
> 40
|
3
|
60
|
||
Jumlah
|
5
|
100
|
|||
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa umur petani responden memiliki
persentase yaitu 2 orang
responden (40 %) berumur ≤ 40 tahun dan 3 orang
responden (60 %) berumur > 40 tahun. Kelima petani
responden masih tergolong dalam usia produktif dimana usia produktif terhitung
dari umur 15 – 64 tahun.
Dilihat dari cara mengolah usahatani, petani yang
berusia muda rata-rata menggunakan alat-alat modern sedangkan petani beusia tua
lebih sering menggunakan alat-alat tradisonal. Hal ini mungkin disebabkan
karena petani yang berusia muda lebih
produktif dan informasi terbaru mengenai pertanian dapat mereka aplikasikan di
lapangan sedangkan petani yang lebih tua cenderung mengikuti kegiatan pertanian
seperti penyuluhan tapi tidak banyak diantara mereka yang mengaplikasikannya di
lapangan, mereka cenderung mengelola lahan berdasarkan pengalaman atau
cara yang sudah bersifat turun
menurun (Patong, dkk, 1996).
5.1.2 Lama
Berusahatani
Pengalaman berusahatani mempengaruhi perilaku petani dalam mengolah
usaha taninya. Biasanya petani memiliki pengalaman berusahatani lebih lama dan
banyak pengetahuan dalam berusahatani sehingga mereka cenderung hati-hati dalam
mengambil keputusan. Pengalaman berusahatani dari lima petani responden
di Desa
Bonto Marannu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.
|
Kisaran Pengalaman Berusahatani
Dari 5 Petani Responden di
Desa Bonto
Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
|
|||
No
|
Kisaran (Tahun)
|
Jumlah (Org)
|
Persentase (%)
|
|
1.
|
≤ 26
|
5
|
100
|
|
2.
|
> 26
|
0
|
-
|
|
Jumlah
|
5
|
100
|
||
Sumber
: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa petani responden yang memiliki
kisaran lama berusaha
tani ≤ 26 tahun berjumlah 5 orang
(100 %) dan > 26 tidak ada (0 %). Hal ini tentu berpengaruh dalam
pengelolaan usahatani masing-masing responden khususnya dalam pencapaian hasil
produksi yang lebih baik. Sesuai dengan pendapat Soekartawi (2006), bahwa
pengalaman berusahatani yang cukup lama menjadikan petani lebih matang dan
lebih berhati-hati, dalam mengambil keputusan terhadap usahataninya. Kegagalan
dimasa lalu dapat dijadikan pelajaran sehingga ia lebih berhati-hati dalam
bertindak. Sedangkan petani yang kurang berpengalaman umumnya lebih cepat dalam
mengambil keputusan karena lebih berani menanggung resiko.
5.1.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi pola pikir petani dalam
penerapan ide-ide baru yang didapat. Petani yang berpendidikan umumnya lebih
muda menerima inovasi dibanding dengan petani yang tidak berpendidikan walaupun
ini tidak mutlak terjadi pada setiap petani.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2006), bahwa petani yang
berpendidikan lebih cepat mengerti dan dapat memahami penggunaan teknologi
baru, sehingga para penyuluh lebih muda dalam menyampaikan konsep yang
dibawakannya. Dengan demikian penerapan konsep dalam mengelola usaha taninya
lebih baik dan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu
penanggulangan masalah-masalah yang timbul dalam usaha tani lebih muda
dikendalikan. Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh dalam penentuan dan
pengambilan keputusan yang tepat untuk pengembangan usaha taninya. Pendidikan
yang dimiliki oleh kelima petani rata-rata hanya sampai SD-tamat. Kisaran
tingkat pendidikan dari 5 petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 8.
|
Kisaran Tingkat Pendidikan Dari 5 Petani Responden di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
|
|||
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah (Org)
|
Persentase (%)
|
|
1.
|
SD-Tidak Tamat
|
-
|
0
|
|
2.
|
SD-Tamat
|
4
|
80
|
|
3.
|
SLTP-Tamat
|
1
|
20
|
|
4.
|
SMU-Tamat
|
-
|
0
|
|
Jumlah
|
5
|
100
|
||
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan
responden yaitu 4 orang tamat SD dengan persentase sebesar 80% dan 1 orang
tamat SLTP dengan persentase 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kisaran tingkat
pendidikan dari kelima responden
masih tergolong rendah dan cukup berpengaruh terhadap proses usahataninya
khususnya dalam penerapan teknologi baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Patong dalam Suratiyah (2006),
bahwa proses adopsi dan transformasi teknologi dalam pengembangan suatu
usahatani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani disamping kondisi
lingkungan usahatani.
5.1.4
Jumlah
Tanggungan Keluarga
Petani sebagai
kepala rumah tangga merupakan orang yang bertanggung jawab atas segala yang
terjadi dalam rumah tangga, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari semua
anggota keluarga yang
menjadi tanggungannya. Jumlah
anggota keluarga petani adalah semua orang yang tinggal dalam rumah dan
kebutuhannya ditanggung oleh petani yang bersangkutan.
Jumlah tanggungan keluarga mempengaruhi pendapatan petani. Semakin besar
jumlah tanggungannya, semakin besar pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang
diterima petani tersebut. Semakin besar jumlah tanggungan keluarganya, maka
mereka semakin bersemangat dalam mengelola usahataninya karena adanya dorongan
dan rasa tanggung jawab terhadap keluarganya. Kisaran jumlah
tanggungan keluarga dari 5 petani responden di Kecamatan Ulu Ere dapat dilihat
pada Tabel 9:
Tabel 9.
|
Kisaran Jumlah Tanggungan Keluarga
Dari 5 Petani Responden di
Desa Bonto
Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
|
|||
No
|
Jumlah Tanggungan Keluarga (org)
|
Jumlah (org)
|
Persentase (%)
|
|
1.
|
1-5
|
5
|
100
|
|
2.
|
6-10
|
-
|
-
|
|
3.
|
≥ 10
|
-
|
-
|
|
Jumlah
|
5
|
100
|
||
Sumber
: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa petani
dengan tanggungan 1-5 adalah 5 orang dengan persentase 100%. Jumlah tanggungan
keluarga sangat mempengaruhi responden dalam mengolah usahataninya, yaitu selain
karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya juga karena anggota
keluarga tersebut dapat membantu dalam mengambil keputusan dan dalam mengelola
usahataninya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (2006), jumlah
tanggungan keluarga sangat mempengaruhi responden dalam mengolah usahataninya,
yaitu selain karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya juga
karena anggota keluarga tersebut dapat membantu dalam mengambil keputusan dan
dalam mengelola usahataninya berupa bantuan kerja.
5.1.5 Luas Lahan Garapan
Luas lahan merupakan media tumbuh bagi tanaman, tempat hewan dan manusia
melakukan aktivitas kehidupannya. Luas lahan sangat mempengaruhi petani dalam
mengambil keputusan dan
kebijakan dalam hal penggunaan bibit, pupuk, atau
obat-obatan dan peralatan. Oleh karena itu, lahan merupakan salah satu faktor
penting dalam usahatani. Kisaran luas lahan dari 5 petani responden
dapat dilihat pada Tabel 10:
Tabel 10 .
|
Kisaran Luas Lahan Dari 5 Petani Responden di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
|
|||
No
|
Kisaran Luas Lahan (Ha)
|
Jumlah (Org)
|
Persentase (%)
|
|
1.
|
≤ 0,5
|
2
|
40
|
|
2.
|
> 0,5
|
3
|
60
|
|
Jumlah
|
5
|
100
|
||
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa rata-rata luas lahan yang
dimiliki oleh petani responden adalah sebesar 40 % untuk
petani dengan luas lahan kurang
atau sama dengan 0,5 ha, dan persentase
60 % untuk petani responden yang memiliki luas lahan di atas 0,5 ha. Hal ini
berarti bahwa petani responden dominan memiliki lahan yang luas sehingga hasil
produksi yang dihasilkan juga cukup banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratiyah
(2006), bahwa luas lahan dapat menunjukkan besarnya kemungkinan hasil produksi,
dimana semakin luas lahan maka semakin besar kemungkinan hasil produksinya.
5.1.6 Keadaan Usahatani Responden
Petani melaksanakan kegiatan
usahataninya pada hamparan lahan yang merupak milik sendiri. Luas lahan yang digunakan
untuk usahatani
wortel sekitar 0,23
– 1 ha. Adapun nilai produksi rata-rata dari usahatani wortel dan usahatani lainnya yang
diusahakan petani responden dapat di lihat pada Tabel
11.
Tabel 11.
|
Nilai Produksi Rata-Rata Tanaman
yang Diusahakan Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu
Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
|
|||||
No
|
Jenis Tanaman
|
Produksi
(kg/ha)
|
Harga (Rp/kg)
|
Nilai Produksi (Rp)
|
||
1.
|
Wortel
|
500
|
5.000
|
2.500.000
|
||
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Tabel
di atas memperlihatkan nilai produksi tanaman wortel yang di usahakan petani responden
yaitu sebesar Rp 1.000.000,-. Dalam mengelola kegiatan usahataninya menggunakan
berbagai jenis peralatan. Peralatan tersebut digunakan untuk pengelolaan lahan, pemeliharaan sampai pada
masa panen. Penggunaan peralatan usahatani dalam jangka waktu tertentu
menyebabkan adanya penyusutan nilai alat yang disebut biaya penyusutan. Biaya
penyusutan dari peralatan yang dimiliki petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 .
|
Jenis dan Biaya Penyusutan
Rata-Rata Peralatan Usahatani Petani Responden di Desa Bonto Marannu,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
|
No.
|
Nama dan Jenis Alat
|
Nilai Penyusutan (Rp)
|
Persentase
(%)
|
1.
|
Mustamin
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko
|
6.000
-
9.000
8.000
8.000
|
19,35
-
29,03
25,81
25,81
|
Jumlah
|
31.000
|
100
|
|
2.
|
Dg Dangki
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko
|
15.000
-
9.000
10.000
7.500
|
36,14
-
21,69
24,10
18,07
|
Jumlah
|
41.500
|
100
|
|
3.
|
Andi Baso
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko
|
6.000
10.000
6.750
2.000
16.000
|
14,72
24,54
16,56
4,91
39,26
|
Jumlah
|
40.750
|
100
|
|
4.
|
Umar
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko
|
7.500
5.000
15.625
8.000
10.000
|
16,26
10,84
33,88
17,34
21,68
|
Jumlah
|
46.125
|
100
|
|
5.
|
Sahar
Cangkul
Pacul
Parang
Sabit
Sangko
|
12.000
-
4.500
1.600
8.000
|
45,98
-
17,24
6,13
30,65
|
Jumlah
|
26.100
|
100
|
|
Total
|
185.475
|
500
|
|
Rata-rata
|
37.095
|
100
|
Sumber
: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa nilai penyusutan total alat yang digunakan kelima petani pada usahatani wortel
sebesar Rp
185.475,- dan rata-rata nilai penyusutan sebesar Rp 37.095,-. Besarnya nilai
penyusutan tiap alat ditentukan oleh nilai pembelian, jumlah unit dan lamanya
peralatan tersebut dipakai.
Kegiatan usahatani petani responden
terdiri dari proses persiapan benih, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan
hingga pemanenan. Sebelum dilakukan penanaman biasanya dilakukan sprouting (pembentukan tunas).
Pengolahan lahan dilakukan oleh
sebagian besar petani dengan menggunakan cangkul lalu dibuat guludan-guludan agar
tanaman tidak tergenang air. Dalam proses penanaman, jarak tanam merupakan hal
yang perlu diperhatikan karena jarak tanam dapat menentukan keberhasilan
usahatani dan jarak tanam yang
biasa digunakan yaitu 30 cm x 70 cm sesuai dengan yang
dianjurkan. Setelah penanaman dilakukan selanjutnya adalah pengairan dan
pemupukan serta pemeliharaan, pupuk yang digunakan oleh petani terdiri dari dua
jenis yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (TSP, Urea dan
ZA). Proses pemeliharaan yang dilakukan petani berupa penyulaman, penyiangan serta pembumbunan. Tahap terakhir
dalam proses usahatani yaitu panen dan pasca panen, dalam kegiatan pemanenan dianjurkan untuk
menggunakan garpu atau sangko untuk menjaga agar umbi wortel tersebut tidak rusak, setelah umbi
terambil semuanya biasanya dibiarkan dulu di atas lahan dalam beberapa saat
dengan maksud diangin-anginkan dan selanjutnya dilakukan proses pemasaran.
5.2. Pola Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Wortel
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat. Disamping itu, tenaga kerja
diklasifikasikan untuk
setiap orang laki-laki atau wanita yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang
dalam dan atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari 2 sumber,
yaitu tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga petani yang berasal dari
keluarga petani itu sendiri. Potensi tenaga kerja petani adalah jumlah dari
tenaga kerja potensial yang terdiri dari satu keluarga petani. Tenaga kerja
yang berasal dari luar merupakan tenaga kerja upahan atau buruh tani yang
biasanya digunakan jika ada beberapa pekerjaan yang berat dan mendesak dan
tidak sanggup dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Jenis tenaga kerja yang
ada, yaitu tenaga kerja pria, wanita, anak-anak dan ternak. Pola penggunaan
tenaga kerja dari petani responden pada usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 13:
Tabel 13.
|
Pola Penggunaan Tenaga Kerja
Usahatani Wortel Petani Responden di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Ulu
Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, 2011.
|
No.
|
Nama
|
HKSP
|
Labour Income (Rp)
|
1.
|
Mustamin
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
|
0,89
0,38
25
0,38
|
23.125
9.375
187.500
9.375
|
Jumlah
|
26,65
|
229.375
|
|
2.
|
Dg Dangki
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
|
0,88
0,63
37,5
0,5
|
21.875
15.625
937.500
12.500
|
Jumlah
|
39,51
|
987.500
|
|
3.
|
Andi Baso
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
|
1
1
25
0,5
|
25.000
25.000
625.000
12.500
|
Jumlah
|
18,5
|
687.500
|
|
4.
|
Umar
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
|
0,63
1
37,5
0,63
|
15.625
25.000
937.500
15.625
|
Jumlah
|
39,76
|
993.750
|
|
5.
|
Sahar
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
|
0,38
0,63
22,5
0,38
|
9.375
15.625
562.500
9.375
|
Jumlah
|
23,89
|
596.875
|
|
Total
|
148,31
|
3.931.250
|
|
Rata-rata
|
29,66
|
786.250
|
Sumber:
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah HKSP
rata-rata usahatani wortel
sebesar
29,66 HOK dengan biaya
rata-rata sebesar Rp 786.250,-.
5.3. Farm Income Analysis
Farm
Income analysis adalah suatu cara menganalisis perhitungan pendapatan
usahatani. Analisis
tersebut meliputi : Farm Enterprice Gross Output (GO), Farm
Enterprice Gross Marginal (GM) Net Farm Income (NFI). Analisa ini
bertujuan untuk mengetahui apakah usahatani yang diusahakan memperoleh
keuntungan dan layak dikembangkan atau mengalami kerugian sehingga usahatani
tersebut sebaiknya dihentikan saja dan diganti dengan usahatani yang lebih
menguntungkan.
5.3.1. Farm Interprice Income Gross Output
Farm Interprice Income Gross Output merupakan suatu analisis
pendapatan yang dapat menghitung total pendapatan dari jumlah produksi yang
dihasilkan dan disesuaikan dengan harga barang yang dihasilkan persatuan..
Untuk lebih jelasnya, Gross Output dari kelima responden dapat dilihat
pada Tabel 14:
Tabel
14 Perhitungan Gross Output Rata-Rata
dari
5 Petani Responden
di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
No
|
Nama
|
Luas
Lahan (ha)
|
Produksi
(kg)
|
Farm Get
Price (Rp/kg)
|
FEIGO
|
1
|
Mustamin
|
0,25
|
125
|
5.000
|
625.000
|
2
|
Dg Dangki
|
1
|
500
|
5.000
|
5.000.000
|
3
|
Andi Baso
|
1
|
500
|
5.000
|
5.000.000
|
4
|
Umar
|
1
|
500
|
5.000
|
5.000.000
|
5
|
Sahar
|
0,23
|
115
|
5.000
|
575.000
|
Total
|
3,48
|
1740
|
25.000
|
16.200.000
|
|
Rata-rata
|
0,69
|
348
|
5.000
|
3.240.000
|
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel diatas terlihat bahwa
responden dengan nilai Gross Output Rp 1.000.000 terdapat 3 responden
yaitu Mustamin, Dg Dangki, Andi Baso, sedangkan responden dengan pendapatan
terendah yaitu Pak Sahar dengan gross output Rp 230.000.
Pendapatan dari hasil produksi tersebut dapat dipengaruhi oleh luas lahan
yang digunakan untuk berusahatani, intensitas kerja termasuk banyaknya tenaga
kerja, jumlah kerja dan lamanya jam kerja.
5.3.2
Farm
Interprice
Income Gross
Margin
Farm
Enterprice Income Gross Margin adalah analisa pendapatan untuk menghitung
total pendapatan dari jumlah produksi yang dihasilkan dan penyesuaiannya dengan
harga barang yang dihasilkan persatuan dikurangi dengan biaya-biaya variabel.
Atau dapat juga dikatakan keuntungan kotor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 15 dibawah ini:
Tabel 15. Perhitungan
Gross Margin Rata-Rata dari 5 Petani Responden
di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
No.
|
Nama
|
Luas
Lahan (ha)
|
FEIGO
(Rp)
|
Biaya
Variabel
|
FEIGM
(Rp)
|
1
|
Mustamin
|
0,25
|
625.000
|
384.375
|
240.625
|
2
|
Dg Dangki
|
1
|
5.000.000
|
1.247.500
|
3.752.500
|
3
|
Andi Baso
|
1
|
5.000.000
|
927.500
|
4.072.500
|
4
|
Umar
|
1
|
5.000.000
|
1.313.750
|
3.686.250
|
5
|
Sahar
|
0,23
|
575.000
|
356.875
|
218.125
|
Total
|
3,48
|
16.200.000
|
4.230.000
|
11.970.000
|
|
Rata-Rata
|
0,69
|
3.240.000
|
846.000
|
2.394.000
|
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Dari Tabel 15 di atas dapat diketahui bahwa total Gross
Margin komoditi wortel adalah Rp
11.970.000,- dan nilai rata-rata
Gross Margin untuk komoditi wortel adalah Rp 2.394.000,-.
5.3.3.
Net
Farm Income
Pendapatan
usahatani memerlukan keterangan pokok sebanyak 2, yaitu keadaan penerimaan, dan
keadaan pengeluaran dalam jangka waktu tertentu. Analisa tingkat produksi usahatani
sangat berguna bagi petani karena dengan menghitung pendapatan yang diperoleh
sedangkan petani responden dapat mengetahui dan menghitung apakah cabang
usahataninya dapat dikembangkan atau tidak. Net Farm Income dari kelima
responden dapat dilihat pada Tabel 16:
Tabel 16.
|
|
Perhitungan Net Farm Income dari 5 Petani
Responden di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
|
|||
No.
|
Nama Responden
|
Net Farm
Income Wortel
(Rp)
|
|||
1
|
Mustamin
|
230.625
|
|||
2
|
Dg. Dangki
|
3.742.500
|
|||
3
|
Andi Baso
|
4.062.500
|
|||
4
|
Umar
|
3.676.250
|
|||
5
|
Sahar
|
208.125
|
|||
Total
|
11.920.000
|
||||
Rata-Rata
|
2.384.000
|
||||
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel diatas terlihat bahwa
responden dengan pendapatan bersih tertinggi untuk tanaman kentang yaitu Andi Baso sebesar Rp 4.062.500,- dan terendah Pak Sahar yaitu sebesar Rp
208.125,-. Besarnya Net
Farm Income tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dari hasil
produksi dan biaya produksi, dimana biaya tenaga kerja diperhitungkan. Hal tersebut menunjukkan usahatani lebih
produktif khususnya dalam besarnya
jumlah produksi dan
hasil penjualannya.
5.3.4. Revenue Cost Ratio
Revenue Cost Rasio merupakan
perbandingan antara total nilai produksi dengan total biaya yang dikeluarkan
oleh petani dalam mengelola usahataninya. R/C ratio juga dapat mengetahui
kelayakan suatu usahatani, apakah usahatani tersebut dapat dilanjutkan atau
tidak.
Jika R/C ratio ≥ 1, maka usahatani
tesebut layak untuk dikembangkan, jika R/C ratio ≤ 1, maka usahatani tersebut
tidak layak dikembangkan dan jika R/C ratio = 1, maka usahatani tersebut selalu
impas. Perhitungan R/C Ratio dari kelima petani responden dapat dilihat pada Tabel 17:
Tabel 17. Perhitungan R/C Ratio Usahatani dari 5 Petani Responden
di Desa
Bonto Marannu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan, 2011.
No.
|
Nama Responden
|
R/C Ratio Wortel
|
1
|
Mustamin
|
0,58
|
2
|
Dg Dangki
|
2,98
|
3
|
Andi Baso
|
4,33
|
4
|
Umar
|
2,78
|
5
|
Sahar
|
0,58
|
Sumber : Data Primer
Setelah Diolah, 2011.
Dari
Tabel 17 di atas terlihat bahwa R/C Ratio dari kelima petani responden untuk usahatani wortel yang usahataninya
dikatakan layak terdapat 3 responden yaitu Dg Dangki, Andi Baso, dan Umar
sedangkan untuk Mustamin dan Sahar usahataninya dikatakan tidak layak karena
nilai R/C Ratio < 1.
5.4. Aspek Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses social dan managerial
di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain (Kotler, 2007).
Lebih lanjut
Kotler dalam Suratiyah (2007), bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang
diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses
pertukaran. Pemasaran secara sederhana pada prinsipnya merupakan
aliran barang dari produsen ke konsumen.
Komoditi pertanian yang
dibudidayakan di daerah ini, dalam hal pemasaran, mempunyai kesamaan dalam
beberapa hal. Para responden yang ingin memasarkan produknya langsung
membawanya ke pasar yang terdekat di daerah ini. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi biaya produksi, yang pada akhirnya nanti akan menambah perolehan
keuntungan mereka.
Lampiran. Perhitungan Biaya Variabel dan Biaya Tetap
Cabang Usahatani Wortel dari 5 Responden di Desa Bonto Marannu,
Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan,
2011.
a. Responden
1: Mustamin
Biaya Variabel
Bibit =
Rp. ,-
Urea = Rp. 85.000,-
Pestisida =
Rp. 20.000,-
Tenaga
Kerja :
Pengolahan Rp
23.125,-
Penanaman Rp
9.375,-
Pemeliharaan Rp 187.500,-
Panen Rp 9.375,-
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Total Biaya Variabel = Rp. 384.375,-
Biaya Tetap
Pajak =
Rp. 10.000
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
Total
Biaya Tetap Rp.
10.000,-
Total Biaya = Biaya Variabel + Biaya Tetap
= Rp 384.375,- + Rp 10.000,-
= Rp. 394.375,-
b. Responden 2: naradin
Biaya Variabel
Bibit =
Rp 0,-
Urea =
Rp. 105.000,-
ZA =Rp. 110.000,-
Pestisida =
Rp. 40.000,-
Tenaga
Kerja :
Pengolahan Rp
800.000,-
Penanaman Rp
700.000,-
Pemeliharaan Rp 500.000,-
Panen Rp 1.000.000,-
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Total Biaya Variabel = Rp. 3.255.000,-
Biaya Tetap
Pajak =
Rp. 100.000
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
Total
Biaya Tetap Rp.
100.000,-
Total Biaya = Biaya Variabel
+ Biaya Tetap
= Rp 3.255.000,- + Rp 100.000,-
= Rp. 3.155.500,-
c. Responden 3: Imran
Biaya Variabel
Bibit =
Rp. 50.000,-
Urea =
Rp. 75.000,-
ZA =Rp. 85.000
Pestisida =
Rp. 150.000,-
Tenaga
Kerja :
Pengolahan Rp
800.000,-
Penanaman Rp
700.000,-
Pemeliharaan Rp 650.000,-
Panen Rp 1.000.000,-
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Total Biaya Variabel = Rp. 3.510.000,-
Biaya Tetap
Pajak =
Rp. 100.000
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
Total
Biaya Tetap Rp.
100.000,-
Total Biaya = Biaya Variabel
+ Biaya Tetap
= Rp 927.500,- + Rp 10.000,-
= Rp. 937.500,-
d. Responden 4: Umar
Biaya Variabel
Bibit =
Rp. 100.000,-
Urea =
Rp. 170.000,-
Pestisida =
Rp. 50.000,-
Tenaga
Kerja :
Pengolahan Rp
15.625,-
Penanaman Rp
25.000,-
Pemeliharaan Rp 937.500,-
Panen Rp 15.625,-
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Total Biaya Variabel = Rp. 1.313.750,-
Biaya Tetap
Pajak =
Rp. 10.000
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
Total
Biaya Tetap Rp.
10.000,-
Total Biaya = Biaya Variabel
+ Biaya Tetap
= Rp 1.313.750,- + Rp 10.000,-
= Rp. 1.323.750,-
e. Responden 5: Sahar
Biaya Variabel
Bibit =
Rp. 50.000,-
Urea =
Rp. 85.000,-
Pestisida =
Rp. 10.000,-
Tenaga
Kerja :
Pengolahan Rp
9.375,-
Penanaman Rp
15.625,-
Pemeliharaan Rp 187.500,-
Panen Rp 9.375,-
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
Total Biaya Variabel = Rp. 366.875,-
Biaya Tetap
Pajak =
Rp. 10.000
![](file:///C:/Users/SKYLM1~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
Total
Biaya Tetap Rp.
10.000,-
Total Biaya = Biaya Variabel
+ Biaya Tetap
= Rp 366.875,- + Rp 10.000,-
= Rp. 366.875,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar