Kamis, 28 November 2013

pengantar ilmu pertanian l(aporan lengkap)


I. PENDAHULUAN
1.1         Latar belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian.
Pertanian Indonesia pada umumnya adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya adalah berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir menjadi dua. Disamping itu, dua faktor alam lain yang ikut memberi corak pertanian indonesia yaitu bentuknya sebagai kepulauan dan topografinya bergunung-gunung. Pertanian di Indonesia berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua jenis pertanian, yaitu pertanian rakyat dan pertanian perkebunan besar. Pertanian rakyat diselenggarakan oleh penduduk pedesaan atau penduduk di daerah marginal kota. Pertanian ini dalam penyelenggaraannya mempunyai sifat yakni modal yang terbatas, penyerapan tenaga kerja musiman dan bersifat kekeluargaan, pengelolaan lahan dan pertanian secara wiraswasta, jenis tanaman bersifat tanaman bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, serta komoditi pertanian rakyat seperti karet, cengkeh, kelapa dan lada. Pertanian pada daerah tropis umumnya melakukan usaha taninya pada lahan tadah hujan dan lingkungan yang beragam dan rentan resiko. Dalam perjuangan terus-menerus untuk bertahan hidup masyarakat tani mendapatkan pangan dan sarat dari tanaman dan hewan.
Daerah Sulawesi Selatan misalnya yang memiliki kondisi geografis dimana terletak gunung, berbukut-bukit dan memiliki palung atau lembah khususnya. Perkembangan pertanian di Sulawesi Selatan masih dalam tahap pembangunan teknologi pertanian yang tidak semodern teknologi pertanian di negara-negara maju, hal ini disebabkan pengadaan modal yang masih kurang, disamping itu, umumnya tingkat perekonomian di indonesia masih rendah. Sulawesi Selatan  sebagai salah satu daerah sektor pertanian yang cukup luas dan selama ini sangat banyak potensi sumber daya alamnya tentunya dikenal sebagai daerah yang sangat mengandalkan sektor pertaniannya dalam pembangunan dan dari sektor ini pulalah sulawesi Selatan dikenal sebagai daerah pertanian selain Kalimantan dan Jawa. Hal inilah yang kemudian menjadikan pertimbangan pemerintah untuk selalu menjaga ketahanan pangan di Sulawesi-Selatan.Keterpenuhan pangan di Sulawesi Selatan relatif terpenuhi mengingat produksi pangan terutama beras mencapai surplus, pada tahun 2009 surplus beras mencapai sekitar 800.000 tonnamun demikian kondisi ketahanan pangan kita akan mendapat ancaman apabila pemerintah lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur ketimbang pengembangan pertanian, karena kecenderungan Kebijakan Politik lokal dengan melihat kecenderungan kebijakan politik pembangunan secara umum di Sulawesi Selatan, maka terdapat indikasi kuat tentang minimnya perhatian pada sektor pertanian dan pangan.
Daerah aliran sungai merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai komponen dan terdapat dalam satu kesatuan wilayah. Dimana komponen-komponen DAS terdiri atas badan air, kawasan\lindung, kawasan pemukiman. Sebagai satu kesatuan maka pengelolaan DAS harus berorientasi pada pendekatan ekosistem, dimana mengharuskan pengelolaannya ditangani secara utuh (holistic), untuk memperoleh keseimbangan dan keberlanjutan guna menjamin manfaat yang optimal dan berkelanjutan (jangka panjang). Yang menjadi permasalahan ialah dalam aplikasinya pendekatan ekosistem tidaklah semudahmengatakannya. Oleh karena itu konsep ini tidak pernah diaplikasikan secara utuh sehingga menimbulkan kesenjangan antara konsep dan pengaktualisasiannya yang harus segera dicari solusinya. Dari kesemuanya itu maka menimbulkan permasalahan dimana timbulnya kebijakan yang rancu diakibatkan labilnya institusi dan sistem perencanaannya yang nantinya berdampak pada pengelolaan DAS yang terfragmentasi. Bahkan pada permasalahan tertentu bertentangan (paradoksal) dan masyarakat yang menuai hasilnya. DAS adalah suatu kawasan mulai dari daerah hulu dipegunungan (up stream) hingga daerah hilir dataran rendah / perkotaan (down stream) oleh karena itu terdapat beraneka sudut pandang dalam menyikapinya. Disisi lain sangat diperlukan kesamaan dan kesepakatan persepsi dari multi stakeholder untuk melihat DAS sebagai suatu kesatuan ekosistem yang utuh sehingga melahirkan suatu keterpaduan.
Diperlukan keterpaduan disebabkan pengelolaan DAS mencakup sumberdaya hutan, lahan, air, manusia. Oleh karena itu diperlukan penetapan baik dari segi sasaran, rencana, kelembagaan, monitoring dan evaluasi sebagai jaminan pelaksanaan kegiatannya terpadu. Pengelolaan yang terfragmentasi dan berbagai hal yang mengakibatkan paradoksal pengelolaan DAS, hasilnya kini sudah kita rasakan bersama. Banjir makin sering terjadi dimusim hujan dan kekeringan merajalela di musim kemarau. Dari perspektif inilah kiranya kita bisa memahami kenapa masyarakat selalu meminta kompensasi yang harus dicantumkan jelas dalam kebijakan maupun pengelolaan lingkungan hidup.







1.2         Sasaran belajar
Dalam pelaksanaan Field Trip ini sasaran belajar yang diharapkan dapat tercapai adalah sebagai berikut :
·                     Aspek pengetahuan
Dalam aspek ini mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan dan menambah kemampuan manajerialnya termasuk kemampuan menganalisa  dan memecahkan masalah yang dihadapi di lapangan.
·                    Aspek keterampilan
            Aspek ini meliputi pekerjaan-pekerjaan yang sifatntya berkaitan dengan kemampuan fisik termasuk didalamnya kecepatan dan keterampilan dalam melaksanakan suatu kewajiban.
·                    Aspek sikap
            Kita harus memberikan penyuluhan kepada daerah-daerah yang penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang dimana pengetahuannya masih minim tentang hama dan bagaimana pengelolaan sawah yang baik dan ramah lingkungan.

1.3       Tujuan dan Kegunaan
1.3.1  Tujuan
Adapun tujuan dari field trip ini adalah sebagai berikut :
1.            Field trip merupakan yang tak terpisahkan dari kurikulum Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
2.            Memperluas wawasan berfikir dan menambah pengalaman, pengetahuan serta keterampilan mahasiswa.
3.            Mahasiswa diharapkan dapat lebih arif dan bijaksana terhadap segala macam fenomena Agrokompleks (pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, serta peternakan) yang ada dalam masyarakat.
4.            Menemu–kenali lebih dekat karakteristik fisik, sosial, ekonomi, dan sosial budaya di lokasi Field Trip.
5.            Agar mahasiswa berkesempatan untuk melatih, memhami, menguji, mencocokan, dan memperluas teori–teori yang diperoleh di bangku kuliah dan mampu merekontruksi suatu pentas sosial dalam suatu bentuk laporan tertulis.

1.3.2    Kegunaan
Adapun kegunaan field trip adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat tani, nelayan, peternak dan pengusaha (agribisnis), serta pemerintah setempat terutama yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentang pembangaunan pertanian secara khusus dan pembangunan agrokompleks secara umum.






II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1      Ekosistem pesisir
Ekosistem  pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut, dimana organisme penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari laut. Organisme tersebut berkumpul dalam suatu tempat untuk saling berinteraksi, seperti pada daerah estuari, pantai berbatu, pantai berpasir, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang (Irwanto, 2011).
Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari barat hingga timur dengan garis pantai sepanjang ± 80.791 km. Setiap pulau memiliki perbedaan yang dipengaruhi oleh kondisi geologi, geomorfologi, hidrologi dan posisinya yang terletak pada daerah tropis. Dengan kondisi tersebut, maka di sepanjang jalur garis pantainya (pesisir) terbentuk berbagai jenis bentuk lahan asal marin dan berbagai tipe ekosistem pesisir. Ekosistem pantai identik dengan daerah kepesisiran (coastal area) atau disebut saja daerah pesisir, namun hal ini perlu dibedakan dengan pesisir (coast), pantai (shore), maupun gisik (beach). Daerah pesisir yaitu daerah yang membentang dari zona gelombang pecah (breaker zone) di laut hingga batas akhir daratan alluvial pesisir (coastal alluvial plain) di darat. Jika daerah pesisir membentang dari laut hingga darat maka yang disebut pesisir berupa bentangan di darat saja, yaitu dari garis pesisir


(coastline) hingga batas akhir daratan alluvial pesisir. Faktor antropodinamik diketahui sebagai faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap daerah pesisir pantai. Akibat kelanjutannya adalah terjadinya erosi pantai maupun sedimentasi ditempat lain (Anonim1, 2011).
Ekosistem pesisir bersifat sangat dinamis, karena merupakan tempat pertemuan dan interaksi dari tiga kekuatan yang berasal dari daratan, perairan laut dan udara. Potensi sumber daya pesisir dan laut utamanya sumber daya hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun budi daya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumber daya baik pesisir maupun laut. Masyarakat pesisir dan laut yang jumlahnya cukup besar dengan ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan sumber daya hayati laut diperhadapkan pada masalah makin terbatasnya dan berkurangnya potensi tangkap yang sangat mempengaruhi kondisi sosial–ekonomi mereka. Potensi lahan tambak telah dimanfaatkan hampir sebanding dengan potensi tersedia, sehingga tidak layak lagi dilakukan perluasan areal tambak karena akan berdampak ekologis dan akan terjadi benturan fungsi-fungsi lahan. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang prospektif untuk diolah dan dikembangkan adalah sumber daya potensi pariwisata, namun diperhadapkan pada kompleksitas masalah dalam pengelolaan/ eksploitasinya (Sunarto, 2004).

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat khususnya mengakibatkan penguasaan lahan secara liar oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan terbatasnya lahan untuk tempat tinggal di kota menjadikan lahan milik negara yang tidak dimanfaatkan digunakan masyarakat untuk kawasan permukiman. Pemukiman lette terletak di tepi pantai dengan perkembangan kotanya secara linier di sepanjang pantai tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat memilih tempat tinggal di kawasan tersebut karena merupakan lokasi yang strategis dan dekat dengan mata pencaharian utamanya sebagai nelayan. Kawasan permukiman ini akhirnya berkembang di kawasan konservasi ke arah pantai dan menjadi kawasan kumuh. Munculnya kawasan permukiman kumuh legal (slums) dan ilegal (squatters) disebabkan tidak adanya peraturan daerah sebagai pengendali dalam penyediaan hunian dan pelayanannya. Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007).




2.2      Ekosistem Mangrove, Padang Lamun ,Terumbu Karang
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan berfungsi ganda dalam lingkungan hidup. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh lautan dan daratan, sehingga terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika, sifat kimia dan sifat biologi. Hutan mangrove tergolong salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan terdapat hampir diseluruh perairan Indonesia yang berpantai landai. Sebagai sala satu ekosistem yang unik, hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang potensial, karena mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu fungsi ekologis, fungsi ekonomi, dan fungsi lain (parawisata, penelitian, dan pendidikan). Meskipun demikian, hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat mudah rusak jika terjadi perubahan pada salah satu unsur pembentuknya, sehingga dikenal sebagai fragile ecosystem (Arifin Arief, 2007).
Hutan mangrove adalah ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin topan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal adalah kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata lain di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri et al 2004).
     Padang lamun (sea grass)  adalah  tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizoma, daun dan akar. Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga, dengan rhizoma dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kuat di dasar laut hingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus. Sebagian besar, lamun berumah dua, artinya dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau bunga betina saja. Sistem pembiakannya bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air. Buahnya pun terendam dalam air (Nontji, 2005).
     Adapun yang termasuk padang lamun yaitu sea grass (tumbuhan berbunga). Fungsi dari padang lamun yaitu:
a.            Makanan untuk ikan besar dalam bentuk detritus.
b.            Tempat berlindungnya biota-biota laut.
c.            Dapat meredam arus sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang.


Meskipun padang lamun merupakan ekosistem yang penting, namun pemanfaatannya secara langsung untuk kebutuhan hidup manusia tidak banyak dilakukan. Beberapa jenis lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan, misalnya samo-samo (Enhalus acoroides) dimanfaatkan bijinya oleh penduduk pulau-pulau seribu (Wilyadara, 2004).
Lamun merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) yang telah sepenuhya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut dan lamun sering kali merupakan komponen utama yang dominan di lingkungan pesisir. Lamun seringkali dijumpai berasosiasi dengan hutan mangrove dan terumbu karang. Sebaran lamun bergantung luas daerah pasang surut. Sebagian besar lamun memiliki morfologi luas yang secara kasar hampir serupa. Ciri-cirinya antara lain : memiliki daun yang panjang, tipis, dan mirip pita yang mempunyai saluran air serta bentuk yang monopodial (Nybakken, 2005).
Jika padang lamun berlebihan dapat merusak terumbu karang. Penyebaran jenis padang lamun tidak merata, oleh karena di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang berbeda, termasuk pengaruh aktivitas manusia yang menimbulkan dampak dampak terhadap perubahan penyebaran kehidupan jenis-jenis tanaman lamun di daerah perairan terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang dapat tumbuh di daerah tropis. Terumbu karang banyak didapat di dasar pantai. 

Pada hakikat terumbu karang harus kita jaga. Tapi kenyataannya, pada saat ini sudah banyak terumbu karang yang rusak akibat ulah tangan manusia. Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan
(Dahuri et al, 2004).
Meningkatnya kerusakan terumbu karang, dewasa ini telah mengkhawatirkan karena banyak mempengaruhi status keanekaragaman laut selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktivitas manusia yang menggunakan bahan peledak, penggunaan sianida untuk menangkap ikan serta sedimentasi. Pemanfaatan potensi terumbu karang tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi perekonomian, tanpa memperhatikan fungsi yang lain, yaitu penyokong kehidupan (Dahuri et al 2004).
Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (Stony coral). Hewan yang tergolong Scleractimia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Tetapi di samping itu, sangat banyak jenis biota lainnya yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan karang batu ini. Semuanya terjalin dalam hubungan fungsional yang harmonis dalam suatu ekosistem yang dikenal dengan ekosistem terumbu karang (Nontji, 2005).
Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lain. Taman-taman laut yang terkenal terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu karang. Selain itu, terumbu karang merupakan pelindung fisik terhadap pantai. Bagaikan benteng yang kokoh. Apabila terumbu karang rusak, dihancurkan atau diambil karang beserta pasir secara berlebihan, maka benteng pertahanan pantai pun akan jebol. Akibatnya, pantai akan terus terkikis oleh pukulan ombak (Slamet P, 2006).  Adapun fungsi dari terumbu karang yaitu:
1.            Sebagai tempat tinggal ikan dan biota-biota laut lainnya.
2.            Sebagai tempat perlindungan biota-biota laut.
3.            Melindungi ekosistem pesisir  dari gelombang besar (badai).

2.3      Ekosistem persawahan
Persawahan merupakan salah satu bagian dari berbagai kegiatan di bidang pertanian, dimana lahan persawahan ini biasanya didominasi oleh komoditi yang berupa tanaman padi. Namun demikian, lahan persawahan kadang diusahakan bersama komoditi lain seperti azolla dan ikan air tawar lantaran kondisi ekosistemnya yang memungkinkan. Meskipun tanaman padi dapat ditanam di lahan kering (padi gogo), dalam program peningkatan produksi padi pada seperti saat ini, pemerintah masih mengandalkan sawah sebagai tulang punggung pengadaan beras dri pada lahan kering. Hal ini mengingat lahan sawah mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding lahan kering, selain ketersediaan teknologi yang lebih banyak. Tanaman padi pada dasarnya merupakan biota pokok sawah yang dapat hidup pada ekosistem darat dan ekosistem air. Pada sistem sawah, tanaman padi sepanjang hidupnya selalu dalam
kondisi tergenang, dimana hal ini merupakan ciri khas dari budidaya padi sawah. Oleh karena itu, budidaya sawah ini dilakukan pada tanah yang berstruktur lumpur (Anonim 2, 2011).
Padi sebagai komoditi utama pada lahan persawahan memiliki beberapa komponen dilihat dari segi struktur morfologi tanamannya, yakni berupa komponen vegetatif dan komponen generatif, yakni dimana komponen tersebut mempengaruhi cara pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Komponen vegetatif tadi terdiri dari bagian akar, batang dan daun. Adapun komponen generatifnya terdiri dari bagian malai, bunga dan buah. Dari segi pembudidayaannya, tanaman padi di lahan persawahan melalui berbagai tahap, termasuk tahap persiapan lahan, pemilihan benih, penyemaian, penanaman, pemupukan dan pemeliharaannya termasuk pengelolaan hama dan penyakit hingga tiba masa panen (Penuntun Field Trip, 2011).
a.            Penyiapan Lahan
Tahap awal ini meliputi pengolahan tanah yang terdiri dari pembajakan, garu dan perataan. Adapun lahan yang ideal untuk sawah harus memiliki kandungan liat minimal 20%.
b.            Pemilihan Benih
Sebaiknya benih yang dipilih oleh para petani sawah adalah berupa benih padi yang bersertifikat/berlabel biru. Di tiap musim tanam perlu adanya pergiliran varietas benih yang digunakan dengan memperhatikan terhadap serangan hama.
c.            Penyemaian
Penyemaian dibuat secara bersamaan dengan lahan penanaman. Lahan persemaian biasanya diolah terlebih dahulu, biasanya dengan pembajakan atau pencangkulan selama tiga kali. Penyemaian ini biasa dibuat di lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami.
d.            Penanaman
Sistem penanaman padi sawah terdiri dari sistem tapin dan tabela. Pada sistem tapin (transplanting), bibit ditanam pada lahan selanjutnya bibit dipindahkan saat berumur 18-25 hari umumnya 21 hari. Sedangkan pada sistem tabela, benih ditebar langsung dan tidak dilakukan persemaian.
e.            Pemupukan
Pupuk untuk tanaman padi sebaiknya merupakan campuran antara pupuk organik dan pupuk buatan. Dosis pupuk disesuaikan dengan keadaan potensi dan daya dukung setempat.
f.             Pemeliharaan
Beberapa tindakan pemeliharaan/ perawatan tanaman padi sawah meliputi penyulaman, pengaturan genangan dan pemberantasan hama dan penyakit. Pengaturan genangan dimulai dengan pemberian air pada waktu yang tepat, jumlahnya yang cukup dan kualitas air yang baik dengan memperhatikan metode tertentu.




2.4      Petani dan Usaha Tani
Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak. Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu.Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semuavertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air) (Anonim3, 2011).
 Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspekkonservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif(intensive farming).
Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai 
agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan. Petani jika berusaha tani secara individu akan terus berada di pihak yang lemah karena petani secara individu akan mengelola usaha tani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang rendah. Sehingga, pemerintah perlu memperhatikan penguatan kelembagaan lewat kelompok tani karena dengan berkelompok maka petani tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya. Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan dengan baik ini disebabkan oleh :
1.            Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.
2.            Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%).
3.            Pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok bersifat individu. Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama, sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol.

2.5     Alih Fungsi Lahan
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Negara Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Keadaan inilah yang menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunya adalah ketahanan pangan nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan. Namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu mengalami alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan non sawahUsaha yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan swasembada pangan adalah peningkatan mutu program itensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi lahan pertanian (Syahyuti, 2007).
 Hal ini penting dilakukan guna mengantisipasi kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawahHasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar 225.292 hektar atau sebesar 1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun mengalami mutasi lahan sebesar 18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006 mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar 1,304,853 ton atau sebesar 1.09 persen (Anonim4, 2011).
Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran atau mutasi lahan sawah ke non sawah perlu dilihat bukan saja berdasarkan dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kestabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan masyarakat dimasa depan. Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan. Untuk mengurangi alih fungsi lahan yang lebih luas pemerintahPerlu melakukan strategi dan kebijakan mengenai pengendalian konversi lahan sawah karena permasalahannya sangat kompleks maka strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian memerlukan pendekatan holistik (memuat instrumen yuridis, instrumen insentif bagi pemilik lahan pertania dan instrumen rencana tata ruang wilayah dan perizinan lokasi secara terpadu). Serta dalam rangka menjaga ketahanan pangan khususnya untuk meningkatkan produksi padi selain melakukan pengendalian alih fungsi lahan juga perlu dilakukan intensifikasi pertanian melalui penerapan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan agar dapat meningkatkan budaya sains dan teknologi pertanian 
(Anonim 5, 2011).

2.6.    Ekosistem Hutan
            Ekosistem hutan adalah hubungan antara kumpulan beberapa populasi baik itu binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalan lapisan dan dipermukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan yang dinamis yang mengadakan interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya dan antara yang satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Supeksa, 2010).
            Organisme berkembang dalam komunitas dan terjalin dalam sebuah sistem dengan lingkungan fisik untuk keperluan kehidupan. Spesies tumbuhan dan binatang dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh pengaruh potensi sumber daya alam dan faktor kimiawi yang sesuai dengan kebutuhan hidup spesies tersebut. Kawasan hutan banyak ditumbuhi oleh lebatnya pohon dan tumbuhan. Menjadi bentuk kehidupan yang tersebar di dunia, baik di daerah tropis, beriklim dingin, di pegunungan, dataran rendah, di pulau terkecil atau di suatu benua. Memiliki fungsi untuk menampung karbon dioksida, rumah bagi habitat hewan dan tumbuhan, pelestarian alami tanah, modulator arus hidrolika, dan fungsi biosfer terpenting bagi keberlangsungan hidup di muka bumi ini (Anne, 2010).

2.7         Gambaran umum DAS jeneberang
Daerah Aliran Sungai Jeneberang disusun oleh batuan gunung api yang terdiri dari aglonmerat, breksi, lava, endapan lahar dan tufa. Batuan gunungapi tersebut termasuk dalam batuan gunung api Battrape-Cindako dan batuan gunung api Lompobattang. Beberapa diantara batuan gunung api tersebut tidak mengalami kompaksi yang sempurna, sehingga sangat mudah mengalami longsoran dan erosi. Bagian tengah daerah aliran Sungai Jeneberang, selain batuan gunung api, dijumpai juga batuan sedimen laut dari formasi Camba yang terdiri dari batu pasir, batu lempung, napal, batu gamping, konglomerat dan breksi gunung api. Bagian hilir Sungai Jeneberang tersusun atas endapan fluvial yang terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lumpur dan batu gamping koral. Batuan yang menyusun daerah perairan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang
sebagai endapan aluvial pantai terdiri dari pasir, lempung dan lumpur. Dalam pengolahannya endapan berupa pasir tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai material campuran dalam pembuatan konstruksi bangunan (Panduan Field Trip, 2011).

Debit sungai Jeneberang berkisar antara 238,8–1.152 m3/detik dengan debit rata-rata tahunan sebesar 33,05 m3/detik. Debit aliran sungai ini mengalami penurunan tiap tahunnya akibat meningkatnya derajat sebaran lumpur (sedimen) dari daerah hulu. Dengan panjang sungai 75,6 km dan debit 33,05 m3/detik kondisi sungai ini masih relatif aman. Dalam artian bahwa kondisi sungai ini tetap stabil/aman jika dalam pengelolaan dan pemeliharaan Dam Bili-Bili dilakukan secara kontinyu. Jika stabilitas Dam Bili-bili menurun hingga secara teknis tidak mampu berfungsi dengan maksimal, hal ini akan memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap pedataran Kota Makassar. Karena penurunan stabilitas Dam Bili-Bili ini akan menaikkan besarnya kecepatan aliran debris. Kecepatan alir yang terlalu besar memungkinkan gaya gravitasi bumi sangat kuat yang dapat mengikis permukaan tanah yang sampai akhirnya dapat menyebabkan longsor. Ancaman ini akan semakin besar dikarenakan tekstur  tanah yang tersusun dan tersebar di kawasan ini merupakan struktur tanah yang tidak terkompaksi secara maksimal (Anonim 6, 2011).

2.8.     Gambaran Umum DAM Bili-bili
Bendungan Bili-Bili merupakan bendungan terbesar di Sulawesi Selatan yang terletak di Kabupaten Gowa, sekitar 30 kilometer ke arah Timur Kota Makasar bendungan ini diresmikan pada tahun 1989. Bendungan dengan waduk 40.428 ha ini dibangun dengan dana pinjaman luar negeri sebesar  Rp. 780 miliar kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Bendungan Bili-Bili menjadi sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Aliran Minum (PDAM) Gowa dan Makassar bermanfaat sebagai pengendali banjir Sungai Jeneberang dari debit 2.200 meter kubik per detik menjadi 1.200 meter kubik per detik. Bendungan ini juga berfungsi sebagai PLTA dengan kapasitas 16,3 meter. Namun bila hujan, lumpur longsor di kaki Gunung Bawakaraeng mengalir masuk ke waduk Bili-Bili hingga air baku menjadi keruh. Jika tingkat tidak mampu lagi dijernihkan Instalasi Penjernihan Air (IPA) PDAM Gowa dan Makasar (Supardi, 2005).
Bendungan ini dibangun dengan tujuan sebagai tanggul penahan air, sebagai PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga air), sebagai PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dan irigasi atau pengairan sawah Beberapa permasalahan lingkungan yang ditemukan seperti pencemaran air yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan disekitar bendungan Bili-Bili, hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran manusia yang membuang sampah sembarangan. Permasalahan lain yang di temukan adalah udara yang semakin panas yang disebabkan oleh adanya penggundulan gunung di sekitar bendungan Bili-Bili. Pada dasarnya, solusi berbagai permasalahan harus dari kesadaran masyarakat untuk dapat melestarikan seperti mengadakan reboisasi atau penghijauan dan membuang sampah pada tempatnya
(Panduan Field Trip, 2011).


·                     Bendungan ini mempunyai dua terowongan :
Ø  Panjang terowongan 1 = 300 meter
Ø  Panjang terowongan 2 = 290 meter
Ø  Bentuknya tipe lingkaran
Ø  Diameter ± 9,3 meter
·                     Bendungan utama terdiri atas :
Ø  Tinggi                         = 73 meter
Ø  Panjang                     = 750 meter
Ø  Lebar puncak            = 10 meter
Ø  Elevesi puncak         = 106 meter
Ø  Volume timbunan    = 2.760.000 m³
·                     Bendungan sayap kiri :
Ø  Tinggi                         = 42 meter
Ø  Panjang                     = 646 meter
Ø  Lebar puncak            = 10 meter
Ø  Elevesi puncak         = 106 meter
Ø  Volume timbunan    = 1.470.000 m³
·                     Bendungan sayap kanan :
Ø  Tinggi                         = 52 meter
Ø  Panjang                     = 412 meter
Ø  Lebar puncak            = 10 meter


·                     Pemindahan penduduk
Jumlah penduduk yang akan dipindahkan 1.739 KK, yang berasal dari Desa Romang Loe, Moncong Loe, Lanna dan Manuju.
Macam perpindahan penduduk :
Ø  Pindah sendiri          = 1.238 KK
Ø  Treansmigrasi lokal = 740 KK
·                     Pembiayaan : di peroleh dari OECF
Dari berbagai keterangan di atas, maka ekosistem hutan memegang perang penting, untuk menjaga ketersediaan air dan berkelanjutan pembangunan bendungan Bili-Bili ini. Munculnya dimensi berkelanjutan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan umat manusia akan masa depannya sebagai akibat dari peledakan penduduk dan penggunaan teknologi dalam pemanfaatan sumber daya alam. Manakala daya dukung lingkungan itu terlampaui, maka akan menimbulkan kerusakan pada semua komponen dalam ekosistem. Jika hal ini terus menerus berlanjut maka kebutuhan-kebutuhan manusia akan terganggu
(Penuntun Field Trip, 2011).        






III. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTEK LAPANG
3.1       Keadaan Geografis
Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Kelurahan Bulutana salah satu kelurahan di kecamatanm Tinggimongcong kabupaten Gowa, provinsi Sulawesi Selatan. Bulutana ibukota di lombasang, sebuah kampung yang berjarak  2 km dari Malino ibu kota Kecamatan Tinggimoncong. 

3.1.1   Batas Wilayah
Wilayah merupakan suatu unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya saling tergantung secara internal.  Tipologi suatu wilayah dapat digambarkan sebagai Gambaran Tunggal  dan  Gambaran Majemuk. Lokasi field trip terbagi atas 4 batas wilayah kelurahan, yaitu sebagai berikut :         
- Sebelah utara          : Kelurahan Malino                                   
- Sebelah Timur         : Kelurahan Pattapang                             
- Sebelah selatan      : Kelurahan Bontolerung             
- Sebelah Barat          : Kelurahan Bulutana




















 3.1.2  Pemanfaatan Lahan         
            Luas wilayah kelurahan dalam tata guna lahan, Luas Wilayah Kelurahan Bulutana 2170 Ha  terdiri dari :
Tabel 1.  Pemanfaatan Lahan di Kelurahan Bulutana, Kecamatan         Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011.
No
Jenis Pemanfaatan Lahan
Luas (ha)
1
Hutan Lindung
1367 ha
2
Hutan Adat
4 ha
3
Sawah
389 ha
4
Ladang
274,5 ha
5
Pemukiman
135,5 ha
Sumber : Data Sekunder, 2011

            Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa jenis pemanfaatan lahan yang paling luas adalah hutan lindung dengan luas 1367 ha, kemudian sawah dengan luas 389, ladang dengan luas 274,5 ha , pemukiman 135,5 ha, dan hutan ada yang jenis pemanfaatan lahan paling kecil 
dengan luas 4 ha.

3.1.3  Jarak wilayah dari pusat Pemerintahan
            Jarak dari ibu kota Kecamatan Tinggimoncong ke kelurahan Bulutana 2 km, jarak dari Ibu Kota Kabupaten Gowa ke kelurahan Bulutana 62 km, dari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan ke kelurahan Bulutana 71 km.









 3.1.4 Keadaan Topografi
            Secara umum keadaan topografi Kelurahan Bulutana adalah daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan, yang didalamnya terdapat 5 (lima) aliran Sungai, 4 (empat) titik air terjun yang dapat dijadikan objek wisata alam. Kelurahan Bulutana berada pada ketinggian 1050 meter dari permukaan laut.

3.1.5    Iklim
            Iklim Kelurahan Bulutana sebagaimana Kelurahan /Kelurahan lain di wilayah Kabupaten Gowa yaitu iklim tropis dengan dua musim, yakni Kemarau dan Hujan.Suhu rata-rata 15 C sampai 22 C.

3.1.6     Wilayah Administrasi Pemerintahan
            Wilayah administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW. Dalam praktik, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya pengunaan pengertian tersebut disebabkan dua factor yakni: (a) dalam kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintahan. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada suatu wilayah administrasi yang telah ada; dan (b) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas suatu administrasi pemerintah lebih mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data diberbagai bagian wilayah berdasarkan pada suatu wilayah administrasi tersebut (Sukirno, 2004).
Kelurahan Bulutana terdiri atas 4 (empat) Lingkungan yakni:  Lingkungan Lombasang, Buttatoa,Palangga, dan Parangbugisi yang terdiri dari 10 RK dan 23 RT sebagai berikut :
Tabel 2. Lingkungan yang ada di Kelurahan Bulutana, Kecamatan  Tinggimoncong, kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011
Nama Lingkungan
Jumlah RK
Jumlah RT
Lombasang
2
6
Buttatoa
3
7
Palangga
2
4
Parangbugisi
3
6
Sumber : Data Sekunder, 2011
            Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 4 wilayah pada  Lingkungan tersebut terdiri dari Wilayah Lingkungan Lombasang terdiri dari 2 (dua) Rukun Warga dan 6 (enam) Rukun Tetangga (RT) yaitu RK 01 Lombasang  4 (empat) RT, RK 02 Mattoangin 2 (dua) RT. Pada Wilayah Lingkungan Buttatoa terdiri dari 3 (tiga) Rukun  Warga  dan 7 (tujuh) Rukun Tetangga diantaranya, RK 01 Bontoa 3 (tiga) RT,  RK 02 Bulutanatoa 2 (dua) RT dan RK 03 Tanetea 2 (dua) RT.  Wilayah Lingkungan Palangga terdiri dari 2 (dua)  Rukun Warga dan 4 (empat) Rukun Tetangga diantaranya RK 01 Palangga 2 (dua) RT, RK 02


Panambungang 2 (dua) RT. Kemudian Wilayah Lingkungan Parangbugisi terdiri dari 3 (tiga)  Rukun Warga dan 6 (enam) Rukun Tetangga diantaranya,RK 01 Pa`bentengang 3 (dua) RT,RK 02 Parasngsilibbo 2 (dua) RT dan RK 03 Paranglambere 1 (dua) RT.

3.2         Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
Keadaan sosial ekonomi penduduk merupakan suatu keadaan yang sangat berkaitan dengan kondisi finansial yang dimana taraf kemampuan penduduk sangat di ukur dengan melihat dengan mata pencaharian penduduk tersebut. Masyarakat Bulutana mempunyai mata pencaharian yang beragam, namun pada umumnya sebagian besar bermata pencaharian petani dan buruh tani (Supartno, 2005).

3.2.1.  Jumlah Penduduk
            Penduduk (population) adalah semua orang yang menetap di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Jumlah penduduk suatu negara dapat diketahui melalui beberapa cara yaitu sensus penduduk, survey penduduk dan registrasi penduduk. Jumlah penduduk adalah jumlah manusia yang bertempat tinggal/berdomisili pada suatu wilayah atau daerah dan memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut(Anonim 6, 2011).
           
            Penduduk Kelurahan Bulutana terdiri atas 609 KK dengan total jumlah jiwa 2300 orang. Berikut perbandingan jumlah penduduk perempuan dengan laki-laki.
Tabel 3.         Data hasil sinkronisasi pendataan Pemerintah Kelurahan    Bulutana, Kecamatan  Tinggimoncong, kabupaten Gowa,  Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011
No
Jenis Kelamin
Jumlah
Presentase (%)
1
Laki-laki
1.141 Jiwa
49,6 %
2
Perempuan
1.159 Jiwa
50,3 %
Total
2.300 Jiwa
100%
Sumber: Data Sekunder, 2011
            Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa dengan data penduduk pada saat ini terlihat dari laporan hasil sensus Kader PPKBD dan Dasawisma dalam rangka penetapan Peringkat Kesejahteraan Masyarakat (PKM) pada akhir Bulan oktober 2010. Menggunakan alat kajian dengan system Penjajakan pendataan langsung di masyarakat dan di jadikan sebagai Bank Data Kelurahan untuk kepentingan pembangunan masyarakat. Perkembangan penduduk Kelurahan Bulutana yang setiap bulan disampaikan pada Pemerintah Kabupaten melalui Kantor Camat Tinggi moncong, maka dapat diketahui jumlah penduduk menurut kelompok Umur, jenjang pendidikan, masing-masing.




3.2.2   Jumlah penduduk menurut kelompok umur
                        Karakteristik penduduk yang paling penting adalah umur atau yang sering juga disebut struktur umur. Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima tahunan (Supradi, 2011).  Berikut data jumlah penduduk menurut kelompok umur :
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Kelurahan Bulutana, Kecamatan  Tinggimoncong, kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011
No
Umur
L
P
Jumlah
Presentase %
1
0 - 5 Tahun
85
115
200
8,74 %
2
6 - 10 Tahun
122
160
282
12,32 %
3
11-15 Tahun
103
99
202
8,83 %
4
16 - 20 Tahun
96
84
180
7,87 %
5
21 - 25 Tahun
84
98
182
7,96 %
6
26 - 30 Tahun
98
96
194
8,48 %
7
31 - 35 Tahun
97
87
184
8,04 %
8
36 - 40 Tahun
65
74
139
6,08 %
9
41 - 45 Tahun
92
95
187
8,17 %
10
46 - 50 Tahun
109
80
189
8,26 %
11
51 - 55 Tahun
93
81
174
7,61 %
12
56 - 60 Tahun
97
90
187
7,68 %
Total
1.141
1.159
2.300
100%
Sumber : Data Sekunder, 2011
Tabel 4,menunjukkan bahwa jumlah penduduk umur 0-5 tahun berjumlah 200, laki-laki 85, perempuan 115 dan presentasenya 8,74%.Jumlah penduduk umur 6-10 tahun berjumlah 282, laki-laki 122, perempuan 160 dan presentasenya 12,32%. Jumlah penduduk umur     11-15 tahun berjumlah 202, laki-laki 103, perempuan 99 dan presentasenya 8,83%.Jumlah penduduk umur 16-20 tahun berjumlah 180, laki-laki 96, perempuan 84 dan presentasenya 7,87%.Jumlah penduduk umur 21-25 tahun berjumlah 182, laki-laki 84, perempuan 98 dan presentasenya 7,96%.Jumlah penduduk umur 26-30 tahun berjumlah 194, laki-laki 98, perempuan 96 dan presentasenya 8,48%. Jumlah penduduk umur 31-35 tahun berjumlah 184, laki-laki 97, perempuan 87 dan presentasenya 8,04%.Jumlah penduduk umur 36-40 tahun berjumlah 139, laki-laki 65, perempuan 74 dan presentasenya 6,08%. Jumlah penduduk umur 41-45 tahun berjumlah 187, laki-laki 92, perempuan 95 dan presentasenya 8,17%. Jumlah penduduk umur 46-50 tahun berjumlah 189, laki-laki 109, perempuan 80 dan presentasenya 8,26%. Jumlah penduduk umur 51-55 tahun berjumlah 174, laki-laki 93, perempuan 81 dan presentasenya 7,61%. Jumlah penduduk umur 55 tahun dan seterusnya berjumlah 187, laki-laki 97, perempuan 90 dan presentasenya 7,68%. Jadi total keseluruhan laki- laki berjumlah 1.141, perempuan 1.159 dan total keseluruhan 2.300.

3.2.3  Jumlah Penduduk menurut Jenjang Pendidikan
            Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (suparyono, 2006).
            Berikut data jumlah penduduk tamat sekolah berdasarkan jenjang pendidikan :
Tabel.5   Jumlah Penduduk Tamat Sekolah Berdasarkan Jenjang    Pendidikan Kelurahan Bulutana,Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011.
No
Jenjang Pendidikan
Jumlah
Presentase dari jumlah penduduk
1
Tamat sekolah SD
357
15,60 %
2
Tamat Sekolah SLTP
162
7,08 %
3
Tamat Sekolah SLTA
174
7,61 %
4
Tamat Ak./Perg Tinggi
57
2,50 %
5
Masih Sekolah
464
20,28 %
Total
1.214
53,04 %
Sumber : Data Sekunder, 2011    
            Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukkan bahwa data jumlah penduduk yang masih sekolah sangat tinggi tetapi banyak juga penduduk  yang kebanyakan pendidikannya berhenti di sekolah dasar. Melihat dari itu pemerintah seharusnya memberikan bantuan terhadap kelurahan ini dengan memberikan sarana dan prasarana untuk memajukan kelurahan ini. Pada jenjang pendidikan SD jumlah penduduk tamat sekolah 357 dengan presentase 15,60 %, dan pada jenjang pendidikan tamat sekolah SLTA jumlahnya 174 dengan presentase 7,61 % dan total keseluruhan berdasarkan tabel jumlah penduduk yang tamat sekolah 1.214.

3.2.4  Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian
          Mata pencaharian merupakan suatu kegiatan sehari-hari penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, penduduk berusaha mencari lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuannya. Mata pencaharian dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, berdasarkan tempat, desa dan kota dan berdasarkan jenis pekerjaan,pertanian dan bukan pertanian (Suriati, 2007).
            Mata Pencaharian sebagian besar penduduk di kelurahan ini bekerja sebagai Petani dan peternak, sehingga bidang pertanian dan peternakan menjadi tumpuan hidup sebgaian besar penduduknya.Berikut perbandingan persentase jenis mata pencaharian penduduk.
Tabel 6.   Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian  Kelurahan Bulutana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011.
No
Macam Pekerjaan
Jumlah
Presentase dari jumlah penduduk
1
Pegawai Pemerintah
61
2,67%
2
Pegawai Swasta
23
1,01 %
3
Wiraswasta (Usaha Sendiri)
265
11,58 %
4
Petani/Peternak
905
39,54 %
5
Pedagang
30
1,32 %
6
Pensiunan
36
1,58 %
Jumlah
1320
57,67 %
Sumber : Data Sekunder,2011
Dari tabel 6, dijelaskan bahwa pekerjaan petani/peternak memiliki presentase yang paling tinggi yaitu 39,54% dan penduduk lebih banyak bekerja di bidang tersebut. Jumlah penduduk yang bermatapencarian sebagai pegawai swasta lebih sedikit yaitu sebanyak 23 orang, presentase 1,01%. Wiraswasta berjumlah 265 dan presentase 11,58%,
pedagang berjumlah 30 dan presentase 1,32%, pensiunan berjumlah 36 dan presentase 1,58% dan pegawai pemerintah berjumlah 61 dan presentase 2,67%.

3.2.5    Tingkat Kesejahteraaan
Tingkat Kesejahteraan adalah salah satu dari indikator lokal  untuk memonitoring kemajuan kabupaten dan kecamatan agar dapat  mencapai target pertama  yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat
pendapatannya  di bawah  $1 (PPP)  per hari  menjadi setengahnya antara 1990-2015, dari  salah satu tujuan (Goals)  MDGs  yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan (Rahim, 2010).
Untuk mengetahui lebih jauh tentang tingkat kesejahteraan keluarga penduduk Kelurahan Bulutana dapat dilihat melalui data kader PPKBD dan dasawisma yang ada pada saat ini. Berikut perbandingan jumlah rumah tangga/ keluarga Sejahtera dan Pra Sejahtera.
           


Tabel 7.         Jumlah Keluarga menurut Kategori Sejahtera dan Prasejahtera Kelurahan Bulutana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011.
Pra Sejahtera
Sejahtera
Sejahtera Plus
Total
I
II
III
150 KK
152 KK
127 KK
174 KK
6 KK
609 KK
Sumber : Data Sekunder   
            Berdasarkan data tabel 7, maka dilihat bahwa tingkat  kesejahteraan masyarakat Kelurahan Bulutana yang terdiri atas 609 KK, dimana tingkat Pra Sejahtera sebesar 150 KK, tingkat Sejahtera I sebesar 152 KK, Sejahtera II 127 KK, Sejahtera III 174 KK serta tingkat Sejahtera Plus sebesar 6 KK.

3.3         Keadaan Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana (Moenir, 2009)
Berdasarkan data yang diperoleh, kelurahan Bulutana, kecamatan Tinggimoncong, kabupaten Gowa memiliki sarana dan prasarana yang tergolong kurang memadai. Letak sarana-sarana tersebut di tempat yang berbeda namun dapat dijangkau oleh masyarakat.







1.            Sarana Umum
Sarana umum adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas umum yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja (Wijaya, 2005).
Tabel 8.    Sarana Umum Kelurahan Bulutana, Kecamatan      Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011
Jalan
Panjang
Provinsi
-km
Kabupaten
6 km
Kelurahan
18 km
Sumber : Data Sekunder, 2011
Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan sarana umum yang ada di kelurahan Bulutana dimana terdapat 3 jalan diantaranya jalan provinsi, jalan kabupaten dengan panjang 6 km dan jalan kelurahan dengan panjang 18 km.
2.            Sarana Pendidikan
sarana pendidikan sebagai segala macam alat yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan. Sementara prasarana pendidikan adalah segala macam alat yang tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan. Tentu definisi tersebut tidak punya makna yang jelas dan tegas, karena istilah secara langsung dan tidak langsung itu tak jelas maknanya, tak jelas ujudnya seperti apa. Tegasnya: langsung terhadap apa, atau pada apa? Untuk sementara, itu dapat dimaknai bahwa sarana pendidikan adalah segala macam alat yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, sementara prasarana pendidikan tidak digunakan dalam proses atau kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian masih tetap belum jelas tegas benar.
Tabel 9. Sarana pendidikan di Kelurahan Bulutana, Kecamatan
              Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
    Selatan, 2011
Sarana
Jumlah
Tk
2 buah
Sd
4 buah
Smp/tsanawiyah
2 buah
Sma/aliyah
1 buah
Sumber : Data Sekunder,2011
Berdasarkan tabel 9 diatas menunjukkan sarana pendidikan yang berada di Bulutana masih sangat minim melihat jumlah sarana pendidikan yang masih sangat kurang dengan TK bejumlah 2 buah, SD 4 buah, SMP/Tsanawiyah 2 buah dan hanya ada 1 buah SMA/aliyah.
3.            Sarana Transportasi
Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan  atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari (Arifin, 2006).



Tabel 10. Sarana transportasi di Kelurahan Bulutana, Kecamatan
               Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
     Selatan, 2011
Sarana
Jumlah
Pasar
         -buah
Lapangan
3 buah
Rumah adat
2 buah
Balai pertemuan
1 buah
Sumber : Data Sekunder, 2011
Berdasarkan tabel 10 diatas menunjukkan jumlah sarana transportasi di kelurahan Bulutana, dimana dari jumlah sarana tebanyak yakni lapangan dan sarana yang  paling kurang yakni pasar dan balai pertemuan
4.            Kualitas Jalan
Kualitas jalan sangat menentukan keselamatan dalam perjalanan seseorang dan mempermudah untuk cepat sampai pada tujuan, ternyata baiknya infrastruktur jalan sangat berpengaruh terhadap laba atau keuntungan usaha, namun sekarang banyak pelaksanaan proyek perbaikan jalan yang tak mengindahkan kualitas dan asal-asalan, akibatnya jaln tidakdapat berthan lama apabila di lalui oleh tranportsi yang memuat dengan kapasitas muatan tinggi. Berikut kualitas jalan di Bulutana, Kec Tinggimoncong, Kabupaten Gowa :




Tabel 11.  Kualitas jalan di Kelurahan Bulutana, Kecamatan
                  Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
Selatan, 2011
Jalan
Panjang
Aspal
3,5 km
Batu
3,5 km
Tanah
4 km
Setapak/tani
2,5 km
 Sumber :Data Sekunder, 2011
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa kualitas jalan di Bulutana dengan panjang jalan beraspal 3,5 km , dan jalan berbatu 3,5 km, jalan tanah sepanjang 4 km dan jalan setapak yang panjangnya 2,5 km.

5.            Sarana Keagamaan
Sarana keagamaan adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas agama atau ibadah  yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan keagamaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan keagamaan (Wijaya, 2005).






Tabel 12. Sarana keagamaan di Kelurahan Bulutana, Kecamatan
               Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
     Selatan, 2011
Sarana
Jumlah
Masjid
11 buah
Mushalla
1 buah
Pura
-buah
Gereja
-buah
                  Sumber : Data Sekunder, 2011
Sarana keagamaan di Kelurahan Bulutana ini terdapat 11 buah Masjid, 1 buah Mushollah, dan tidak tersedia Pura dan Gereja. Sarana keagamaan ini sangat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah.

3.4      Sejarah Kelurahan Bulutana
Asal mula kata “Bulutana” berasal dari bahasa Makassar asli yaitu “bulu” yang berarti bukit dan tana” berarti tanah. Menurut pesan leluhur atau “pasang turiolo” bahwa dulu di kerajaan Gowa terdapat raja yang berposisi yang dikenal dengan nama Karaengta Data dimana dalam perjalanannya menemukan suatu kampung yang terletak diatas bukit yang sangat strategis dan dapat dijadikan benteng pertahanan dimana kampung ini bernama Bulutana yang artinya pertahanan diatas bukit. Kampung ini memang bila dilihat letak geografisnya tepat sekali dijadikan pertahanan dimana hanya ada satu jalur jalan saja untuk keluar dan masuk.


3.5      Komoditi Kelurahan Bulutana
                                             Komoditi di Kelurahan Bulutana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa yang  tertinggi dikelola oleh penduduk sekitar adalah padi. Dimana didaerah ini memiliki lahan sawah 389 ha. Padi(bahasa latin: Oryza sativa L.) adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atauIndocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.
Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.  Setelah padi didaerah ini juga terdapat komoditi cengkeh, kopi, coklat dan horti ( kentang, ubi kayu, ubi jalar, wortel, lobak dan lain-lain).








IV. METODE PELAKSANAAN
4.1     Waktu dan Tempat
Penyelenggaraan Field Trip Pengantar Ilmu Pertanian ini dilaksanakan selama dua hari, yaitu sabtu dan minggu tanggal 26-27 November 2011, pemberangkatan dimulai pukul 07.20 WITA yang berpusat di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin menuju lokasi yang ditinjau yakni Kelurahan Bulutana, Kabupaten Gowa.

4.2       Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan Field Trip ini, yaitu metode obsevasi dan wawancara langsung dengan petani (responden) dengan mengamati secara cermat dan teliti tentang karakteristik fisik, sosial, ekonomi, sosial budaya serta pola pengolahan sumber daya alam dan lingkungan di lokasi Field Trip. Adapun 2 macam teknik pengambilan data diantaranya sebagai berikut :
1.            Observasi yaitu metode yang dilakukan dengan melihat dan mengamati secara langsung kehidupan petani dan berinteraksi dengan mereka. Hal ini di maksudkan, agar data atau informasi yang diperoleh lebih rinci atau lebih jelas.
2.            Wawancara adalah metode yang dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan responden dan hasilnya ditulis dalam bentuk laporan, kemudian dilaporkan secara berkala kepada asisten.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1       Field Trip
Dalam field trip ini kami mengamati daerah hilir, tengah dan hulu dengan tujuan menemu-kenali dan menelusuri DAS Je’neberang serta dampaknya terhadap masyarakat dari hilir hingga ke daerah hulu.

5.1.1    Ekosistem Pesisir
Ekosistem  pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut, dimana organisme penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari laut. Organisme tersebut berkumpul dalam suatu tempat untuk saling berinteraksi, seperti pada daerah estuari, pantai berbatu, pantai berpasir, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Ekosistem laut meliputi beberapa ekosistem khas seperti padang lamun, terumbu karang, laut dalam dan samudera, dimana seluruh jenis organisme penghuninya saling berinteraksi dalam media air. Namun demikian, antara ekosistem pesisir dan ekosistem laut seringkali saling berhubungan karena keterkaitan ekosistemnya
   Di tempat ini kami mengamati sedimentasi yang merupakan pengendapan pasir dan lumpur yang berasal dari daerah hulu. Yang berdampak negatif yaitu terjadinya pendangkalan pada daerah laut dan membuat biota–biota bertransmigrasi ke tempat lain selain itu juga dapat merusak dari ekosistem laut yang ada. Hutan bakau, padang lamun dan terumbu karang merupakan tiga ekosistem penting di daerah pesisir perairan tropika. Hutan bakau dan padang lamun berperan penting dalam melindungi pantai dari arus dan hempasan ombak, selain itu juga berperan penting sebagai tempat memijah, membesar dan mencari makan dari berbagai biota, termasuk yang menghuni ekosistem terumbu karang. Diketahui bahwa ekosistem terumbu karang dihuni oleh lebih dari 93.000 spesies, bahkan diperkirakan lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini. Ekosistem terumbu karang yang sangat kaya akan plasma nutfah ini, kendati tampak sangat kokoh dan kuat, namun ternyata sangat rentan terhadap perubahan lingkungan (Arief, 2007).
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat unik dan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat potensial karena di kawasan hutan mangrove terpadu unsur fisik, biologis daratan dan lautan, sehingga menciptakan keterlibatan suatu ekosistem yang kompleks antara ekosistem laut dan ekosistem darat (Purnobasuki, 2005).

5.1.2    Ekosistem Persawahan
            Setelah mengunjungi ekosistem pesisir, kami kemudian menuju ke daerah persawahan di Kabupaten Gowa. Daerah persawahan yang kami kunjungi merupakan sawah kelas 1 (satu) karena sawah ini terletak di pinggir jalan raya dekat dengan pemukiman penduduk dan pengairannya telah menggunakan irigasi.
            Persawahan merupakan tulang punggung dari usaha tani Indonesia dan perekonomian Indonesia. Sebagian besar dari bahan-bahan makanan, khususnya beras berasal dari sawah. Sawah lazim dibedakan menjadi 5 macam tetapi yang paling sering kita dengar ialah sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi, keberhasilan sawah ini tergantung dari pengaturan pengairan sehingga sawah ini bisa panen dua kali dalam 
setahun. Sedangkan Sawah tadah hujan, sawah yang mengharapkan air hujan sebagai pengairannya. Sawah ini hanya panen sekali dalam setahun (Suriana, 2009)
          Areal persawahan merupakan salah satu ekosistem daratan yang sangat bergantung pada kondisi fisik tanah. Sawah merupakan salah satu dari sekian banyak aspek dalam bidang pertanian, dimana dalam pengelolahannya membutuhkan urutan- urutan kerja tertentu (Muhajir, 2007).

5.1.3   DAS Jeneberang dan DAM Bili-Bili
Bagian tengah daerah aliran Sungai Jeneberang, selain batuan gunung api, dijumpai juga batuan sedimen laut dari formasi Camba yang terdiri dari batu pasir, batul empung, napal, batu gamping, konglomerat dan breksigunung api. DAM Bili-Bili merupakan bendungan yang sangat luas yang pembangunannya membutuhkan jumlah dana yang sangat besar. Bendungan ini dapat menampung air yang sangat banyak. Bahkan dapat menahan semua air dari hulu agar tidak sampai ke daerah hilir. Bendungan ini memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai penahan air, penyedia air irigasi bagi daerah setempat, sebagai pembangkit tenaga listrik, untuk daerah pariwisata, dan tempat budidaya perikanan darat.Keutuhan DAM Bili-Bili harus dijaga karena apabila DAM tersebut rusak dapat menyebabkan Daerah hilir tergenang air dan banjir akan terjadi di Kota Makassar. Maka dari itu daerah tersebut sangat di jaga dan diadakan pengerutan sedimentasi hampir di setiap minggu. SABO DAM merupakan bagian-bagian dari sebuah DAM yang di bangun diantara aliran sungai. Kegunaan dari SABO DAM yaitu untuk menahan batu-batu yang berasal dari hulu agar tidak sampai ke DAM Bili-Bili dan ke daerah  hilir. SABO DAM yang terdapat di derah ini sebanyak 10 SABO DAM yang menahan dan mengatur aliran air dari hulu sampai ke hilir. SABO DAM yang menahan pasir dan batu sehingga batu besar maupun kecil berkumpul dari SABO DAM pertama sampai terakhir. Batu dan pasir tersebut dapat digunakan sebagai mata pencarian daerah setempat sebagai tambak. Namum pengambilan tersebut memiliki aturan-aturan dan batasan-batasan tertentu. DAS Je’neberang mempunyai panjang ± 97 km, dengan luas aliran ±727 km2 yang memanjang dari Timur ke Barat. Pada daerah DAS terdapat Pasir dan batu hasil dari penyaringan Sabo DAM. Seperti yang telah di jelaskan tadi yaitu sebagai tempat mata pencarian masyarakat setempat.

5.1.4   Ekosistem Hutan dan Kebun Campuran
Kebun campuran merupakan gabungan dari beberapa pohon buah-buahan diantaranya terdapat buah mangga, pisang, nangka, pohon coklat, pohon rambutan, pohon durian, kopi, dan lain sebagainya. Kebun campuran ini bemanfaat sebagai komoditi daerah dan juga sebagai pencegah erosi. Selain itu dengan beraneka ragamnya pohon tersebut dapat menstabilkan lingkungan. Daerah yang terakhir adalah daerah hulu. Di daerah tesebut terdapat pohon pinus. Pohon pinus hanya dapat tumbuh pada daerah curah hujan > 2000 mm/tahun. Yang bermanfaat sebagai penahan erosi juga sebagai regulator air yang menampung air pada musim hujan dan mengeluarkannya pada musim kemarau. Apabila terjadi penebangan pinus maka akan berdampak erosi pada 3 tahun setelah penebangan. Maka pohon pinus harus di jaga kelestariannya. Selain itu batang dari pohon pinus dapat di gunakan untuk berbagai macam meubel, meja korek api, sumpit dan lain sebagainya.
Daerah hulu sampai ke hilir mempunyai hubungan yang saling berkesinambungan. Apabila pada daerah hulu rusak maka daerah tengah akan rusak, dan apabila daerah tengah rusak maka daerah hilirpun akan ikut rusak. Sebagai contohnya apabila penebangan hutan pada daerah hulu rusak, maka akan mengakibatkan erosi yang berdampak pada daerah tengah yang tanah erosi tersebut akan terbawa bersama dengan air dan terjadi pengendapan yang sangat besar. Apabila daerah tengah rusak. Akan menyebabkan daerah hilir pun akan rusak karena air dari hilir tersebut berasal dari daerah tengah. Maka dari itu perlu adanya penjagaan dan pelestarian lingkungan sehingga tidak terjadinya masalah besar yang mungkin saja akan terjadi.



5.2       Profil Petani
            Profil petani di kelurahan Bulutana, kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa dapat dilihat pada tabel berikut :
1.     Nama                                              : Muh. Hasan
2.     Umur                                              : 56 tahun
3.     Pendidikan                                    :  SMP
4.     Agama                                            : Islam
5.     Pekerjaan pokok                           : Petani
6.      Pekerjaan sampingan                : pengembala sapi
7.     Jumlah tanggungan keluarga   : 4 orang
Tabel 13. Hubungan dengan kepala rumah tangga responden di Kelurahan Bulutana, Kecamatan  Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011.
No
Nama
L/p
Umur
Pendidikan
Hub.kk
Ket.
1
Norma
P
50 thn
SD
Istri

2
Amri
L
28 thn
SMA
Anak

3
Surianti
P
21 thn
SMA
Menantu

4
Suhairah
P
1 thn
-
Cucu

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
            Tabel di atas menunjukkan bahwa petani responden bernama Muh. Hasan, beliau berusia 56 tahun, pendidikan yang minim yaitu SMP dengan jumlah tanggungan keluarga 4 orang diantaranya istri, anak, menantu dan seorang cucu  bekerja sampingan sebagai pengembala sapi untuk menafkahi keluarganya. Pengalaman berusaha taninya sekitar 41 tahun. Keterampilan bertani diperolehnya dari orang tuanya. Awalnya hanya ikut-ikut membantu orang tuanya, hingga akhirnya beliau mampu berusahatani sendiri. Beliau memiliki lahan yang luasnya sekitar 0,5 hektar dan jarak dari tempat usaha tani ke rumahnya sekitar 1 km . Status kepemilikan lahan beliau adalah petani pemilik. Lahan tersebut adalah warisan dari orang tuanya yang dimanfaatkan untuk menanam padi. 
            Dalam pengolahan lahannya beliau masih memakai cara tradisional menggunakan tangan dan menanam 2-3 anakan padi dengan jarak antar tanaman padi sekitaran 1 jengkal, benih dan bibit yang digunakan adalah benih dan bibit unggul, beliau menggunakan alat yang masih sederhana, seperti cangkul, sabit dan peralatan seadanya. Untuk meningkatkan hasil produksi usaha taninya, beliau menggunakan pupuk. Jenis pupuk yang ia gunakan yaitu pupuk urea dan TSP dan dibeli dipasar setempat dan terkadang juga pupuk diperoleh gratis dari bantuan pemerintah. Ketika tanamannya diserang hama, beliau menggunakan alat penyemprot. Hama yang sering menyerang tanaman responden adalah serangga, tikus dan burung untuk membasminya beliau menggunakan peptisida jenis Arifo, dan juga sistem pengairan yang digunakan adalah irigasi.
            Beliau mendistribusikan padi ke pasar setempat dan penduduk yang berada disekitar lingkup rumahnya namun disamping itu ia mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari dan terkadang beliau menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul, tetapi harganya lebih murah dibanding harga di pasar.
5.2.1   Hasil Wawancara
            Petani responden bernama Muh. Hasan berusia 56 tahun., berpendidikan terakhir SMP, jumlah tanggungan keluarga 4 orang dan bekerja sampingan sebagai pengembala sapi, dalam berusaha tani tanaman yang diusahakan oleh pak Hasan adalah komoditi Padi dan cengkeh. Lahan yang dimiliki oleh pak  Hasan luasnya 0,5 hektar yang berjarak sekitar 1 km dari rumahnya dan cara menanam tanaman masih dengan cara tradisional dengan menggunakan tangan dan menanam 2-3 anakan padi dengan jarak antar tanaman padi sekitar 1  jengkal. Pada lahan yang ditanami padi dapat dipanen  2-3 kali dalam 1 tahun. Bibit dan benih padi yang digunakan oleh pak Hasan yaitu bibit dan benih unggul dari pemerintah tapi terkadang benih dan bibit sendiri yang dibeli di pasaran.
Dalam pengolahan lahan, pertama pak Hasan membersihkan lahan dan menyemprotkan racun guna memberantas rumput. Racun  yang digunakan adalah racun Endomic. Pada pengolahan lahannya yaitu pada saat dibajak pak Hasan  sering menggunakan sapi dan terkadang memakai traktor sewaan dan alat seadanya seperti cangkul, sabit dll. Dimana alat-alat diperolehnya dari pasar yang khusus menjual peralatan tani dan biaya yang dikeluarkan sekitaran Rp.300.000 dengan periode penggunaan selama 2 tahun yang dimana modal yang digunakan untuk pembeliaan alat-alat dari hasil panen. Berkaitan dengan alat-alat yang digunakan ini pak Hasan berharap adanya bantuan dari pemerintah agar dapat membantuh masyrakat tani agar dipermudah untuk memperoleh alat-alat tani yang lebih canggih guna menambah jumlah produksi panen. Kemudian dalam hal pemupukan, pupuk yang sering digunakan adalah jenis pupuk Urea dan TSP dan  dilakukan setiap 1 bulan yang di peroleh terkadang dari bantuan pemerintah dan juga diperoleh dari pembelian dipasaran setempat.
Adapun hama yang sering menjadi penghambat dalam usahatani pak Hasan yakni serangga, burung, dan tikus, dalam memberantas hama ini pak hasan menggunakan peptisida jenis Arifo. Kemudian dalam hal pengairan yang digunakan pak Hasan adalah sistem irigasi yang dibuatnya untuk mengaliri area lahan persawahannya. Setelah 3 bulan masa panen datang, dalam memanen ada juga proses pengolahan hasil panen yaitu gabah basah terlebih dahulu  dikeringkan atau dijemur setelah kering dimasukkan dalam mesin penggiling. Setiap ,1 karung gabah dihasilkan 35 Kg beras dan setiap 1/2 hektar dihasilkan 40 Kg beras.
Dalam pemasarannya terkadang pak Hasan menjual sendiri, ke penduduk sekitar namun disamping itu ia mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari dan terkadang pula pak Hasan menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul, tetapi harganya lebih murah dibanding h tersebut arga di pasar. Pak Hasan merasa tidak puas dengan harga penjualan karena ia merasa tidak sebanding dengan harga pembelian pupuk dan benih dengan pendapatan yang beliau peroleh, maka dari itu beliau berharap subsidi pupuk dan bibit unggul gratis oleh pemerintah agar sering diberikan kepada petani–petani agar dapat membantuh masyarakat tani untuk dapat meningkatkan produksi hasil taninya dan meningkat perekonomian dari kalangan masyrakat tani itu sendiri. 
Pada daerah  pak Hasan yaitu kelurahan Bulutana ini terkadang pihak dari Dinas Pertaniaan dan PPL juga datang ke daerah ini untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat tani, dari penyuluhan ini pak Hasan memperoleh pengetahuan baik dalam hal cara menanam, memupuk dan lebih mengetahui dampak penggunaan peptisida secara berlebihan, namun disamping itu pula banyak masyarakat di sekitaran kelurahan Bulutana kurang tertarik pada kegiatan PPL ini terbukti dengan sedikitnya masyarakat tani yang ingin berpartisipasi karena menurutnya kegiatan PPL ini dapat menyita waktunya untuk aktivitas bertani dan pekerjaan lainnya, hal ini jugalah yang menjadi alasan pak Hasan sehinggah ia tidak rutin mengikuti kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan Penyuluhan Pertanian Lapangan
 Pada daerah ini sosial budaya yang dianut masih cenderung terikat oleh adat-adat nenek moyang yang kebanyakan percaya akan mitos-mitos. Jika masa panen tiba maupun masa penanaman maka masyarakat di kelurahan Bulutana ini mengadakan syukuran dan biasanya dalam menentukan waktu sebelum proses penanaman dihitung dengan melihat bulan dengan tujuan memperoleh hasil yang memuaskan.

Para petani di sana juga mempunyai adat yang bernama “Appalili” yaitu seperti rapat musyawarah masyarakat setempat untuk membicarakan kedepannya pertanian ini agar lebih baik, kadang juga dalam musyawarah tersebut mereka membahas atau menyepakati pupuk yang akan dipakai bersama. Fungsinya adat ini juga sebagai tempat bersilaturahmi.
Situasi rumah Pak Hasan  tidak terlalu memprihatinkan. Dia mempunyai kamar, dapur, dan ruang tamu yang layak dipakai. Atapnya terbuat dari seng, dindingnya dari batu bata, sedangkan lantainya ada sebagian dari semen ada juga yang memakai tegel. Pekarangannya juga tidak terlalu sempit dan di tumbuhi berbagai macam tumbuhan favorit istrinya. Keseharian Pak Hasan adalah bertani dan mengembala sapi.
Pak Hasan bertani dari pagi hingga petang. Jika waktu sholat tiba, Pak Hasan ke rumah untuk sholat, istirahat dan makan setelah itu dia kembali lagi bekerja di sawahnya.
Daerah ini tentunya sering terjadi yang namanya longsor maupun banjir. Cara menanggulanginya itu dengan cara menanam pohon dan mengawasi adanya penebangan hutan yang tanpa izin polisi setempat. Para petani juga biasanya melakukan penebangan pohon untuk membuka lahannya tetapi mereka diberi peraturan apabila menebang satu pohon, mereka harus juga menanam 10 pohon. Penyuluhan tentang hutan juga sering didapatkan para petani di sana apabila ada yang menanyakan, jadi mereka mengetahui beberapa tentang pohon maupun hutan. Penebangan
pohon juga dapat dilakukan kapanpun apabila sudah mendapat izin dari polisi hutan. Karena polisi hutanlah yang bertanggung jawab atas hutan tersebut. Apabila ada yang menebang pohon tanpa izin, maka orang tersebut akan dilaporkan kepada pak RT setempat dan diproses di sana.
















5.2.2     Analisis Data
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, maka kami dapat menemukan fakta, masalah, sasaran dan tindakan dari berbagai aspek seperti berikut:
Tabel 14. Analisis data di Kelurahan Bulutana, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi-Selatan, 2011.

ASPEK

FAKTA

MASALAH

SASARAN

TINDAKAN



Ekologi


Penggunaan pestisida


Rusaknya Unsur hara dalam tanah


Meningkatkan hasil produksi tani
Menggunakan alternative lain dalam membasmi hama dan penyakit tanaman


Sosial Ekonomi

Kurang terpenuhinya kebutuhanuntuk pembibitan

Bibit-bibit yang bervarietas unggul sangat sulit


Mendapatkanmodal bibit
Pematokan harga produksi sesuai dengan usaha tani




Sosial Budaya




Gotong royong



Kurangnya perhatian dari pemerintah



Mempererat tali persaudaran satu sama lain
Adanyaperhatianpemerintahuntuk membuat berbagai kegiatan agar gotong royong semakin baik

Sumber Daya Manusia

Pendidikan masih kurang

Pendidikan masyarakat tani masih rendah
Meningkatkan mutu pendidikan di kalangan petani
Memberikan penyuluhan tentang pendidikan masa kini



Teknologi


Masih menggunakan alat yang minim


Proses pengolahan yang lama

Penghasilan produksi di dapatkan dalam waktu yang singkat
Pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan dan memberikan alat yang canggih
Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2011

VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1         Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan laporan ini adalah :
v    Ekosistem pesisir (hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang) telah rusak akibat dari ulah manusia itu sendiri seperti pembuangan sampah dan penebangan pohon yang mengakibatkan pencemaran baik udara maupun laut.
v    Perlunya dirawat dan dijaga kelestarian lingkungan yang berada pada DAM Bili–Bili dan SABO DAM karena sangat berbahaya apabila terjadi kerusakan pada daerah ini yang akan membawa mala petaka  dan dengan melestarikan lingkungan pada daerah  DAM Bili–Bili dan SABO DAM maka dapat sangat bermanfaat sangat besar dalam kehidupan.
v    Pengelolaan pertanian secara umum di Kelurahan Bulutana sudah modern. Hal ini terlihat dengan penggunaan traktor dalam penggarapan sawah. Namun tak jarang cara tradisional pun masih dilakukan seperti penggarapan lahan dengan menggunakan sapi.
v    Masih terjaganya budaya gotong royong dan tradisi-tradisi nenek moyang setempat seperti upacara pasca panen.
v    Segala aktivitas yang dilakukan di daerah hulu akan berakibat pada daerah tengah sampai hilir

6.2     Saran
6.2.1  Saran Teknis
            Adapun saran kami secara teknis untuk field trip ke depannya adalah perlunya penambahan waktu dalam pelaksanaan field trip sebab waktu yang di berikan sangat singkat sehingga pengetahuan yang dihasilkan pun minim.

6.2.2  Saran Lingkungan
Peningkatan mutu lingkungan masih perlu ditindak lanjuti karena kerusakan lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. Hal yang perlu kita lakukan dengan menjaga kelestarian lingkungan agar tetap stabil.









DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2011. Ekosistem pesisir. http://forestindonesia.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 3 Desember 2011. Makassar.
Anonim 2. 2011. Ekosistem persawahan. http://askepklien.tk.
Diakses pada tanggal 3 desember 2011. Makassar.
Anonim 3 2011. Petani dan usahatani. http://www.ekonomirakyat.org/
Diakses padsa tanggal 4 desember 2011. Makassar.
Anonim 4. 2011. Alih fungsi lahan. http://bisnis.vivanews.com
Diakses pada tanggal 4 desember 2011. Makassar.
Anonim 5Alih fungsi lahan. http://bisniskeuangan.kompas.com
Diakses pada tanggal 4 desember  2011. Makassar.
Anonim 6. Gambaran umum Das jeneberang. http://www.scribd.com
Diakses pada tanggal 4 desember 2011. Makassar.
Arifin,A. 2005. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius, Yogyakarta.
Kasla, A.Tohir. 2006. Seuntai Pengetahuan tentang Usahatani di Indonesia. Bina Karsas. Jakarta.
Rahim. 2010. Pengaruh Sarana Terhadap Kesejahteraan. Erlangga. Jakarta.
Suparyono. 2006. Kependudukan dan Kewilayahan. Yudistira. Yogyakarta.
Suriati. 2007. Penduduk Menurut Mata Pencaharian. Kanisius. Yogyakarta.
Tim Pengajar WSBM. 2011. Wawasan Sosial Budaya Maritim. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tim Penyusun Penuntun Field Trip .2011. Menemu-Kenali dan Menelusuri DAS Je’neberang (Gowa) serta Dampaknya terhadap Masyarakat dari Hilir Hingga Ke Daerah Hulu. Universitas Hasanuddin. Makassar.