I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan
membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi dan menjalin sebuah hubungan.
Karena dengan adanya komunikasi kita akan mengetahui tentang sesuatu hal
masing-masing antara satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Di
dalam kelompok atau organisasi
itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk
kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan.
Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications
atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu
diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik
cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan
sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu
keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan
dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Istilah
komunikasi, yaitu Komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang
berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan
orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain
tersebut menjadi miliknya. Komunikasi yaitu suatu pernyataan antarmanusia, baik
secara perorangan maupun berkelompok yang bersifat umum dengan menggunakan
lambang-lambang yang berarti, maka tampak bahwa dengan perkembangan objek
tertentu akan memerlukan komunikasi yang lebih spesifik.
Komunikasi pertanian
adalah suatu pernyataan antarmanusia yang berkaitan dengan kegiatan dibidang
pertanian, baik secara perorangan maupun secara berkelompok yang sifatnya umum
dengan menggunakan lambang-lambang tertentu seperti yang sering dijumpai pada
metode penyuluhan pertanian.
Tujuan penggunaan
proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:
1. Mempelajari
atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi
perilaku seseorang
3. Mengungkapkan
perasaan
4. Menjelaskan
perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan
dengan orang lain
6. Menyelesaian
sebuah masalah
7. Mencapai
sebuah tujuan
8. Menurunkan
ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi
minat pada diri sendiri atau orang lain
Komunikasi
adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat
kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia
adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling
terkait dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dilingkungannya
adalah komunikasi baik secara verbal maupun non verbal ( bahasa tubuh dan isyarat
yang banyak dimengerti oleh suku bangsa).
Pada
dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan aktifitas
hubungan antara manusia atau kelompok. Jenis komunikasi terdiri dari:
1. Komunikasi Verbal dengan Kata-kata
a. Vocabulary
(perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan
disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata
menjadi penting dalam berkomunikasi.
b. Racing
(kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara
dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
c. Intonasi
suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi
lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara
yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor,
dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan
bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa
mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah
merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
e. Singkat
dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas,
langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
f. Timing
(waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya
dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang
disampaikan.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah
penyampaian pesan tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti
pada komunikasi verbal. Yang termasuk komunikasi non verbal :
a. Ekspresi
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah
cerminan suasana emosi seseorang.
b. Kontak
mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak
mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang tersebut terlibat dan
menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar
mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain
untuk mengobservasi yang lainnya.
c. Sentuhan
adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan
dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang
sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan
melalui sentuhan.
d. Postur
tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak
memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan
emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.
e. Sound
(Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan
perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila
dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai desis
atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.
f. Gerak
isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat
sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau
mengerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress
bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress.
1.2 Rumusan
masalah
Ada
pun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan komunikasi kelompok, massa, dan gender?
2. Apa
perbedaan antara komunikasi kelompok dengan massa dan gender?
3. Bagaimana
dinamika komunikasi kelompok dengan massa dan kaitannya dengan gender?
1.3 Tujuan dan kegunaan
Adapun tujuan dan
kegunaan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk memperluas wawasan berfikir
dan menambah pengetahuan tentang komunikasi massa, kelompok, dan gender.
2.
Untuk mengetahui perbedaan
komunikasi kelompok, massa, dan gender.
3.
Untuk mengetahui dinamika
diantara ketiga jenis komunikasi, yaitu komunikasi kelompok, dan massa, serta
kaitannya gender.
1.3.2 Kegunaan
Adapun
kegunaan makalah ini adalah sebagai referensi bagi mahasiswa dalam pembuatan
makalah selanjutnya, serta sebagai bahan informasi bagi penyuluh dan pemerintah
tentang komunikasi massa, kelompok, dan gender ,terutama yang berkaitan
langsung dengan komunikasi dalam masyarakat pertanian.
II.TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok
tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok
pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi.
Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi
komunikasi kelompok. (Deddy Mulyana, 2005).
Komunikasi kelompok adalah komunikasi
yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti
dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya Michael Burgoon
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di
atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi
lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk
mencapai tujuan kelompok. (Wiryanto, 2005).
Karena pada prinsipnya menusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa adanya interaksi sosial dengan masyarakat di sekitarnya,
aka kounikasi kelompok pun tidak dapat dihindarakan setiap inividu anggota
masyarakat. Pada masyarakat yang lebih modern banyak di jumpai komunikasi
kelompok yanh lebih bermanfaat secara efektif, karena adanya kompleksnya ciri
masyarakat, disamping karena tingkat pengetahuan masyarakat yang sudah relatif
tinggi. (Wiryanto, 2005).
Sebaliknya untuk masyarakat di pedesaan
komunikasi kelompok sudah memegang peran penting, hanya saja pesan yang
disampaikan perlu dikemukakan secara mudah dan sederhana (Soekartawi, 2005).
2.1.2 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik
Komunikasinya.
Telah banyak klasifikasi kelompok yang
dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita
sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok (Anonim1).
1. Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley mengatakan
bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan
akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan
kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak
akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin
Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya,
sebagai berikut: (Anonim1).
a. Kualitas
komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya
menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage
(perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya
sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok
sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b. Komunikasi pada
kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
c. Komunikasi
kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan
kelompok sekunder adalah sebaliknya.
d. Komunikasi
kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
e. Komunikasi
kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
- Kelompok
keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group).
Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara
administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok
rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk
menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap (Anonim1).
- Kelompok
deskriptif dan kelompok preskriptif
John
F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan
peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat
proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola
komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok
tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas
bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang
kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri
mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar
lebih banyak tentang dirinya (Anonim1).
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang
harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan
Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar,
simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer (Anonim1).
2.1.3 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi
1. Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan
menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan
sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang
sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah
rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan
anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan
seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga (Anonim1).
2. Fasilitasi
sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya
mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton
kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert
Zajonz menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek
pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai
situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang
meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu
adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang
dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat
kelompok mempertinggi kualitas kerja individu (Anonim1).
3. Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang
ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak
mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi
mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok
agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih
keras (Anonim1).
2.2 Komunikasi
Massa
Komunikasi dapat
dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang
lain dengan menggunaka sarana tertentu guna mempengaruhi atau mengubah perilaku
penerima pesan. Massa artinya “orang banyak” atau “sekumpulan orang” –kelompok,
kerumunan, publik. Jadi, Komunikasi
Massa adalah (ringkasan dari) komunikasi melalui media massa (communicating
with media), atau komunikasi kepada banyak orang (massa) dengan menggunakan
sarana media. Media massa sendiri ringkasan dari media atau sarana komunikasi
massa.
(Wiryanto, 2005).
Ciri-ciri komunikasi massa (Anonim2):
- Menggunakan
media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
- Komunikator
memiliki keahlian tertentu
- Pesan
searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
- Khalayak
yang dituju heterogen dan anonim
- Kegiatan
media masa teratur dan berkesinambungan
- Ada
pengaruh yang dikehendaki
- Dalam
konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media
dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
- Hubungan
antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak
bersifat pribadi.
- Menggunakan
media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
- Komunikator
memiliki keahlian tertentu
- Pesan
searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
- Khalayak
yang dituju heterogen dan anonim
- Kegiatan
media masa teratur dan berkesinambungan
- Ada
pengaruh yang dikehendaki
- Dalam
konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media
dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.
- Hubungan antara
komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak
bersifat pribadi.
Karakteristik
Media Massa:
1. Publisitas,
yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.
2. Universalitas,
pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di
berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan
pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
3. Periodisitas,
tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per
hari.
4. Kontinuitas, berkesinambungan atau
terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal terbit.
5. Aktualitas,
berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips
baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi
kepada publik.
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu
media massa yang meliputi cetak dan elektronik. Dalam melakukan komunikasi
organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication
menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.
Model komunikasi linier (one-way communication), dalam
model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon
yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya
bersifat monolog.
2.
Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari
model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik.
Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap
partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.
Model komunikasi transaksional. Dalam model ini
komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara
dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
2.3 Komunikasi
Gender
Robin Lakoff mencoba mengklasifikasikan
keberaturan pembicaraan perempuan, dan membedakan antara woman talk dari
man talk. Ia mengklaim
bahwa percakapan perempuan mempunyai karakter sebagai berikut (Griffin,
2003):
- Ditandai apologis.
- Pernyataan tidak langsung.
- Pertanyaan yang minta
persetujuan
- Mengkualifikasikan.
- Perintah yang sopan.
- Menggunakan istilah color.
- Cenderung menghindari bahasa
vulgar.
- Sedikit berbicara, banyak
mendengarkan.
Sementara itu, penelitian Griffin
(2003), yang berdasarkan pada refleksi personal, menemukan tiga pola perbedaan
antara perempuan dan laki-laki sebagai berikut:
a) ada lebih banyak persamaan antara laki-laki dan
perempuan dari pada perbedaannya.
b) ada variabilitas yang besar berkenaan gaya komunikasi antara
laki dan perempuan. Feminis vs maskulinitas.
c) sex adalah fakta, gender sebagai gagasan.
Dalam pembahasan mengenai gender dan
komunikasi, Griffin menyadur tiga buah pemikiran sebagai berikut: Genderlect
Styles (dari Deborah Tannen); Standpoint Theory (dari Sandra Harding
dan Julia Wood); dan Muted Group Theory
(Anonim3).
- Genderlect
Styles (dari Deborah Tannen).
Deborah Tannent mendiskripsikan
ketidakmengertian (misunderstanding) antara laki-laki dan perempuan
berkenaan dengan fakta bahwa fokus pembicaraan perempuan adalah koneksitas,
sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya. Genderlect Styles
membicarakan gaya bercakap-cakap- bukan apa yang dikatakan tetapi bagaimana
menyatakannya. Tanent meyakini bahwa terdapat gap antara laki-laki dan
perempuan, dikarenakan masing-masing berada pada posisi lintas budaya (cross
culture), untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan gap itu.
Kegagalan mengamati perbedaan gaya bercakap dapat membawa masalah yang besar (Anonim3).
Perbedaan-perbedaan itu terletak pada:
·
Kecenderungan feminis versus maskulin, hal ini harus
dipandang sebagai dua dialek yang berbeda: antara superior dan inverior dalam
pembicaraan. Komunitas feminis – untuk membangun relationship; menunjukkan
responsif. Komunitas maskulin – menyelesaikan tugas; menyatakan diri;
mendapatkan kekuasaan.
·
Perempuan berhasrat pada koneksi versus laki-laki
berhasrat untuk status. Koneksi berhubungan erat dengan kedekatan, status
berhubungan erat dengan kekuasaan (power).
·
Raport
talk versus report talk.
Perbedaan
budaya linguistik berperan dalam menstruktur kontak verbal antara laki-laki dan
perempuan. Raport talk adalah istilah yang digunakan untuk menilai
obrolan perempuan yang cenderung terkesan simpatik. Report talk adalah
istilah yang digunakan menilai obrolan laki-laki yang cenderung apa adanya,
pokoknya sampai. Berkenaan dengan kedua nilai ini, Tanent menemukan
temuan-temuan yang terkategorikan sebagai berikut:
a. Publik speaking versus private speaking, dalam
kategori ini diketemukan bahwa perempuan lebih banyak bicara pada pembicaraan
pribadi. Sedangkan laki-laki lebih banyak terlibat pembicaraan publik,
laki-laki menggunakan pembicaraan sebagai pernyataan fungsi perintah;
menyampaikan informasi; meminta persetujuan.
b. Telling story, cerita-cerita menggambarkan
harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan, dan nilai-nilai si pencerita. Pada
kategori ini laki-laki lebih banyak bercerita dibanding perempuan-khususnya
tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan suatu cara maskulin
menegoisasikan status.
c. Listening, perempuan cenderung menjaga
pandangan, sering manggut, berguman sebagai penanda ia mendengarkan dan
menyatakan kebersamaannya. Laki-laki dalam hal mendengarkan berusaha
mengaburkan kesan itu- sebagai upaya menjaga statusnya.
d. Asking questions, ketika ingin bicara untuk
menyela pembicara, perempuan terlebih dahulu mengungkapkan persetujuan. Tanent
menyebutnya sebagai kooperatif-sebuah tanda raport simpatik daripada
kompetitif. Pada laki-laki, interupsi dipandang oleh Tanent sebagai power-kekuasaan
untuk mengendalikan pembicaraan. Dengan kata lain, pertanyaan dipakai oleh
perempuan untuk memantapkan hubungan, juga untuk memperhalus ketidaksetujuan
dengan pembicara, sedangkan laki-laki memakai kesempatan bertanya sebagai upaya
untuk menjadikan pembicara jadi lemah.
e. Conflict, perempuan memandang konflik sebagai
ancaman dan perlu dihindari. Laki-laki biasanya memulai konflik namun kurang
suka memeliharanya.
2.
Standpoint
Theory
(dari Sandra Harding dan Julia Wood).
Sandra harding dan Julia Wood sepakat bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai perspektif terpisah, dan mereka tidak memandangnya sebagai
sesuatu yang setara. Lokasi-lokasi yang berbeda dalam hirarkhi sosial
mempengaruhi apa yang dilihat. Mereka beranggapan bahwa perempuan dan minoritas
yang lainnya mempersepsi dunia secara berbeda daripada kelompok yang berkuasa.
Standpoint merupakan tempat dari mana melihat pemandangan dunia, apapun sudut
pandangnya. Sinonim dari istilah ini adalah perspektif; view point, out look;
dsb (Anonim3).
Dasar filosopi teori ini adalah
perjuangan klas- seperti filsafati kaum proletar karya Karl Marx dan Friederich
Engels. Sandra harding dan Julia Wood menganjurkan harus ada perjuangan
terhadap diskriminasi gender. Mereka tidak mencirikan perbedaan gender pada
insting atau biologis atau intuisi, tetapi perbedaan itu sebagai hasil
harapan-harapan budaya dan perlakuan kelompok dalam hal menerima kelompok yang
lain. Budaya tidak dialami secara identik, budaya adalah aturan hirarkhi
sehingga kelompok yang punya posisi cenderung menawarkan kekuasaan, kesempatan
pada anggota-anggotanya (Anonim3).
Dalam hal ini teori ini menyatakan
bahwa perempuan terposisikan pada hirarkhi yang rendah dibanding posisi
laki-laki.
Gender adalah sistem makna, sudut pandang melalui posisi
dimana kebanyakan laki-laki dan perempuan dipisahkan secara lingkungan,
material, simbolis (Anonim3).
3.
Muted
Group Theory
Berdasarkan analisis feminis, Cheris Kramarae memandang
pembicaraan laki-laki dan perempuan sebagai pertukaran yang tidak setara antara
mereka yang mempunyai kekuasaan di masyarakat dan yang tidak. Ia meyakini bahwa
kurang bisanya mengartikulasikan diri/memperjuangkan diri dibanding laki-laki
di sector public- sebab kata dalam bahasa dan norma-norma yang mereka
gunakan itu telah dikendalikan laki-laki. Sepanjang
pembicaraan perempuan sebagai tentatif dan sepele, posisi dominan laki-laki
aman. Kramarae yakin bahwa kebisuan perempuan itu cenderung menipis, kontrol
mereka dalam kehidupan kita akan meningkat.
Cheris Kramarae mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari
teori ini sebagai berikut (Anonim3). :
- Perempuan
menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan
aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.
- Karena
dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi lebih dominan,
menghambat ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
- Untuk
dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus mengubah perspektif
mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.
Kramarae mengemukakan sejumlah
hipotesis mengenai komunikasi perempuan berdasarkan beberapa temuan penelitian.
a) Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan diri dibanding laki-laki.
b) Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki
daripada laki-laki memahami makna perempuan.
c) Perempuan telah menciptakan cara-cara ekspresinya
sendiri di luar sistem laki-laki yang dominan.
d) Perempuan cenderung untuk mengekspresikan lebih banyak
ketidakpuasan tentang komunikasi dibanding laki-laki.
e) Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah
aturan-aturan komunikasi yang dominan dalam rangka menghindari atau menentang
aturan-aturan konvensional.
f) Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan
kata-kata baru yang populer dalam masyarakat luas; konsekuensinya, mereka
merasa tidak dianggap memiliki kontribusi terhadap bahasa.
g) Perempuan memiliki konsepsi humoris yang berbeda dari
pada laki-laki.
III.
PEMBAHASAN
3.1 Komunikasi Kelompok
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu
kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya. Komunikasi
kelompok sebagai interaksi secara dapat
mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat (Wiryanto,
2005). Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni
adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan
memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Proses
komunikasi dalam kelompok selalu bersifat dinamis karena interaksi yang terjadi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kepribadian anggota, jumlah anggota,
kepemimpinan, keterampilan berkomunikasi, maksud dan tujuan kelompok. Partisipasi
anggota kelompok menghasilkan suatu daftar peranan anggota yang disusun dalam
tiga kategori utama yaitu peranan tugas kelompok berhubungan dengan tugas yang
sedang dikerjakan kelompok, peranan pembentukan dan pemeliharaan kelompok
berhubungan dengan cara kelompok menunaikan tugasnya, serta peranan perorangan
berhubungan dengan pemuasan kebutuhan perorangan.
3.1.1
Sifat-Sifat Komunikasi Kelompok
Sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok
berkomunikasi melalui tatap muka;
2. Kelompok memiliki sedikit
partisipan;
3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang
pemimpin;
4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran
bersama;
5. Anggota
kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.
3.1.2 Prinsip
Dasar Komunikasi Kelompok
Kelompok
merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok
baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan wahana bagi setiap orang
untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya berbagi informasi dalam hamper
semua aspek kehidupan. Ia bias merupakan media untuk mengungkapkan
persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia dapat
merupakan sarana meningkatkan pengethuan para anggotanya (kelompok belajar) dan
ia bias pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama yang dihadapi
seluruh anggota (kelompok pemecahan masalah). Jadi, banyak manfaat yang dapat
kita petik bila kita ikut terlibat dalam seuatu kelompok yang sesuai dengan
rasa ketertarikan (interest) kita. Orang yang memisahkan atau mengisolasi
dirinya dengan orang lain adalah orang yang penyendiri, orang yang benci kepada
orang lain (misanthrope) atau dapat dikatakan sebagai orang yang antisosial.
Ada
empat elemen yang muncul dari definisi yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman
tersebut, yaitu :
Elemen
pertama adalah interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang
penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara
kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan
orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa
komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif
mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai
kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai
mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain
Elemen
yang kedua adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu
yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok
mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan
interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh
kumpulan yang bersifat sementara.
Elemen
yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk.
Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada
yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi
perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness,
yaitu kemampuan setiap anggota kelompk untuk dapat mengenal dan memberi reaksi
terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak
dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi rekasi pada
anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang
lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.
Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian
bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi
anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.
3.1.3 Klasifikasi
Kelompok Dan Karakteristik Komunikasinya
Telah
banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun
dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya dua klasifikasi kelompok. Yaitu:
1. Kelompok
primer dan sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam
Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok
yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam
asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh
hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1. Kualitas
komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya
menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur
backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas,
artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi.
Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi
pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder
nonpersonal.
3. Komunikasi
kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan
kelompok primer adalah sebaliknya.
4. Komunikasi
kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi
kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
6. Kelompok
keanggotaan dan kelompok rujukan.
2. Kelompok
deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980)
membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif
menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara
alamiah. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh
anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright
mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar,
simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
3.1.4 Fungsi
Komunikasi Kelompok
1. Hubungan sosial
Dalam arti bagaimana suatu
kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para
anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada
anggotanya untuk melakukan sktivitas yang informal, santai dan menghibur.
2. Pendidikan.
Dalam arti bagaimana sebuah
kelompok secara formal maupun informal bekerja unutk mencapai dan
mempertukarkan pengetahun. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan
dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat
dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai
dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi
baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi
interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat
efektif jika setiap anggota kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi
kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota,
mustahil fungai edukasi ini akan tercapai.
3. Fungsi
persuasi
Dalam fungsi persuasi,
seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha
persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para
anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu
bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang
berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian
malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.
4. Fungsi
keompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya
untuk
memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan.
Pemecahan
masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang
tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making)
berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahn
masalah menghasilkan materi atu bahan untuk pembuatan keputusan.
5. Terapi
Kelompok
terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak
memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu
mencapai perubahan personalnhya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi
dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya
adalh membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus.
Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok
penderita narkotika, kelompok perokok berat dan sebagainya. Tindak komunikasi
dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan ciri (self
disclosure). Artinya, dalam suasana yang mendukung, setiap anggota dianjurkan
untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika
muncul konflik antar anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang yang menjadi
pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
3.2
Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah komunikasi
yang dilakukan pada komunikan atau massa yang jumlahnya relatif banyak. Karena
jumlahnya yang banyak maka latar belakang pengetahuan dan tingkat pendidikan
juga beragam dalam tingkatan yang tinggi. Oleh karena itu biasanya
komunikasi massa dimaksudkan untuk menggugah emosi
atau untuk memberikan pengertian kepada massa yang jumlahnya banyak dalam waktu
yang relatif singkat.
Surat kabar, majalah, radio, dan
televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada
masyarakat. Walaupun demikian, perlu diamati pengaruhnya sebelum diputuskan
penggunaannya dalam penyuluhan. Banyak perbedaan pendapat mengenai jangkauan
media massa dalam mempengaruhi pikiran dan tindakan manusia.
Petani
kelompok lokalit cenderung tinggi perilaku komunikasi interpersonalnya dalam
menerima pesan penyuluhan dan menyebarkannya di antara sesama petani. Petani
lokalit termasuk dalam kategori kelompok tani belum maju atau noncosmopolite,
yakni petani yang belum terdedah media massa dan jarang atau tidak pernah
bepergian ke luar sistem sosialnya (ke luar desa atau ke kota), dan
berorientasi subsisten, yakni bertipe tradisional yang berproduksi hanya untuk
konsumsi sendiri, tidak untuk dijual (Saleh A, 2006). Kegiatan yang
dikategorikan sebagai komunikasi massa adalah kegiatan jurnalistik, publik
relations, promosi dan sebagainya.
3.2.1
Ciri-ciri
Komunikasi Massa
Ciri utama komunikasi massa terletak pada beberapa hal
sebagai berikut:
a.
Komunikator Terlembaga
Ciri ini adalah komunikator (penyampai pesan), dalam
komunikasi massa komunikator bukanlah personal. Namun, lembaga yang
menyampaikan pesan tersebut. Lembaga penyampai pesan komunikasi massa ini
adalah media massa itu sendiri, seperti televisi, surat kabar dan radio. Semua
media itu bekerja terlembaga. Misalnya, sebuah program tayangan televisi
seperti Sergap di RCTI maka terjadinya proses kerja lembaga dalam proses
penyajian program tersebut kepda masyarakat. Program itu berawal dari rancangan
liputan yang di lakukan oleh wartawan, kemudia wartawan mengirimkan atau
menyetorkan hasil liputannya kepada redaktur media tersebut. Redaktur akan
mengedit kembali gambar dan tata bahasa yang di gunakan wartawannya. Setelah
semuanya berlangsung sesuai prosedur, berita tersebut akan di serahkan ke
bagian teknisi untuk di tampilkan ke layar televisi. Skrip berita itu tentunya
akan di berikan kepada pembaca berita (presenter). Seluruh proses itu
bukan di lakukan secara personal, namun di lakukan oleh tim atau banyak orang.
Sehingga di sebutlah komunikator dalam komunikasi massa terlembaga.
b.
Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa bersifat terbuka. Hal ini di
karenakan, komunikan tersebar di berbegai tempat. Selain itu, pesan bersifat
umum maksudnya adalah pesan-pesan yang di sampaikan oleh komunikator di tujukan
oleh masyarakat luas atau masyarakat umum. Tidak ada klasifikasi pesan,
misalnya di khususkan untuk masyarakat di Pulau Jawa dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, pesan yang di sampaikan melalui komunikasi massa harus
melalui tahap seleksi terlebih dahulu. Pesan itu sendiri dapat berupa
peristiwa, fakta dan opini. Namun, tidak semua pesan dapat di tayangkan atau di
tampilkan melalui komunikasi massa. Tolak ukur pesan dalam komunikasi massa
adalah adanya nilai (value) penting dan menarik di dalamnya. Bagi
jurnalis atau wartawan ini di sebut sebagai nilai-nilai berita. Nilai penting
dan menarik itu sendiri sangat relatif. Semua itu tergantung bagaimana
peristiwa, opini dan fakta tersebut penting di ketahui oleh masyarakat.
Sehingga masyarakt tertarik untuk menonton tayangan tersebut. Pada akhirnya,
masyarakat tidak akan meninggalkan saluran media komunikasi massa tersebut dan
berpindah ke saluran (channel) lainnya.
c.
Komunikan Heterogen
Komunikan atau penerima informasi dalam komunikasi
massa bersifat heterogen. Hal ini di karenakan, komunikasi massa menyampaikan
pesan secara umum pada seluruh masyarakat, tanpa
membedakan
suku, ras dan usia. Masyarakat yang menerima pesan ini beragam karakter
psikologi, usia, tempat tinggal, adat budaya, strata sosial dan agamanya.
d.
Media Massa bersifat
Keserempakan
Komunikasi massa bersifat keserempakan. Dalam hal ini,
keserempakan yang di maksud adalah tayangan atau program siaran di sampaikan
secara serempak. Misalnya, sinetron Bawang Merah dan Bawang Putih di RCTI di
terima secara serempak oleh seluruh masyarakat Indonesia.
e.
Pesan yang di sampaikan satu arah
Dalam komunikasi massa pesan yang di sampaikan oleh
komunikator bersifat satu arah. Tidak terjadi interaksi antara komunikator dan
komunikan dalam sebuah program siaran. Dewasa ini, sifat satu arah ini lebih
dominan dari pada sifat interaksi. Meskipun, pada program khusus, kemungkinan
interaksi masih terbuka bebas. Misalnya, program Talk Show, bedah editorial
Media Indonesia di Metro TV dan lain sebagainya.
f.
Umpan Balik Tertunda (Delayed feed back)
Umpan balik merupakan wujud respon komunikan dari
pesan yang di sampaikan oleh komunikator. Umpan balik dalam komunikasi massa
bersifat tertunda, dalam arti umpan balik yang di sampaikan oleh komunikan
tidak langsung di terima oleh komunikator. Misalnya, sebuah tayangan kekerasan
di siarkan oleh salah satu stasiun televisi di Indonesia. Dalam psikologi di
sebutkan, respon yang di terima masyarakat terdiri dari mendukung atau menolak
tayangan tersebut. Pro dan kontra ini tidak dapat di sampaikan secara langsung
saat program tayangan kekerasan tersebut sedang di siarkan. Butuh waktu untuk
menyampaikan pesan. Penyampaian pesan ini dapat berupa kritik terhadap tayangan
tersebut melalui surat pembaca di media massa dan lain sebagainya.
3.2.2
Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa awalnya di
cetuskan oleh Laswell pada tahun 1948. Tokoh ilmu Komunikasi yang mendalami
Komunikasi Politik ini menyebutkan, fungsi komunikasi massa secara umum adalah untuk pengawasan lingkungan hidup, pertalian dan
transmisi warisan sosial.
Fungsi komunikasi massa berguna
untuk menghibur. Mandelson berpendapat lain, dia menyebutkan fungsi komunikasi
massa dalam hal untuk menghibur akan berpengaruh terhadap trasmisi budaya dan
menjauhkan kerapuhan masyarakat. Media massa memiliki nilai edukasi sebagai
salah satu fungsinya.
Dari dasar ide dan gagasan para ahli
di atas, serangkaian fungsi komunikasi massa untuk masyarakat terdiri sebagai
berikut:
a. Informasi
Fungsi
informasi yaitu menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam
amsyarakat dan dunia, menunjukkan hubungan kekuasaan, memudahkan inovasi,
adaptasi dan kemajuan.
b. Korelasi
Fungsi
korelasi yaitu menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna dan informasi, menunjang
otoritas dan norma-norma yang mapan, melakukan sosialisasi, mengkoordinasikan
beberapa kegiatan, membentuk kesepakatan, menentukan urutan prioritas dan
memberikan status relatif
c.
Kesinambungan
Fungsi
kesinambungan yaitu mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan
kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru,
meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai
d. Hiburan
Fungsi
hiburan yaitu menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksi,
meredakan ketegangan sosial
e. Mobilisasi
Fungsi
mobilisasi yaitu mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik,
perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama.
Fungsi lain dari media massa juga di
tinjau dari sudut pandang kepuasan indovidual. Hal ini menyangkut tentang
kepuasaan individu terhadap tayangan yang di sajikan oleh media massa. Teori
tentang kepuasaan atau di sebut dengan fungsionalisme individual ini di sebut
Mc Quail sebagai salah satu fungsi media untuk kepentingan pribadi.
Mc Quail menyebutkan fungsi media
massa atau komunikasi massa untuk kepentingan pribadi sebagai berikut:
a.
Informasi
Diantaranya
yaitu mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan
lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia, mencari bimbingan menyangkut
berbagai masalahpraktis, pendapat dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan
pilihan, memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum, belajar atau pendidikan diri
sendiri, memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan
b.
Indentitas Pribadi
Diantaranya
yaitu menentukan penunjangan nilai-nilai priba, menemukan model prilaku,
mengindentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media, meningkatkan
pemahaman tentang diri sendiri)
c.
Integrasi dan Interaksi Sosial
Diantaranya
yaitu memperoleh pengetahuan tentang diri orang lain atau empati social,
mengindentifikasi diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memilik,
menemukan bahan percakapan dalam interaksi sosial, memperoleh teman selain dari
manusia, membantu menjalankan peran social, memungkinkan seseorang untuk dapat
menghubungi sanak-keluarga, teman dan masyarakat
d.
Hiburan
Diantaranya yaitu melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan,
bersantai, memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis, mengisi waktu, penyaluran
emosi, membangkitkan gairah seks.
3.2.3
Teori Komunikasi Massa
Efek komunikasi massa telah lama di
perbincangkan dalam khasanah kajian Ilmu Komunikasi. Bahkan, efek ini di kaji
secara ilmiah oleh para pemikir atau ilmuan komunikasi. Salah satunya yang
membahas tentang efek media adalah wilbur Schraam. Schraam mencetuskan teori
Jarum Hipodermik (hypodermic needle theory) dalam istilah indonesia
teori ini di kenal dengan teori peluru atau teori tolak peluru. Teori ini
mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan di
anggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Pesan-pesan komunikasi massa yang di
sampaikan kepada khalayak yang heterogen dapat di terima secara langsung tanpa
memiliki filter sama sekali. Artinya, komunikan sangat terbius oleh suntikan
pesan yang di sampaikan media massa. Suntikan pesan ini masuk ke dalam saraf
dan otak serta melakukan tindakan sesuai dengan pesan komunikasi massa
tersebut. Pendapatn Schramm di dukung oleh Paul Lazarzfeld dan Raymond Bauer.
Teori lain yang berbicara tentang
efek media massa terhadap publik atau khayaknya adalah teori agenda setting (teori
penataan agenda). Teori milik Mc. Combs dan D.L. Shaw menyebutkan jika media
memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media tersebut akan mempengaruhi
khalayak untuk menganggapnya penting. Jika melihat argumen yang di kemukakan
oleh dua pakar komunikasi ini maka, media cendrung membuat agenda tayangannya
terhadap publik. Ini yang kemudian di kenal sebagai istilah manajemen media
massa. Manajemen media massa sendiri terdiri dari bagaimana mengatur program
siaran, proses membuat program tersebut dan lain sebagainya. Media di Indonesia
tampaknya memang menganut teori yang satu ini. Dimana dalam kasus Tayangan
Kekerasan semua media memiliki tayangan jenis ini dengan nama yang berbeda.
Bukan hanya tayangan kekerasan berita yang di tampilkan seperti Patroli,
Sergap, Sidik dan lain sebagainya. Namun, tayangan kekerasan lainnya seperti
Smack Down dan tayangan sinetron berbau kekerasan turut mendapat tempat di hati publik. Sinetron yang
termasuk dalam tayangan kekerasan adalah Sinetron Anak Ajaib yang di
perankan oleh Joshua.
Menyangkut terhadap perubahan budaya, media juga berperan penting. Sudah
menjadi rahasia umum, media memiliki kemampuan yang luar biasa untuk merubah,
menciptakan atau bahkan menghilangkan budaya. Budaya yang telah berkembang di
tengah komunitas tertentu secara perlahan akibat terjangan media akan hilang
dengan sendirinya. Ini yang tengah terjadi di Indonesia. Teori yang membahas
masalah ini yaitu Teori Norma Budaya (cultural norms theory). Dalam
teori yang di perkenalkan oleh Melvin DeFleur ini menyebutkan media massa
melalui program tertentu dapat menguatkan budaya atau bahkan sebaliknya media
massa menciptakan budaya baru dengan caranya sendiri. Penekanan media pada
program siaran tertentu akan membuat masyarakat menganggap penting dan
mengikuti tindakan-tindakan seperti yang di tampilkan di media tersebut. Contoh
yang terjadi di Indonesia adalah kasus Ny. Lia Marfiandi. Ibu muda ini terkejut
saat melihat anaknya yang berusia delapan tahun memecahkan piring dan gelas
secara tiba-tiba. Bahkan, sang anak tidak merajuk atau lain sebagainya. Sang
anak ini mengaku melihat tampilan Joshua dalam sinetron Anak Ajaib. Sehingga,
dia melakukan pemecahan piring, gelas dan pas bunga sambil tertawa
terbahak-bahak.
3.2.4
Hubungan Media Massa dan Masyarakat
Hubungan media massa dengan
masyarakat telah di bahas dengan berbagai pendekatan yang berbeda. Pertama, hubungan
tersebut merupakan bagian dari sejarah perkembangan setiap media massa dalam
masyarakat sendiri. Pola hubungan tersebut merupakan hasil refleksi sejarah
yang di perkirakan turut berperan dalam perkembangan sejarah itu tersendiri.
Terlepas dari adanya persamaan dari beberapa institusi media pada semua
masyarakat, pada awalnya media juga menerapkan kegiatan dan konvensi
sebagaimana yang diterapkan oleh institutasi nasional lainnya. Hal itu tampak
dalam isi media. Mediapun memenuhi harapan khalayaknya. Media mencerminkan,
menyajikan dan kadangkala berperan serta secara aktif untuk memenuhi
kepentingan nasional yang di tentukan oleh para aktor dan isntitusi lain yang
lebih kuat.
Kedua, gambaran
media sebagai institusi mediasi, yang menghubungkan para anggota masyarakat
biasa dengan peristiwa dunia yang sulit di jangkau oleh penguasa, merupakan ide
yang mengandung konsep hubungan yang terjadi setidak-tidaknya karena adanya
arus informasi yang berkesinambungan. Ketiga, sebagai suatu institusi yang di perlukan bagi
kesinambungan sistem sosial masyarakat industri (informasi) modern yang
berskala besar. Hubungan lainnya, dapat di lihat dari sisi normatif.
Dalam sisi normatif ini di sebutkan harapan masyarakat terhadap media dan peran
yang seharusnya di mainkan oleh media. Hal ini di karenakan, dalam fungsi media
telah di sebutkan media massa berperan untuk membuat rasa nyaman terhdap
publik atau komunikannya. Jika, masyarakat mulai tidak suka terhadap tayangan
yang di tampilkan oleh televisi maka televisi tersebut dengan sendirinya akan
mengalami “miskin” pendapatan. Pendapatan televisi terbesar di peroleh dari
iklan. Para pemasang iklan akan melihat rating tayangan tertentu jika memasang
iklan di televisi tersebut. Sebut saja misalnya, sebuah perusahaan akan
mengiklankan produknya di salah satu stasiun televisi. Jika rating program yang
di tayangkan sangat sedikit penontonnya, maka si pemilik perusahaan akan
memilih program lain atau stasiun televisi lainnya yang memiliki penonton
dengan jumlah besar.
3.3 Komunikasi
Gender
Budaya
maskulin dan feminin dan individu umumnya berbeda dalam bagaimana mereka
berkomunikasi dengan orang lain. Sebagai contoh, feminin cenderung
mengungkapkan diri lebih sering daripada orang-orang yang maskulin, dan lebih
bersifat pribadi.
Feminin
cenderung berkomunikasi lebih kasih sayang, dan dengan keakraban dan kepercayaan
yang lebih besar daripada orang-orang yang maskulin. Secara umum, orang
berkomunikasi lebih feminin dan memprioritaskan komunikasi lebih dari maskulin.
Secara tradisional, maskulin dan feminin orang berkomunikasi dengan orang-orang
dari gender mereka sendiri dengan cara yang berbeda.
Masculine
membentuk persahabatan dengan orang-orang maskulin lain berdasarkan kepentingan
bersama, sementara feminin membangun persahabatan dengan orang-orang feminin
lain berdasarkan saling mendukung. Kedua jenis kelamin yang berlawanan gender
memulai persahabatan didasarkan pada faktor-faktor yang sama. Faktor-faktor ini
meliputi kedekatan, penerimaan, usaha, komunikasi, kepentingan umum, kasih
sayang dan kebaruan.
Sesama
feminin, mereka lebih sering mengungkapkan cerita, ide, masalah dalam berbagai
hal, dalam pertemanan. Sedangkan maskulin cenderung membicaraka hal-hal yang
bersifat umum dan tidak mendetail. Jika dalam hubungan, antara masuklin dengan
feminin tidak terjalin komunikasi yang baik, maka hubungan tersebut tidak dapat
dipertahankan.Konteks sangat penting saat menentukan cara kita berkomunikasi
dengan orang lain. Yang penting untuk memahami pendekatan apa yang tepat untuk
digunakan dalam masing-masing hubungan.
Secara
khusus, pemahaman betapa kasih sayang dikomunikasikan dalam konteks tertentu
sangat penting. Misalnya, maskulin orang mengharapkan kompetisi dalam
persahabatan mereka. Mereka menghindari berkomunikasi tentang kelemahan dan
kerentanan serta menghindari berkomunikasi tentang keprihatinan pribadi dan emosional.
Masculine cenderung untuk berkomunikasi kasih sayang oleh termasuk teman-teman
mereka dalam kegiatan-kegiatan dan bertukar hobi, berkomunikasi satu sama lain
bahu-ke-bahu (yaitu menonton acara olahraga di televisi).
Feminin
tidak keberatan berkomunikasi kelemahan dan kerentanan. Pada kenyataannya,
mereka mencari persahabatan yang lebih dalam dari hal tersebut. Untuk alasan
ini, feminin sering merasa lebih dekat dengan teman-teman mereka daripada
maskulin. Feminin cenderung untuk menghargai teman-teman mereka untuk
mendengarkan dan berkomunikasi non-kritis, berkomunikasi dukungan, perasaan
berkomunikasi meningkatkan harga diri, berkomunikasi validasi, menawarkan
kenyamanan dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan pribadi. Selain itu
feminin juga cenderung untuk berkomunikasi satu sama lain secara tatap muka
(yaitu pertemuan bersama untuk berbicara sambil makan siang).
Berkomunikasi dengan teman lawan jenis
sering sulit karena dasarnya berbeda dari skrip yang maskulin dan feminin orang
orang menggunakan dalam persahabatan mereka. Tantangan lain dalam hubungan ini
adalah bahwa orang mengasosiasikan maskulin kontak fisik dengan berkomunikasi
hasrat seksual lebih dari orang feminin. Maskulin juga berkeinginan seks dalam
hubungan gender yang berlawanan lebih dari feminin. Hal ini menyajikan
tantangan serius dalam persahabatan lintas-gender komunikasi. Untuk mengatasi
tantangan ini, kedua belah pihak harus berkomunikasi secara terbuka tentang
batas-batas hubungan.
3.3.1 Komunikasi
dan Gender Budaya
Budaya
komunikasi adalah sekelompok orang dengan seperangkat norma yang ada tentang
bagaimana mereka berkomunikasi satu sama lain. Budaya ini dapat dikategorikan
sebagai maskulin atau feminin. Budaya komunikasi lain termasuk Afrika-Amerika,
orang tua, asli Indian Amerika, pria gay, lesbian, dan orang-orang cacat.
Gender budaya terutama diciptakan dan dipertahankan oleh interaksi dengan orang
lain.Melalui komunikasi kita belajar tentang sifat-sifat dan kegiatan apa
budaya mereka dan menentukan seks mereka. Meskipun umumnya percaya bahwa seks
mereka adalah akar sumber perbedaan dan bagaimana berhubungan dan berkomunikasi
dengan orang lain, itu sebenarnya jenis kelamin yang memainkan peran yang lebih
besar.
Seluruh
kebudayaan dapat dipecah menjadi maskulin dan feminin, masing-masing berbeda
dalam cara mereka bergaul dengan orang lain melalui gaya komunikasi yang
berbeda. Julia T. Wood ‘s studi menjelaskan bahwa “komunikasi memproduksi dan
mereproduksi definisi budaya maskulinitas dan feminitas.”
Maskulin dan feminin budaya berbeda
secara dramatis dalam kapan, bagaimana dan mengapa mereka menggunakan
komunikasi. Dalam rangka untuk berkomunikasi secara efektif di seluruh budaya
dan jenis kelamin, kita harus menjembatani kesenjangan komunikasi ini.
3.3.2 Gaya
Komunikasi Gender
Masculine
cenderung untuk berbicara lebih banyak daripada di muka umum, tapi feminin
cenderung untuk berbicara lebih banyak daripada maskulin di rumah. Feminin
lebih cenderung untuk saling berhadapan dan melakukan kontak mata ketika
berbicara, sementara orang-orang maskulin lebih mungkin untuk berpaling dari
satu sama lain. Masculine cenderung untuk melompat dari topik ke topik, tapi
feminin cenderung untuk berbicara panjang lebar tentang satu topik.
Saat
mendengarkan, perempuan membuat lebih banyak suara-suara seperti “mm-hmm” dan
“eh-eh”, sedangkan orang-orang maskulin lebih cenderung diam-diam mendengarkan.
Feminin cenderung untuk menyatakan persetujuan dan dukungan, sementara orang
maskulin lebih cenderung untuk perdebatan.
Julia T. Wood menjelaskan cara
“perbedaan antara budaya menanamkan gender komunikasi.”Perbedaan ini dimulai
pada masa kanak-kanak. Penelitian Maltz
dan Borker menunjukkan
bahwa permainan anak-anak bermain membantu anak-anak bersosialisasi ke dalam
budaya maskulin dan feminin. Sebagai contoh, anak-anak bermain rumah-rumahan
mempromosikan hubungan pribadi, dan bermain rumah-rumahan tidak perlu memiliki
aturan tetap atau tujuan. Anak laki-laki, bagaimanapun, cenderung untuk bermain
olahraga tim yang lebih kompetitif dengan tujuan dan strategi yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan ini sebagai anak-anak membuat orang feminin beroperasi dari
asumsi tentang komunikasi dan menggunakan aturan untuk komunikasi yang berbeda
secara signifikan dari yang didukung oleh sebagian besar orang maskulin.
3.3.3 Teori
Tentang Komunikasi Gender
Kesalahpahaman
berasal dari gaya interaksi yang berbeda. Maskulin dan feminin memiliki cara
yang berbeda untuk menunjukkan dukungan, perhatian dan kepedulian. Maskulin dan
feminin sering melihat pesan yang sama dengan cara yang berbeda.
Feminin
cenderung untuk melihat komunikasi lebih sebagai cara untuk menghubungkan dan
meningkatkan rasa kedekatan dalam hubungan. Sedangkan Masculine melihat
komunikasi lebih sebagai cara untuk mencapai tujuan.
Feminin
memberikan lebih banyak isyarat tanggapan dan isyarat nonverbal untuk
menunjukkan minat dan membangun hubungan. Masculine menggunakan sinyal umpan
balik kepada kesepakatan aktual dan ketidaksepakatan. Untuk orang-orang yang
maskulin, tanggapan yang sama ini menunjukkan kesepakatan atau ketidaksepakatan
dengan apa yang sedang dikomunikasikan.
Untuk
orang-orang feminin, berbicara adalah cara utama untuk menjadi lebih dekat
kepada orang lain. Untuk orang-orang yang maskulin, tujuan bersama dan
penyelesaian tugas adalah cara utama untuk menjadi dekat dengan orang lain.
Masculine lebih cenderung untuk mengekspresikan peduli dengan melakukan sesuatu
yang konkret untuk atau melakukan sesuatu bersama-sama dengan orang lain.
Feminin dapat menghindari disakiti oleh orang maskulin dengan menyadari betapa
maskulin orang berkomunikasi peduli. Masculine dapat menghindari disakiti oleh
orang feminin dengan menyadari bagaimana orang berkomunikasi feminin peduli.
Feminin
mengekspresikan kepedulian untuk maskulin orang dapat melakukannya secara lebih
efektif dengan melakukan sesuatu untuk mereka atau melakukan sesuatu dengan
mereka. Masculine mengekspresikan peduli untuk feminindapat melakukannya secara
lebih efektif dengan berkomunikasi secara lisan bahwa mereka peduli.
Masculine
menekankan kemerdekaan dan untuk itu kecil kemungkinannya untuk meminta bantuan
dalam mencapai objektif. Masculine sangat kecil kemungkinannya untuk menanyakan
arah ketika mereka kehilangan daripada orang feminin. Masculine keinginan untuk
mempertahankan otonomi dan tidak tampak lemah atau tidak kompeten.
Feminin
mengembangkan hubungan dalam lebih dari orang maskulin. Feminin orang mencari
dan menyambut hubungan dengan orang lain lebih dari orang maskulin. Masculine
orang cenderung berpikir bahwa hubungan membahayakan kemerdekaan mereka Untuk
orang-orang feminin, hubungan sumber konstan minat, perhatian dan komunikasi.
Untuk orang-orang yang maskulin, hubungan bukan sebagai
pusat. Masculine orang
merasa bahwa tidak perlu berbicara tentang hubungan yang berjalan baik. Feminin
merasa bahwa sebuah hubungan berjalan baik selama mereka berbicara tentang hal
itu.
Feminin dapat menghindari disakiti
maskulin dengan menyadari bahwa orang tidak selalu merasa perlu berbicara
tentang hubungan yang berjalan baik. Masculine dapat membantu memperbaiki
komunikasi dalam suatu hubungan dengan menerapkan aturan komunikasi feminin.
Feminin dapat membantu memperbaiki komunikasi dalam suatu hubungan dengan
menerapkan aturan komunikasi maskulin.
3.3.4 Cara Berkomunikasi dengan Lawan Jenis
1. Individu harus menangguhkan penilaian.
Ketika seseorang menemukan
nya sendiri bingung dalam percakapan lintas-gender, ia harus menahan
kecenderungan untuk menghakimi dan bukannya mengeksplorasi apa yang terjadi dan
bagaimana orang itu dan pasangan mereka mungkin lebih memahami satu sama lain.
2.
Mengenali
validitas gaya komunikasi yang berbeda.
Feminin
kecenderungan untuk menekankan hubungan, perasaan
dan responsif tidak mencerminkan
ketidakmampuan untuk mematuhi aturan-aturan maskulin untuk bersaing lebih dari
maskulin stres pada hasil instrumental adalah kegagalan untuk mengikuti
peraturan feminin kepekaan terhadap orang lain.Wood mengatakan bahwa tidak sepantasnya
untuk menerapkan satu kriteria – baik maskulin atau feminin – untuk kedua jenis
kelamin ‘komunikasi. Sebaliknya, orang harus menyadari bahwa tujuan yang
berbeda, prioritas dan standar yang berkaitan dengan masing-masing.
3.
Memberikan
petunjuk terjemahan.
Mengikuti saran sebelumnya membantu
orang menyadari bahwa orang-orang maskulin dan feminin cenderung untuk
mempelajari aturan yang berbeda untuk interaksi dan yang masuk akal untuk
berpikir tentang membantu yang lainnya menerjemahkan gender komunikasi
Anda. Hal ini terutama penting karena
tidak ada alasan mengapa salah satu jenis kelamin harus secara otomatis
memahami aturan-aturan yang bukan bagian dari gender nya budaya.
4.
Carilah
isyarat terjemahan.
Interaksi juga dapat
ditingkatkan dengan mencari terjemahan isyarat dari orang lain. Mengambil
pendekatan konstruktif untuk interaksi dapat membantu meningkatkan lawan jenis
reaksi budaya.
5.
Memperbesar
gaya komunikasi Anda sendiri.
Dengan mempelajari budaya
lain komunikasi kita tidak hanya belajar tentang budaya lain, tetapi juga
tentang diri kita sendiri. Bersikap terbuka untuk belajar dan tumbuh dapat
memperbesar seseorang keterampilan komunikasi sendiri dengan memasukkan
aspek-aspek komunikasi yang ditekankan dalam kebudayaan lain. Menurut Wood, individu
disosialisasikan ke maskulinitas bisa belajar banyak dari budaya feminin
tentang bagaimana dukungan teman-teman. Demikian pula, budaya feminin dapat
memperluas cara mereka mengalami keintiman dengan menghargai “kedekatan dalam
melakukan” itu adalah khusus maskulin.
6.
Wood
mengulangi lagi, sebagai saran keenam
Bahwa individu harus
menangguhkan penilaian. Konsep ini sangat penting karena penilaian adalah suatu
bagian dari budaya Barat yang tidak sulit untuk mengevaluasi dan kritik orang
lain dan mempertahankan posisi kita sendiri. Sementara budaya jender sibuk
menghakimi gender lain budaya dan membela diri mereka sendiri, mereka tidak
membuat kemajuan dalam berkomunikasi secara efektif. Jadi, menangguhkan
penilaian adalah pertama dan terakhir prinsip efektif komunikasi lintas gender.
IV. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang
dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan
sebagainya. Komunikasi kelompok sebagai interaksi secara dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat. Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan pada
komunikan atau massa yang jumlahnya relatif banyak. Karena jumlahnya yang banyak
maka latar belakang pengetahuan dan tingkat pendidikan juga beragam dalam
tingkatan yang tinggi. Dalam komunikasi gender, Budaya maskulin dan feminin dan
individu umumnya berbeda dalam bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang
lain. Sebagai contoh, feminin cenderung mengungkapkan diri lebih sering
daripada orang-orang yang maskulin, dan lebih bersifat pribadi.
5.2 Saran
Mahasiswa
harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik, baik berkomunikasi dalam
kelompok, massa maupun gender. Penyuluh harus mampu berinteraksi dan
bersosialisasi dengan para petani agar informasi yang disampaikan dapat
diterima dan dimengerti oleh para petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar